Senin, 19 Desember 2016

Civis (Kewarganegaraan)


A.Latar Belakang
Perkembangan kemajuan era global membawa dampak pengaruh kepada suatu budaya bangsa dan  negara dalam menyelenggarakan sistem tata  negara yang berkedaulatan  demokrasi yang bertitik pusat pada budaya nation character building, Kewarganegaraan bertujuan  untuk memiliki status hak dan kewajiban secara hukum sebagai warga negara dan negara,  serta  membentuk suatu pandangan kebijakan  dan status dalam melaksanakan tujuan-tujuan cita-cita  negara untuk ikut turut bergabung bersama –sama untuk menciptakan warga negara yang baik.
Proses pendewasaan ilmu kewarganegaraan melahirkan  suatu cabang  kedisiplinan ilmu yang bertujuan untuk mengkaitkan hak dan kewajiban warga negara untuk bisa ikut dan berpartisipasi dalam membangun warga negaranya yang lebih memfokuskan substansi pendalaman keilmuan dibidang  ilmu terapan. Perkembangan dan kemajuan teknologi di masyarakat kota merupakan situasi pembudayaan kebiasaan yang menjadi proses komunikasi didalam mensosialisasikan subjek dan objek dari bidang ilmu terapan civics knowing,civics skill,civics despotition yang tersusun secara terarah dan terstruktur  didalam  membentuk civics virtue.
Adapun sejarah kisah pembentukan warga negara menurut era zaman peradaban terkisahkan pada dua bangsa Romawi dan bangsa Yunani , karakteristik kearganegaraan sangat tercerminkan oleh dua bangsa tersebut dimana dilihat beberapa bagian dari sistem kemasyarakatan, pemerintahan dan pola tradisi kehidupan masyarakat dimasa pada waktu tersebut. Tetapi diantara dua bangsa tersebut memiliki kesamaan dan juga perbedaan dikarenakan dimasa Yunani Arkais, bangsa romawi sudah masuk dan menjajakan dirinya pada era masa zaman Yunani Arkeis, dimana Bangsa Yunani Menggunakan pola Huruf Romawi untuk menjadikan suatu alat komunikasi dalam bahasa ketradisian yunani yang merupakan awal mulanya masa erkais , mengenal huruf dari masa kegelapan (yunani kuno).
Terbentuknya sistem tatanan pemerintahan pada masa kekaisaran romawi dan yunani membuat negara bangsanya mengalami peradaban sebagaimana terjadinya suatu peristiwa perang dan konflik dimasa tersebut. Oleh karena itu, Yunani dan Romawi tidak bisa terlepaskan oleh para ilmuan untuk mencari sumber ilmu keilmuan untuk mengembangkan potensi dan kompetensi didalam memajukan peradaban dunia yang baradab serta menunjukkan kepada suatu pencitraan warga negara yang baik. Tujuan ilmu kewarganegaraan adalah untuk memperoleh hak dan kewajiban warga negara untuk menjadi warga negara yang baik.

B. Tujuan Penulisan
     1.      Sebagai bentuk tugas aktif mahasiswa didalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
     2.      Merupakan tugas dari mata kuliah ilmu kewarganegaraan.
     3.      Mengutip dan mengkonsepkan suatu peradaban masa Kewarganegaran Yunani dan Romawi dalam      bentuk Sejarah Civics Romawi dan Civics Yunani.

C.Masalah Penulisan

Masih jauh dari kata sempurna, dan masih terdapat kekurangan baik segala bidang subkeilmuan maupun informasi karena keterbatasan waktu dan masih dalam jenjang belajar.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Warga Negara
            Istilah “warganegara” dalam konteks kosa kata di Indonesia merujuk pada terjemahan dari kata “citizen” dalam bahasa Inggris atau “citoyen” dalam bahasa Perancis. Berawal dari konsep inilah kita bisa memberi pemaknaan yang luas mengenai warganegara.
Istilah citizen secara etimologis berasal dari masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa latin yaitu kata “civis” sebagai anggota atau warga dari suatu city-state. Selanjutnya kata ini dalam bahasa perancis di istilahkan “citoyen” yang bermakna warga dalam “cite” (kota) yang memiliki hak-hak terbatas.
Dalam terminologi modern, istilah citizen berpengaruh luas dalam menjelaskan konsep warganegara maupun kewarganegaraan sebagai kajian akademik. Menurut Turner
(1990), istilah citizen berkembang di Inggris pada abad tengah, namun menjelang ahir abad ke-19 kata tersebut saling bertukar pakai dengan kata denizen. Kedua istilah tersebut secara umum menunjuk warga atau penduduk kota sedang orang-orang yang berada diluar disebutnya”subject”.
Dalam rasionalisme Barat, Citizen amat dekat dengan gagasan tentang civility (kesopanan) dan civilization (peradaban). Untuk bisa menjadi warga kota (citizen) orang luar perlu melakukan proses civilization atau untuk menjadi urban perlu adanya proses ”citinize”, hal ini berarti bahwa tidak semua orang adalah citizen.
       I.            
           Konsep warganegara berdasar tinjauan historisnya :
         1.      Konsep warga negara secara historis
Pertama kali mengacu pada istilah polites dan polis di zaman Yunani Kuno. Ynani Kuno menerapkan model pemerintahan demokrasi yang di tunjukkan melalui polis Athena ketika Solon berkuasa pada abad-6 SM dan di teruskan dibawah kepemimpinanPericles 495 SM-429 SM. Berkenaan polites atau citizen, Aristoteles (384-322 SM), seorang filsuf Yunani mengatakan “Warga negara adalah orang-oangyang mengambil peran dalam kehidupan bernegara yaitu bisa memerintah dan di perintah.”
Pengertian warga juaga ditemukan dalam peradaban Romawi sekitar tahun 150 SM. Republik Romawi memiliki ciri-ciri yang sama dengan demokrasi Athena yaitui keduanya merupakan masyarakat-masyarakat yang bersemuka (face to face) dengan tradisi lisan (Kalidjernih, 2007). Pada masa Romawi, konsep warga berubah. Dalam istilah civis atau civitas yang berarti “kehormatan” yang tercermin dalam ungkapan Civis Ramanum Sum yang bermakna “Aku warganegara Romawi”.
Formulasi warga di ajukan oleh juris Romawi Gaius Gracchus (159-121 SM) bahwa alam semesta didefinisikan oleh yuris prudensi yang dapat dipecah-pecah kedalam manusia, tindakan dan benda atau res. Warga tidak diperlakukan sebagai mahluk politis tetapimahluk legal yang diatur oleh hukum. Formula warga di perkuat oleh St. Paul, bahwa warga adalah seseorang yang bebas bertindak berdasarkan hukum.
Pengertian warganegara selanjutnya berkembang pada aad pertengahan (Dark Age) di Eropa. Kejatuhan Empirium Romawi pada abad -5 M menjadikan wilayah Eropa terpecah-pecah kedalam berbagai kekuasaan monarki kecil seperti Perancis, Inggris, Jerman, dan Spanyol. Munisipial pada dasarnya merupakan satuan-satuan wilayah yang terdiri atas komunitas swakelolasebagai suatu bentuk pemerintahan lokal yang muncul di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Munisipial ini semacam distrik, wilayah, region, kecil yang umumnya dipimpin oleh dewan kota. Kehidupan warga munisipial pada masa itu amat dipengaruhioleh gereja dan kekuasaan feodal, penggunaa wilayah dan para baron pemilik tanah.
Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran selama ± 30th antara suku-suku bangsa di Eropa. Misalnya perang Perancis melawan Spanyol, Perancis melawan Belanda,  Swiss melawan Jerman, Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengahiri perang ini, suku bangsa yang terlibat sepakat untuk membuat perjanjian yang dikenal dengan Westphalia tahun 1648, yang mengatur pembagian daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa. Pada masa itu muncul gagasan tentang (nation state), meskipun negara bangsa baru lahir pada abad ke 18 dan 19, negara bangsa adalah negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Konsep warga berubah dari warga suatu komunitas (munisipial) berubah menjadi warga dari sebuah negara (nation state).

    2.      Pengertian terminologis warganegara
            Diakui oleh Aristoteles 2300th lalu bahwa “tidak ada pengertian umum siapakah yang dimaksud warganegara itu. Secara khusus warganegara itu akan amat berbeda dari suatu konstitusi ke konstitusi. Seseorang yang dikatakan warganegara di negara demokrasi bisa jadi bukan yang ada di sistem oligarki. Jadi menurut Aristoteles, definisi siapa yang dimaksud warganegara amat tergantung pada konstistusi negara yang menyatakannya dan hal it akan berbeda-beda pada tiap negara.
            Berbeda dengan tradisi Yunani, orang-orang Romawi yang muncul belakangan mewariskan tradisi hukum bagi dunia. Mereka berpandangan bahwa negara (republik Romawi) adalah suatu bentuk masyarakat yang diciptakan oleh hukum,merupakan suatu bentuk perjanjianbukan suatu bentuk kenyataan sosiologis dan tidak pula berlandaskan pada etika. Cicero (106-43 SM) orang Romawi yang pemikirannya sering menjadi contoh pemikiran Romawimenyatakan bahwa hubungan manusia berdasar atas hukum. Warga Romawi semasanya adalah sewarga bukan diikat oleh sedaerah atau seketurunan tetapi karena terikat hukum yang satu yaitu hukum Romawi yang disebut ius civile, sedang bagi orang-orang luar diatur melalui ius gentium. (Deliar Noer, 1999).
            Dari kedua pandangan klasik diatas, dapat disimpulakan bahwa warganegara atau lebih tepat disebut dengan istilah “warga (citizen)” menunjuk pada seseorang sebagai dari anggota dari masyarakat yang dipandang sebagai komunitas politik dan atau komunitas hukum. Penafsiran diatas tidak terlalu salah dengan analisis bahwa yang dimaksud warga adalah anggota (member) dari suatu komunitas, sebagaimana telah dinyatakan oleh Bryn S. Turner dalam (Sapriya, 2006).
            Demikian pengertian etimologis berdasar tinjauan historis maupun pengertian terminologis dari beberapa ahli. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas perlu dicatat bahwa konsep “citizen” sesungguhnya sulit untuk di terjemahkan dengan kata “warganegara” saja. Sebab citizen memiliki makna yang lebih dari sekedar anggota dari negara. Tetapi juga memuat hak-hak dan karakteristik yang melekat padanya. Sementara itu, ada yang membuat terjemahan citizen dan citizenship sebagai “warga” dan “kewargaan”. Antara citizen dan cityzenship nantinya merupakan term yang saling berkaitan.

B. Karakteristik Warga Negara
            Warganegara adalah orang yang mampu menjalankan dirinya dalam berperan di kehidupan politik, (Aristoteles). Ucapannya yang terkenal adalah “man as political animal”. Warganegara diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1.      Warganegara yang menguasai atau memerintah (the ruling).
2.      Warganegara yang dikuasai atau di perintah (the ruled).
Karakteristik warganegara yang baik menurut Aristoteles adalah adanya “civil virtue” (keutamaan sipil) dalam dirinya. Menurutnya, ada 4 komponen civic virtue yaitu:
1.    Temperance (kesederhanaan) termasuk self-control dan advoidance of extrimes.
2.     Justice (keadilan).  
3.     Courage (keberanian atau keteguhan) termasuk patriotism.
4.     Wisdom or prudance (kebijaksaan atau kesopanan) termasuk the capacity for jugtment.
Cicero (106-43 SM) menyatakan bahwa merupakan tugas warga Romawi untuk hormat dan mempertahankan ikatan bersama dan persaudaraan dengan menggantikan semua konsep yang membedakan anggota-anggota ras manusia. (Kalidjernih, 2007). Kewajiban khusus warganegara ideal adalah menempatkancivic virtue, pada masa Republik Romawi civic virtue diartikan sebagai kemauan untuk mendahulukan kepentingan publik.
Pemikiran-pemikiran abad 17 dan 18 seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan juga JJ Rousseau membawa perubahan kearahpaham individualism liberal. Kebanyakan pemikir ini menganggap manusia sebagai individu-individu dan masyarakat sebagai koleksi individu yang independen dan mengejar tujuan-tujuan pribadi (Kalidjernih, 2007).
Hobbes (1588-1679) berpendapat warganegara menunjuk manusia pada sifat politik yang fantastis, penuh nafsu, kepentingan. John Locke (1632-1704) berpendapat bahwa manusia di bekali dengan hak-hak alamiah (natural rights) sedangkan negara merupakan hasil persetujuan dari yang di perintah. Sedangkan JJ Rousseau (1712-1778) mengidealkan sebuahmasyarakat dimana tiap individu dapat mengembangkan kebebasannya dan pada saat bersamaan dapat berperilaku sebagai anggota komunitas yang besaar dan loyal, pemikiran ini pada sisi lain telah mengembangkan pemikiran kewarganegaraan republikan klasik.
Menurut Margaret Stimmann Branson dalam salah satu tulisannya ia mengembangkan adanya 6 pilar karakter bagi kewarganegaraan demokratis yaitu:
1.            Rasa percaya (trustworthiness).
2.            Rasa hormat (respect).
3.            Tanggung jawab (respnsibility).
4.            Kejujuran (fairness).
5.            Kepedulian (caring).
6.            Kewarganegaraan (cityzenship).
Cogan & Derricott (1998) mengidentifikasikan perlunya warganegara memiliki 8 karakteristik yang dipandang sebagai cerminan warganegara ideal abad 21. Kedelapan karakteristik tersebut adalah:
1.            Kemampuan untuk melihat dan mendekati masalah sebagai anggota masyarakat global.
2.     Kemampuan bekerjasama dengan yang lain dengan cara yang kooperatif dan menerima tanggung jawab atas peran/ tugasnya di dalam masyarakat.
3.          Kemampuan memahami, menerima, menghargai dan dapat menerima perbedaan-perbedaan budaya.
4.            Kapasitas berfikir dengan cara yang kritis dan sistematis.
5.            Keinginan untuk menyelesaikan konflik dengan cara tanpa kekerasan.
6.    Keinginan untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtifnya untuk melindungi lingkungan.
7.         Kemampuan bersikap sensitif dan melindung hak asasi manusia misalnya, hak wanita, hak etnis minoritas, dll.
8.          Keinginan dan kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Louis Douglas dalam Global Citizenship (2002) memandang warganegara global sebagai orang/ masyarakat yang:
1.                   Menyadari dunia secara luas dan mempunyai perasaan sendiri sebagai warganegara dunia.
2.                   Pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman.
3.            Memiliki satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural teknologi, dan lingkungan.
4.                     Menolak ketidakadilan sosial
5.                     Berpartisipasi dan berperan luas dalam masyarakat mulai tingkat lokal sampai global.
6.                     Memiliki kemauan untuk bertindak dan membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut.
7.                     Bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan mereka.
Berdasarakan ringkasan pemikiran diatas, dapatlah diketahui bagaimana perihal dan kreteria dari warganegara indonesia dengan cara melihat rumusanya dalam konstitusi negara Indonesia UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
 Dalam pembukaan UUD 1945 dicitakan terwujudnya bangsa (manusia dan masyarakat) Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Salah satu tugas nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa atau dengan kata lain ingin mewujudkan bangsa yang cerdas.
UU No 20 th 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 37, “ ...manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Dalam ketetapan MPR NO VII/MPR/2001 yang dinyatakan masih berlaku terdapat visi Indonesia masa depan, yang di idealkan adalah terwujudnya bangsa yang religius, manusiawi, adil, bersatu, demokratis, adil dan sejahtera, maju, mandiri, baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Bangsa atau masyarakat yang demikian yang merupakan ciri dari masyarakat madani di Indonesia (Hamdan Mansoer, 2005).

C. Konsep Hak dan Kewajiban Warganegara
Salah satu kepemilikan yang melekat dalam diri identitas seorang warga adalah hak dan kewajiban secara resiprokalitas. Artinya ia memiliki hubungn timbal balik dengan komunitasnya yaitu hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

1. Perkembangan konsep hak dan kewajiban warganegara
Man is political animal yang muncul dari tradisi Yunani Kuno lebih menekankan bahwa warganegara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, sedangkan kewajiban tidak banyak di ungkap.
Pada zaman Romawi ada perubahan dari zoon politiconmenuju legalis homo, dari manusia dalam status sosio politik menjadi warganegara dalam status hukum. Kemudian Romawi memunculkan ajaran Kristiani yang mendominasi Eropa pada abad pertengahan. Thomas Aquinas(1229-1274) salah seorang tokoh Kristiani abad pertengahan menyatakan bahwa tujuan bernegara adalah agar manusia mencapai kebahagiaan abadi. Adalah menjadi kewajiban setiap orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Pemikiran kewarganegaraan yang berkembang setelah abad pertengahan adalah kewarganegaraan yang berbasis pada hak yaitu dengan munculnya paham individualisme liberalisme. Istilahnatural rights yang dikemukakan John Locke ini berkembang menjadi human rights istilah ini dikemukakan oleh Eleanor Roosevelt atau hak asasi manusia smapai saat ini. Dengan demikian perkembangan hak kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan hak asasi manusia.
Kewarganegaraan yang berbasis hak diperkuat oleh TH Marshall dalam buku Citizenship and Social Class (1950) yang mengkonseptualisasi kewarganegaraan atas dasar tiga hak yaitu hak sipil, hak politik, dan hak sosial. Hak sipil mencangkup perlindungan individu untuk bebas yaitu kebebasan berbicara, berkeyakinan, berhak atas keadilan. Hak politik mencakup hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Hak sosial adalah hak atas pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.
Kategori kewarganegaraan berbasis hak model Marshall dikemaskan sebagai berikut:
         1.      Periode Rights Institutions
         2.      17-18th  centuries
         3.      18-19th centuries
         4.      19-20th centurie Civil rights
         5.      Political rigts
         6.      Social rights Jury system
         7.      Parliaments
         8.      Welfare state
            Dimensi hak kewarganegaraan Marshall selanjutnya direvisi dan dikembangkan oleh Bryan S Turner yaitu munculnya hak kultural dan hak ekonomi (Kalidjernih, 2007). Turner mengajukan revisi mengenai model kewarganegaraan secara historis. Hak legal (revisi atas hak sipil pada model TH Marshall) muncul pada negara kota yang warganya disebut denizen. Perkembangan berikut adalah munculnya negara bangsa (nation state) dimana warga negara (citizen) berbasis pada hak politik. Bentuk berikutnya adalah negara kesejahteraan yang berbasis pada hak-hak sosial.
Secara skematis kategori kewarganegaraan berbasis hak hasil revisi Turner tersebut sebagai berikut:  
  1. Periode  Person Rights
  2.  City-state
  3. Nation-state
  4. Welfare-state
  5.  Global-capitalism   
  6. Denizen
  7.  Citizen
  8. Social citizen
  9.  Human being 
  10. Legal rights
  11. Political rights
  12. Social rights
  13.  Human rights
Pertumbuhan hak asasi manusia sendiri sampai saat ini, menjadi tahap-tahap sebagai berikut dan bisa dibedakan menjadi tiga generasi yaitu:
1.       Generasi pertama adalah Hak Sipil dan Politik yang bermula di dunia Barat (Eropa), contohnya; hak atas hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak berkumpul dan hak untuk berserikat.
2.                  Generasi kedua adalah Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang diperjuangkan oleh negara Sosialis di Eropa Timur, misalnya; hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak membentuk serikat pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas perumahan, pendidikan dan hak atas jaminan sosial.
3.           Generasi ketiga adalah Hak Perdamaian dan Pembangunan yang di perjuangkan oleh negara-negara berkembang (Asia-Afrika), misalkan; hak bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain dan hak mendapat kedamaian.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya generasi keempat hak asasi manusia (Tim ICCE UIN, 2003). Hak asasi manusia generasi keempat ini mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang berfokus pembangunan ekonomi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi keadilan rakyat. Hak asasi manusia generasi keempat di pelopori oleh negara-negara Asia pada tahun 1983 yang melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang di sebut Declaration df The Basic Duties of Asia People and Goverment.

2. Hak asasi manusia dan hak warganegara
Perjuangan dan pengakuan hak asasi manusia mencapai puncaknya ketika pada tanggal 10 Desember 1948 Universal Declaration of Human Rights, atau pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia, diterima sebagai piagam bersama PBB.Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Deklarasi PBB tahun 1966 menhasilkan dua macam hak asasi manusia yaitu hak sipil dan hak politik yang tertuang dalamInternational Convenant on Civil and Political Rights dan hak ekonomi, sosial dan budaya yang tenang dalam International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights.
Yang termasuk hak-hak sipil dan politikpolitik adalah:
a.              Hak atas hidup,
b.              Hak atas kebebasan dan keamanan dirinya,
c.              Hak atas keamanan di muka badan-badan peradilan,
d.             Hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan (conscience), beragama,
e.              Hak untuk mempunyai pendapat tanpa adanya gangguan,
f.               Hak atas kebebasan berkumpul secara damai, dan
g.              Hak untuk berserikat.
Sedangkan hak asasi ekonomi, sosial dan budaya meliputi:
a.              Hak atas pekerjaan,
b.              Hak untuk membentuk serikat kerja,
c.              Hak atas pensiun,
d.         Hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakain, perumahan, dan
e.              Hak atas pendidikan.
Center of Civic Education (CCE) USA dalam Res Publica: An International Framework For Education In Democtracy, Revised 2006. Secara umum mengklasifikasikan adanya tiga kategori hak asasi manusia, yaitu:
1.          Personal, civil, and political rights. Katagori ini mencakup hak-hak esensial bagi kebebasan dan pemerintahan sendiri, meliputi hak individu untuk bebas berkeyakinan, bepikir, berbicara, dan mengekspresikan.
2.          Economic and social rights. Kategori ini mencakup hak-hak esensial bagi kehidupan dan kehormatan manusia, meliputi hak atas kekayaan, kepemilikan, persamaan sosial dan standar hidup layak, sehat, dan aman.
3.          Cultural and solidarity rights. Kategori ini mencakup hak-hak esensial bagi penghargaan atas nilai-nilai tradisi kelompok dari orang-orang diseluruh dunia.
Di Indonesia, hak asasi manusia dicantumkan  pada pasal 28 A-28 I UUD 1945. Hak warganegara Indonesia diatur pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34 UUD 1945. Secara rinci hak asasi manusia dan hak warganegara dalam konstitusi warga negara indonesia meliputi:
1.            Pasal 27 ayat 1: hak atas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan.
2.            Pasal 27 ayat 2: hak atas pekerjaan dan penghidupan yang  layak.
3.            Pasal 27 ayat 3: hak untuk membela negara.
4.            Pasal 28: kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran.
5.            Pasal 28 A sampai 28 J: hak asasi manusia.
6.            Pasal 29 ayat 1: kemerdekaan beragama dan beribadah.
7.            Pasal 30: hak atas usaha pertahanan dan keaman negara.
8.            Pasal 31: hak mendapatkan pendidikan.
9.            Pasal 32: hak mengembangkan dan memelihara budaya.
10.        Pasal 33: hak atas kehidupan ekonomi.
11.        Pasal 34: hak atas jaminan sosial.
Derek Heater dalam buku What is Citizenship (1999) mencatat ada empat varian yaitu:
1.               Rights effectively denied (hak-hak yang secara efektif diabaikan), misalnmya hak suara bagi kaum perempuan pada masa abad tengah.
2.               Rights not defined but mainly avaliable (hak-hak yang tidak ditentukan tetapi dijalankan), ini dicontohkanpada masa kerajaan Inggris dahulu.
3.               Rights defined in distroted form (hak-hak yang ditentukan tetapi disimpangkan), contohnya hak-hak yang ditentukan dalam konstitusi soviet, tetapi makna menyimpng karena telah di sesuaikan dengan pada ideologi negara.
4.               Rights defined but difficutis in practice (hak-hak yang didefinisikan tetapi sulit dalam praktiknya).

3. Kewajiban warganegara                  
Kebebasan dan tanggung jawab adalah dua haal yang bertolak belakang tetapi juga bersifat saling ketergantungan. Tanggung jawab atau pertanggungjawaban sebagai suatu kualitas moral merupakan wujud pengendalian  yang bersifat alamiah dan sukarela atas kebebasan. (Asshiddiqie, 2006). Ideologi liberalisme menekankan pada kebebasan dan hak asasi manusia, sednagkan ideologi sosialisme komunisme menekankan prinsip-prinsip kolektivisme.
Konsep tentang kewajiban, tanggung jawab dan tugas warganegara muncul dalam sejarah Yunani Kuno dan semakin menguat pada masa Republik Romawi yang menekankan padarule of law and civic virtue.
1.      Tugas warganegara pada masa Yunani adalah menjalani perang atas nama raja maupun negara.
2.            Pada sistem demokrasi athena tugas warga adalah menjadi politisi atau legislator di dewan atau menjadi anggota juri di pengadilan.
3.             Pada masa Romawi warga didudukkan pada status legal yang berhubungan dengan negara sebagai hukum.
4.               Warga negara memiliki kewajiban taat pada hukum, misalnya membayar pajak.
5.               Berpartisipasi dalam tugas militer sebagai pelindung dan penyeimbang negara.
Di negara demokrasi, tanggung jawab dan hak secara inheren berdifat resiprokal. Waraga negara adalah pemilik dari negara, dengan demikian sudah seharusnya ia mengisi kepemilikan itu dengan bertanggung jawab demi kelangsungan sistem politik negara termasuk kelangsungan masa depan generasinya. Beberapa contoh tanggung jawab warganegara dalam sistem politik demokrasi adalah menaati hukum, menghargai hak orang lain, taat pada norma yang ada, menjadi juri (hakim), membayar pajak, tugas militer, dan memberikan suara.
Dalam UU 1945 sebagai konstitusi negara indonesia, rumusan mengenai kewajiban ini di tempatkan secara bersanding dengan pasal-pasal baikmengenai hak asasi manusia maupun hak warganegara. Pasal 28 J UUD 1945 menyatakan sebagai berikut:
1.       Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia antara lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.                 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratif.
Pasal ini berisi tentang kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah menghormati hak orang lain, tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian bangsa Indonesia berpandangan bahwa selain hak asai manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1.        Kewajiban warganegara Indonesia misalnya wajib menjunjung hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1 UUD 1945),
2.        Wajib ikut serta dalam upaya dalam pembelaan negara (pasal 27 ayat 3 UUD 1945),
3.    Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1 UUD 1945),
4.        Dan wajib mengikuti pendidikan dasar (pasal 31 ayat 2 UUD 1945).


BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Setiap bangsa memiliki sejarah dalam keabadian suatu kisah merebut pengalihan kekuasan dalam menjalankan literatur roda pemerintahan negara dan bangsa. Kedaulatan dan hak politik menjadi suatu objek dan subjek didalam menggunakan kewenangan kekuasan dalam pemerintahan untuk menjalankan dan melaksanakan kepentingan berbangsa dan bernegara untuk memberikan pelayanan layanan terhadap warga negara didalam menciptakan warga negara yang baik sesuai dengan cita-cita negara itu sendiri. Dengan demikian untuk memperoleh status kewarganegaraan warga negara harus memiliki suatu kekuatan dalam legalitas dalam kecakapan hukum untuk menjadi seorang warga negara yang baik, ataupun penggunaan hak dan kewajiban warga negara sudah merupakan hak dan kewajiban warga negara itu sendiri untuk menjalankan fungsi dan tugas serta tujuan untuk menjadi warga negara yang baik dalam bernegara dan berbangsa.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar