BAB
I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program
bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual,
intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai
peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986:322)
mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan
kepribadian anak(siswa), baik secara berpikir, bersikap,maupun cara berprilaku.
Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orang tua.
Ada
beberapa alasan, mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan
kepribadian anak, yaitu
1.
siswa harus hadir di sekolah,
2.
sekolah memberikan pengaruh kepada anak
secara dini seiring dengan masa perkembangan “konsep dirinya”,
3.
anak-anak banyak menghabiskan waktunya
disekolah dari pada di tempat lain diluar rumah,
4.
sekolah memberikan kesempatan kepada
siswa untuk meraih sukses,
5.
dan sekolah memberikan kesempatan
pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik.
Menurut
Havighurs (1961:5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam
membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini,
sekolah seyogianya berupa untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi
yang dapat memfasilitasi siswa (yang berusia remaja ) untuk mencapai
perkembangannya.
Tugas-tugas perkembangan remaja itu menyangkut
aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial,kematangan personal,kematangan
dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam bermain dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
upaya sekolah membantu siswa untuk mencapai suatu perkembangan potensi
kepribadian anak dari segi belajar pembelajaran perlu adanya suatu pemberian
pengajaran atau bimbingan tentang keterampilan –keterampilan sosial dan
memberikan suatu kesempatan kepada siswa untuk aktif dan demokratis dalam
berpola pikir kritis dan serta keterlibatan siswa dalam proses belajar
pembelajaran. Seperti kegiatan belajar
pembelajaran dimana guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai
masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut
hubungan sosial.
Oleh
sebab itu pendidikan strategi motivasi belajar di sekolah dalam melaksanakan
kegiatan proses belajar pembelajaran sangat berpengaruh penting untuk kemajuan
siswa dalam menerima materi belajar pembelajaran seperti peran guru dalam
membentuk pola sistem belajar pembelajaran dengan menggunakan beberapa metode
strategi belajar contohnya dengan cara menerapkan suatu metode strategi
motivasi belajar pembelajaran terhadap siswa(peserta didik) yang kurang percaya diri akan kemampuan
potensi kepribadian yang dimiliki oleh siswa(peserta didik) tersebut. Dalam
kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar.
Dengan
demikian metode strategi motivasi belajar pembelajaran merupakan dasar untuk
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Secara pengertian istilah motivasi
digunakan untuk menjelaskan adanya daya atau kekuatan yang mendorong dan
mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. .
Dari
beberapa uraian di atas, nampak jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai
pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak prilaku seseorang untuk
mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan
terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara dan terutama memenuhi
kebutuhan siswa.
B. Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan
terdiri dari:
1.
Apa yang dimaksud dengan Strategi
Motivasi Belajar Mengajar ?
2.
Bagaimana cara Strategi Belajar Mengajar
yang afektif dan efesien untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar pada peserta didik
?
3.
Apa saja kelebihan dan kekurangan metode
pembelajaran bermain peran (role playing)?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Sebagai salah satu materi penyambung dan
pelengkap dari Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar.
2.
Sebagai tugas aktif mahasiswa dalam
memenuhi syarat nilai -nilai tugas akademik.
3.
Semoga dengan makalah ini penulis
berharap dapat membantu dan memberikan manfaat bagi calon pendidik untuk dapat mengembangkan
dan cara bagaimana menerapkan suatu teori Strategi belajar Mengajar terhadap
Motivasi belajar mengajar yang efektif dan efesian.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Motivasi
Motivasi
berpangkal dari kata “motif”, yang
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan
istilah kata motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern
(kesiapsiagaan).
Seperti
istilah dari bahasa pengertian motivasi itu sendiri, motivasi adalah sebagai
suatu daya atau kekuatan yang mendorong
dan mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. Untuk lebih jelas
dapat disimak dari berbagai pendapat
para ahli sebagai berikut.
Menurut
Teevan dan Smith (1967), motivasi
adalah suatu konstruksi yang
mengaktifkan dan mengarahkan prilaku dengan cara memberi dorongan atau daya
pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas.
Menurut
Chauhan (1978), motivasi adalah
suatu proses yang menyebabkan timbulnya aktivitas organisme sehingga terjadi
suatu perilaku. Adapun menurut pendapat Petri
(1981 & 1996), menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu konsep yang
digunakan untuk menjelaskan adanya kekuatan di dalam organisme yang mendorong
dan mengarahkan perilaku. Membahas tentang motivasi, maka yang tercakup di
dalamnya adalah arah dan persistensi (Franken,
1982 & 2002).
Jadi,
kesimpulannya adalah Motivasi merupakan penggerak dan pemberi arah dalam proses
munculnya perilaku serta pemberdayaan terhadap perilaku yang ada, sehingga
perilaku tersebut tetap persisten (berkesinambungan) sampai tujuan tercapai. Ataupun
Motivasi sebagai pemberi arah, tentunya arah yang dimaksud tertuju pada objek
yang berkaitan dengan tujuan perilaku tersebut. Atau sebaliknya, mengarahkan
untuk menghindari objek yang dimaksud. Oleh karena itu motivasi dapat dikatakan
pula sebagai kontrol terhadap perilaku (Buck,
1988). Di sini dapat dipahami bahwa dengan adanya motivasi maka akan muncul
suatu proses yang mendorong dan mengarahkan organisme pada suatu tindakan
tertentu dan berlangsung secara persisten sehingga tujuan tertentu tercapai
dengan maksimal.
Adapun
menurut Mc Donald, motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc Donald ini, maka terdapat tiga
elemen/ciri pokok dalam motivasi, yakni:motivasi mengawali terjadinya perubahan
energi, ditandai dengan adanya feeling,
dan dirangsang krena adanya tujuan (Sardiman,2004).
Namun
pada intinya dapat disederhanakan bahwa
motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
kegiatan. Contohnya Di Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan dan menjamin
kelangsungan serta memberikan suatu arah dalam kegiatan belajar, sehingga dapat diharapkan tujuan
tercapai suatu proses belajar. Jadi di dalam kegiatan belajar, motivasi tentu
sangat diperlukan, oleh sebab itu seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam
belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar atau kemauan dan
keinginan untuk belajar tidak ada. Didalam motivasi sendiri ada dua, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berikut ciri-ciri bentuk motivasi
yang terdapat dalam diri manusia atau individu.
1. Motivasi intrinsik.
Motivasi
intrinsik merupakan jenis motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri
tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemauan
sendiri. Motivasi
Intrinsik terbagi menjadi dua,bagian yakni :
1) Determinasi Diri dan Pilihan Personal,
Determinasi diri dan pilihan personal yang merupakan pandangan salah satu motivasi intrinsic yang menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini
manusia percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri bukan
karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi
internal dan minat internal dalam tugas sekolah naik apabila murud punya
pilihan dan peluang untuk mengambil tanggungjawab personal atas pembelajaran
mereka. Misalnya, dalam sebuah studi murid sains di SMA yang diajak untuk
mengorganisir sendiri eksperimen mereka, akan lebih perhatian dan berminat
terhadap praktik laboratorium ketimbang murid yang diharuskan mengikuti
instruksi dan aturan guru yang ketat. (Rainey 1965).
2) Pengalaman Optimal,
Menurut Csikzentmihalyi pengalaman optimal dalam motivasi intrinsik yaitu dalam metodenya menggunakan istilah Flow untuk mendeskripsikan
pengalaman optimal dalam hidup. Dimana dia menemukan bahwa pengalaman optimal kebanyakan
terjadi ketika oramg merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat
melakukan suatu aktivitas. Selain itu dia mengatakan bahwa pengalaman optimal terjadi ketika
individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi
juga tidak terlalu mudah. Flow paling mungkin terjadi di area
dimana manusia ditantang dan menganggap mereka diri mereka punya keahlian yang
tinggi. ketika keahlian manusia tinggi, tetapi aktivitas yang dialaminya tidak
menantang hasilnya adalah kejemuan. ketika level tantangan dan keahlian adalah
rendah hasilnya adalah apati. dan ketika manusia menghadapi tugas sulit yang
dirasa tidak bisa mereka tangani, mereka merasa cemas.
Pertanyaannya ?
BAGAIMANA CARA MENAIKKAN MOTIVASI INTRINSIK?
Pujian adalah salah satu hal yang dapat menaikkan
motivasi seseorang khususnya anak. pertanyaan nya adalah apakah pujian tersebut
menaikkan motivasi intrinsik atau justru menurunkan motivasi intrinsik. Berikut pujian dapat
menaikkan motivasi intrinsik apabila pujian tersebut :
1.
Menyatakan bahwa anak sukses bukan karena talenta atau kemampuan alamiah
anak tersebut tetapi karena usahanya.
2.
Tulus dan tidak menyatakan bahwa anak tersebut dikontrol oleh orangtuanya.
3.
Tidak membandingkan anak dengan anak yang lain.
4. Menyatakan secara tidak langsung bahwa orangtua punya standar untuk
perilaku anak dan meyakinkan bahwa anak tersebut mampu mencapai target tersebut
dengan usaha.
Pada kenyataannya pujian yang berlawanan dengan pujian diatas dapat menurunkan motivasi intrinsik (Henderlong dan Lepper 2002). contohnya jika anak menulis sebuah puisi yang bagus untuk gurunya, menurut Henderlong dan Lepper pujian yang bisa menaikkan motivasi intrinsik anak tersebut adalah :
“saya suka sekali puisi ini. apalagi cara kamu
membandingkan dedaunan dan lagu. itu pasti butuh banyak konsentrasi. “
Sementara itu pujian yang mengurangi motivasi intrinsik anak seperti :
” Ini luar biasa! lihat, aku sudah mengatakan bahwa
kamu adalah satu-satunya murid yang jenius dikelas Mrs.Long. kalau kamu terus
menulis dan menulis setiap malam seperti yang Ibu bilang kamu pasti semakin
hebat. Universitas Harvard dan Yale pasti untukmu.”
2
MOTIVASI EKSTRINSIK
Jenis motivasi ini timbul sebagai
akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan
sesuatu atau belajar. Seperti contoh pada anak yang tidak suka tugas mata pelajaran yang diberikan oleh guru pembimbingnya, akan tetapi anak tersebut mengerjakan tugas sebagaimana kewajiban
anak tersebut sebagai pelajar, oleh sebab itu peran guru sangat penting dalam
memecahkan masalah tersebut dengan cara memberikan sesuatu hadiah atau pemberian nilai yang diberikan oleh guru untuk anak yang bisa
menyelesaikan tugasnya dengan baik dan sempurna. Maka ia termotivasi secara ekstrinsik. Ia melakukan
tugas itu bukan karena tertarik pada pelajaran tersebut tetapi karena ada
hadiah yang ditawarkan.
Sama halnya dengan seseorang
yang bekerja keras untuk jadi pegawai yang baik. Alasan utamanya adalah ingin
dikagumi rekan-rekannya bukan karena ketertarikannya pada pekerjaan tersebut.
Hal ini juga merupakan motivasi ekstrinsik.
Orang yang termotivasi secara
intrinsik cenderung bekerja lebih keras. meraka lebih menikmati pekerjaan mereka dan selalu tampil
lebih kreatif dari pada orang yang dimotivasi secara ekstrinsik. motivasi
intrinsik dibentuk oleh pengalaman belajar dalam diri individu. Seperti permasalahan yang paling signifikan dalam memperhatikan
perbedaan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik seperti pertanyaan kapan
penghargaan dari luar harus diberikan orangtua, guru dalam usaha untuk
meningkatkan motivasi? Atau kapan saat yang tepat untuk memberikan atau menggunakan
motivasi ekstrinsik dalam bentuk positive reinforcement untuk meningkatkan
frekuensi beberapa perilaku?
Fakta menyatakan bahwa jika
suatu perilaku jarang terjadi, dapat diasumsikan bahwa motivasi intrinsic
tersebut rendah. Maka motivasi ekstrinsik baik digunakan dalam meningkatkan
frekuensi terjadinya perilaku tersebut. Anak yang tidak suka matematika akan
lebih sering menegerjakannya jika diberi tambahan uang jajan misalnya.
Sementara itu jika individu tersebut sudah memiliki motivasi intrinsic untuk
melakukan sesuatu aktivitas, menambahkan motivasi ekstrinsik justru dapat
mengurangi motivasi intrinsiknya. Contohnya ada anak yang suka menggambar di
sebuah sekolah. Apabila ia diberi sertfikat atau hadiah setiap kali ia
menggambar dengan baik maka mereka akhirnya jarang menggambar di banding anak
yang tidak diberi hadiah. Banyak studi yang menyatakan bahwa kita harus
berhati-hati untuk memberikan motivasi ekstrinsik yang tidak penting karena
bisa menurunkan motivasi intrinsik.
B.
Bentuk Metode Yang Dapat
Dikembangkan Dalam Metode Strategi Motivasi Belajar
A.
Metode
Role Playing
a.
Pengertian
Bermain Peran (Role Play)
Bermain
peran adalah salah satu bentuk strategi belajar pembelajaran, dimana peserta
didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak
merupakan salah satu sarana untuk belajar. Dengan melalui kegiatan bermain yang
menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang
kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan
lingkungan di sekitarnya. Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu:
1. Merupakan
sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.
2. Didasari
motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu atas
kemauannya sendiri.
3. Sifatnya
spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa bebas memilih apa
saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4. Senantiasa
melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun mental.
5. Memiliki
hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti
kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampian berbahasa, kemampuan
memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
Bermain
merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar
mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi
dalam kondisi sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan
dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang
gembira.
Dengan
bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang
kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri
yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi,
memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Bermain
peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya
pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (inter
personal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan
kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian. Melalui
bermain peran peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan,
sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan
mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan
pembelajaran bermain peran meliputi :
1. menghangatkan
suasana dan memotivasi peserta didik;
2. memilih
peran;
3. menyusun
tahap-tahap peran;
4. menyiapkan
pengamat;
5. menyiapkan
pengamat;
6. tahap
pemeranan;
7. diskusi
dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I (satu);
8. pemeranan
ulang; dan
9. diskusi
dan evaluasi tahap II(dua);
10. dan
membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
Bermain
peran (role playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain memainkan
peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita
bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik
tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan
permainan yang telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan,
para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian.
Menurut Oktaviani (2008) menyatakan ada lima pengertian bermain di antaranya:
1. Sesuatu
yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
2. Bermain
tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3. Bersifat
spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak.
4. Melibatkan
peran aktif keikutsertaan anak.
5. Memiliki
hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti
misalnya: kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial,
dan sebagainya.
Menurut
Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan
yang menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan
suatu metode bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan
diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan
secara singkat sehingga siswa dapat mengenali karakter tokoh seperti apa yang
siswa peragakan tersebut atau yang menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian
peran seperti apa.
Santrock
juga menyatakan bermain peran memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan
merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak
dan cara-cara mereka mengatasinya.
Van
Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang dikembangkan
yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh seorang
konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai penampilan yang
optimal di sekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara
sistematis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan anak, mengembangkan pola
perilaku adaptif, mengendalikan diri siswa yang agresifnya tinggi, meningkatkan
kemampuan berempati, dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu yang
bertanggung jawab, memiliki interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan
masalah secara efektif dan bijaksana.
Corsini
(1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan sebagai
alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati
perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang
terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat
digunakan sebagai media pengajaran melalui proses modeling anggota kelompok
dapat belajar lebih efektif keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan
interpersonal, dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah.
Kenneth
(Sumber Lead Sabda) menyatakan bahwa teknik bermain peran (role playing)
merupakan teknik psikoterapi tahun 1930-an. Role playing yang dapat membawa
perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik dan terarah.
Mulyasa
(2004; dalam Asriyanti 2011) menyatakan empat asumsi yang mendasari teknik
bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang baik dan
nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar
lainnya.Keempat asumsi tersebut sebagai antara lain:
A. Bermain
peran dilaksanakan berdasarkan pengalaman siswa dan isi dari pelaksanaan teknik
ini yaitu pada situasi “disini pada saat ini”.
B. Bermain
peran memungkinkan siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat
dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaannya untuk
mengurangi beban emosional.
C. Teknik
bermain peran ini berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf
sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak
selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat
terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para siswa dapat
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Dengan demikian, siswa belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan
masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya
secara lebih optimal lagi.
D. Teknik
bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap,
nilai dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi
pemeranan secara spontan. Dengan demikian, siswa dapat menguji sikap dan
nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya
perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik
sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Dalam
pelaksanaannya dan kaitannya dengan kebutuhan bimbingan dan konseling termasuk
ke dalam kategori di mana individu memerankan situasi yang imaginatif dengan
tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan
keterampilan-keterampilan sosial, menganalisis perilaku atau menunjukkan pada
orang lain bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang harus
bertingkah laku.
Role
playing dalam penelitian ini pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku untuk
mengembangkan konsep diri siswa menjadi positif dan meningkatkan stabilitas
emosional siswa. Dengan dramatisasi, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan
dan memerankan suatu peranan tertentu. Melalui role playing, siswa diharapkan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga
perilakunya yang negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi
halus dan tidak emosian, siswa yang tidak dapat berempati menjadi dapat
bersikap empati, yang kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung
jawab, siswa yang kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, siswa yang
interpersonal skill nya rendah bisa menjadi bagus.
Dapat
disimpulkan bahwa dalam penggunaan teknik bermain peran (role playing), konselor
sangat memegang peranan penting dan dapat menentukan masalah, topik untuk siswa
dapat membawakan situasi role playing yang disesuaikan dari hasil need
assessment siswa sehingga dapat disusun skenario bermain peran (role playing),
setelah itu baru dapat mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman
yang dirasakan oleh siswa setelah melakukan bermain peran (role playing).
Konselor
harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun
penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, konselor
yang bijaksana akan memberikan pengarahan kepada siswa yang akan dipilih
berdasarkan hasil need assessment yang sudah dilakukan sebelumnya. Dalam hal
ini konselor menjelaskan kepada siswa bahwa siswa harus bersedia dan mau
menyadari dan membuang rasa tidak percaya diri yang ada di dalam dirinya untuk
mau tampil di depan umum dan menyadari bahwa dia memiliki kemampuan untuk
berperan, dalam permainan peran ini dilakukannya tidak perlu kaku melainkan
harus santai dan dapat menghayati peran yang dia terima sehingga tidak salah
dalam memeragakan/mendramatisasikan di depan umum dan juga dalam bermain peran
ini sistemnya spontan dan tidak menghafal naskah sebelumnya, selain itu juga
pemeran bebas memperagakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut.
B.
Metode
Pembelajaran Inkuiri
Metode
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia
atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce
(Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi
timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu :
1. aspek
sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang
siswa berdiskusi;
2. berfokus
pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya;
3. penggunaan
fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas
dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Ciri-ciri
Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Menurut
Wina sanjaya (2012 : 196) ciri-ciri strategi pembelajaran inkuiri sebagai
berikut :
1. Strategi
pembelajaran menenkankan kepada aktifitas siswa secara maksima untuk mencari
dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima
pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2. Seluruh
aktifitas yang dilakukan siswa diserahkan untuk mencari dan menemukan jawaban
sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan
sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator
dan motivator belajar siswa. Aktifitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui
proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh karena itu kemampuan guru dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
I.
Tujuan
penggunaan strategi pembelajaran inkuiri
mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai
bagian dari proses mental. Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri siswa
tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana
mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai
pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berfikir secara optimal;
namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya manakala
ia bisa menguasai materi pelajaran.
Menurut
Wina Sanjaya strategi pembelajaran inkuiri akan efektif apabila :
1. Guru
mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi pembelajaran inkuiri
penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan
tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
2. Jika
bahan pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
3. Jika
guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berfikir. Strategi inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada
siswa yang kurang memiliki kemamapuan untuk berfikir.
4. Jika
jumlah siswa yang belajar tidak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh
guru.
5. Jika
guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada
siswa.
II.
Model
Latihan Inkuiri (Inquiry Training Model)
Seperti
model pengolahan informasi yaitu Model Latihan Inkuiri atau dikenal dikalangan
akademis dengan sebutan "Inquiry Training Model". Rechard Suchman
tokoh model Latihan Inkuiri ini mengemukakan bahwa tujuan daripada Latihan
Inkuiri ialah mengembangkan keterampilan kognitif dalam melacak dan mengolah
data-data.
Di
samping itu untuk meningkatkan kemampuan melihat konsep-konsep logis serta
hubungan kausalitas dalam mengolah sendiri informasi secara produktif. Hal
tersebut akan mernbawa pebelajar-pebelajar kepada suatu pendekatan baru dalam
belajar dimana mereka membangun konsep-konsep melalui analisis episode-episode
nyata dan menemukan sendiri hubungan-hubungan antara berbagai variabel.
a) Asumsi Model Latihan Inkuiri
Model
ini bertolak dari asumsi bahwa enquiri (pelacakan) adalah persuit of meaning.
Suchman yakin bahwa orang terdorong untuk meningkatkan kompleksitas struktur
intelektualnya dan mencari hal-hal yang lebih bermakna. Sesuatu bermakna secara
intelektual bila aspek-aspek yang terpisah-pisah dalam kesadaran kita dapat dihubungkan satu sama
lain. Oleh sebab itu, pelacakan (inquiry), makna (meaning), dan ekspansi
(expansion) intelek berkaitan erat satu sama lain.
Strategi
belajar-mengajar ini dikembangkan Suchman ke dalam format sebagai berikut:
a. Pertama
bahan-bahan yang akan dilacak dikernbangkan dan disajikan kepada pebelajar,
b. Kemudian
pebelajar dibimbing melacak ke dalam situasi menduga-duga,
c. Akhimya
pebelajar menguji/menilai secara tepat proses inkuiri yang telah dilakukan
Secara ringkas model Inkuiri tersebut
dapat kita lukiskan sebagai berikut:
1. Sintaks
1. Fase
I - Mengemukakan masalah
2. Fase
II - Melacak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik verbal maupun
experementasi aktual
3. Fase
III - Analisis proses inkuiri
2. Prinsip Reaksi
1. Prinsip
reaksi Model Latihan Inkuiri ini adalah sebagai berikut:
a. Pertanyaan
yang diajukan pebelajar memungkinkan pembelajar menjawab: Ya atau Tidak,
b. Kegiatan-kegiatan
yang menimbulkan suasana kebebasan intelektual,
c. Respon-respon
atas pebelajar dengan memfokuskan kembali pertanyaan-pertanyaan mereka atau
dengan meningkatkan pelacakan.
2. Sistem
Sosial
a. Pembelajar
adalah pengendali interaksi dan jalannya proses inkuiri, tetapi kaidah-kaidah
inkuiri seperti kerjasama, kebebasan intelektual dan kesamaan tetap dipelihara.
3.
Sistem Pendukung
Dukungan yang optimal
bagi strategi latihan inkuiri ini ialah kondisi material yang dipersiapkan dan telah
terlatih memahami proses dan strategi inkuiri. Penggunaan model Latihan Inkuiri
akan memberi efek-efek pencapaian instructional dan nurturant effects.
III.
Langkah
Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Berikut
langkah-langkah penggunaan SPI menurut Wina Sajaya (2012: 201) adalah :
a)
Orientasi
Langkah
orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan
proses pembelajaran. Berbeda pada tahapan prepation dalam strategi pembelajran
ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengkondisikan agar siswa siap menerima
pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru merangsang dan mengajak siswa
untuk berfikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang
sangat penting. Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan
itu tak mungkin proses pembelajran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal
yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah :
1. Menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2. Menjelaskan
pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan. Pada tahap ini
dijelaskan langkah- langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari
langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
3. Menjelaskan
pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar.
b)
Merumuskan
Masalah
Merumuskan
masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung
teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin
dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk
mencari jawaban yang tepat.
Proses
mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab
itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga
sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berfikir.
Dengan
demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang
mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Ini penting dalam
pembelajaran inkuiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan
masalah, diantaranya :
1. Masalah
hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar
yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran,
guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah
yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada
siswa.
2. Masalah
yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti.
Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut
guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan
jawabannya secara pasti.
3. Konsep-konsep
dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh
siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri,
guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang
konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat
melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum paham konsep-konsep
yang terkandung dalam rumusan masalah.
c)
Merumuskan
Hipotesis
Hipotesis
adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai
jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi
individu untuk berfikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berfikir itu
dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira
(berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan
tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berfikir
lebih lanjut.
Oleh
sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampauan menebak pada setiap individu
harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan
berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari
suatu permasalahan yang dikaji, perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang
perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berfikir yang kokoh, sehingga
hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
Kemampuan berfikir logis itu sendiri akan
sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimliki serta keluasan
pengalaman.
Dengan
demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit
mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
d)
Mengumpulkan
Data
Mengumpulkan
data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji
hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data
merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan menggunakan potensi
berfikirnya.
Oleh
sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berfikir mencari
informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala
siswa tidak apresiasif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiasif itu
biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidak bergairahan dalam belajar.
Manakala guru menemukan gejala-gejala ketidak semacam ini, maka guru hendaknya
secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui
penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa
sehingga mereka terangsang untuk berfikir.
e)
Menguji
Hipotesis
Menguji
hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan
data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang
terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas
jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti
mengembangkan kemampuan berfikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertanggung-jawabkan.
f)
Merumuskan
Kesimpulan
Merumuskan
kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
hasil pengujian hipotesis. Menurumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam
proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh,
menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak berfokus terhadap masalah yang
hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya
guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan.
IV.
Kesulitan
dan Keunggulan Serta Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI).
A. Kesulitan-Kesulitan Penerapan SPI
Strategi
Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu
terletak pada proses belajar dan hasil
belajar.Dengan demikian budaya belajar siswa yang sebagian besar beranggapan
bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan
demikian bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama.
Hal
ini membuat hubungan belajar dengan sistem pendidikan selalu dianggap tidak
konsisten. Karena terdapat suatu kekurangan dan kelebihan dalam proses pencapaian
tujuan hasil belajar. Seperti Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran
Inkuiri (SPI) yang dapat kita ketahui dewasa ini. Walaupun Strategi
Pembelajaran Inkuiri (SPI) memiliki langkah-langkah yang efektif dan efisien
dalam pembelajarannya tetapi masih terdapat juga suatu beberapa prinsip-prinsip
pembelajaran dalam model inkuiri yang masih memiliki kelemahan dan keunggulan
terhadap proses penerapannya.
Oleh karena itu, pendidik (guru) harus bisa
melihat dan mengetahui sesuatu model strategi pembelajaran terhadap seputar
keunggulan dan kelemahan sesuatu strategi pembelajaran seperti strategi
pembelejaran inkuiri.
B. Keunggulan Strategi Pembelajaran
Inkuiri (SPI).
Adapun
keunggulan dan kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) menurut Wina Sanjaya
(2012: 208) adalah sebagai berikut:
1. SPI
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran
melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2. SPI
dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
3. SPI
merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
Keuntungan
lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
C. Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
(SPI)
1. Jika
SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengotrol kegiatan
dan keberhasilan siswa.
2. Strategi
ini sulit merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
3. Kadang-kadang
dalam mengimplemetasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Dan
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara
umum motivasi adalah dorongan sebagai suatu daya atau kekuatan yang mendorong dan mengarahkan
organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi itu sendiri terbagi
menjadi dua bagian, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Adapun
motivasi dalam belajar yaitu sebagai daya penggerak bagi peserta didik untuk
melakukan suatu yang dapat menimbulkan dan menjamin kelangsungan belajar bagi
peserta didik serta memberikan suatu arah dalam
kegiatan belajar, sehingga diharapkan tercapai suatu proses belajar. Oleh
karena itu dalam kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan, sebab
seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar atau kemauan belajar atau keinginan untuk belajar tidak ada.
Metode
merupakan bagaimana cara seorang pendidik untuk memberikan suatu teori bahan pengajaran
kepada peserta pendidik untuk mencapai suatu tujuan hasil dari belajar
pembelajar. Dengan menggunakan metode, pendidik lebih mudah menyampaikan suatu teori bahan ajar kepada peserta didik dalam
proses belajar mengajar. Sebagaimana metode belajar yang dapat digunakan
pendidik untuk mencapai suatu tujuan belajar pembelajran dalam proses belajar
mengajar,seperti menggunakan metode role playing dan metode inkuiri. Namun
didalam mengalokasikan metode tersebut, pendidik harus bisa menyesuaikan diri
dalam suasana penerapan dari metode tersebut dan pendidik harus dapat
mensiasati kekurangan dan kelemahan dari metode baik metode yang telah
dipaparkan dalam makalah ini atau metode-metode lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar