A.Latar Belakang
Perkembangan
kemajuan era global membawa dampak pengaruh kepada suatu budaya bangsa dan negara dalam menyelenggarakan sistem
tata negara yang berkedaulatan demokrasi yang bertitik pusat pada budaya
nation character building, Kewarganegaraan bertujuan untuk memiliki status hak dan kewajiban secara
hukum sebagai warga negara dan negara, serta membentuk suatu pandangan kebijakan dan status dalam melaksanakan tujuan-tujuan
cita-cita negara untuk ikut turut
bergabung bersama –sama untuk menciptakan warga negara yang baik.
Proses
pendewasaan ilmu kewarganegaraan melahirkan suatu cabang kedisiplinan ilmu yang bertujuan untuk
mengkaitkan hak dan kewajiban warga negara untuk bisa ikut dan berpartisipasi
dalam membangun warga negaranya yang lebih memfokuskan substansi pendalaman
keilmuan dibidang ilmu terapan.
Perkembangan dan kemajuan teknologi di masyarakat kota merupakan situasi
pembudayaan kebiasaan yang menjadi proses komunikasi didalam mensosialisasikan
subjek dan objek dari bidang ilmu terapan civics knowing,civics skill,civics
despotition yang tersusun secara terarah dan terstruktur didalam membentuk civics virtue.
Adapun
sejarah kisah pembentukan warga negara menurut era zaman peradaban terkisahkan
pada dua bangsa Romawi dan bangsa Yunani , karakteristik kearganegaraan sangat
tercerminkan oleh dua bangsa tersebut dimana dilihat beberapa bagian dari
sistem kemasyarakatan, pemerintahan dan pola tradisi kehidupan masyarakat
dimasa pada waktu tersebut. Tetapi diantara dua bangsa tersebut memiliki
kesamaan dan juga perbedaan dikarenakan dimasa Yunani Arkais, bangsa romawi
sudah masuk dan menjajakan dirinya pada era masa zaman Yunani Arkeis, dimana
Bangsa Yunani Menggunakan pola Huruf Romawi untuk menjadikan suatu alat
komunikasi dalam bahasa ketradisian yunani yang merupakan awal mulanya masa
erkais , mengenal huruf dari masa kegelapan (yunani kuno).
Terbentuknya
sistem tatanan pemerintahan pada masa kekaisaran romawi dan yunani membuat
negara bangsanya mengalami peradaban sebagaimana terjadinya suatu peristiwa
perang dan konflik dimasa tersebut. Oleh karena itu, Yunani dan Romawi tidak
bisa terlepaskan oleh para ilmuan untuk mencari sumber ilmu keilmuan untuk
mengembangkan potensi dan kompetensi didalam memajukan peradaban dunia yang
baradab serta menunjukkan kepada suatu pencitraan warga negara yang baik.
Tujuan ilmu kewarganegaraan adalah untuk memperoleh hak dan kewajiban warga
negara untuk menjadi warga negara yang baik.
B. Tujuan Penulisan
1.
Sebagai bentuk tugas aktif mahasiswa
didalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.
Merupakan tugas dari mata kuliah ilmu
kewarganegaraan.
3.
Mengutip dan mengkonsepkan suatu peradaban
masa Kewarganegaran Yunani dan Romawi dalam bentuk Sejarah Civics Romawi dan
Civics Yunani.
C.Masalah Penulisan
Masih jauh dari kata sempurna, dan masih terdapat kekurangan baik segala bidang subkeilmuan maupun informasi karena keterbatasan waktu dan masih dalam jenjang belajar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Warga Negara
Istilah “warganegara” dalam konteks
kosa kata di Indonesia merujuk pada terjemahan dari kata “citizen” dalam bahasa
Inggris atau “citoyen” dalam bahasa Perancis. Berawal dari konsep inilah kita
bisa memberi pemaknaan yang luas mengenai warganegara.
Istilah citizen secara
etimologis berasal dari masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa latin yaitu
kata “civis” sebagai anggota atau warga dari suatu city-state. Selanjutnya kata
ini dalam bahasa perancis di istilahkan “citoyen” yang bermakna warga dalam
“cite” (kota) yang memiliki hak-hak terbatas.
Dalam terminologi
modern, istilah citizen berpengaruh luas dalam menjelaskan konsep warganegara
maupun kewarganegaraan sebagai kajian akademik. Menurut Turner
(1990), istilah citizen
berkembang di Inggris pada abad tengah, namun menjelang ahir abad ke-19 kata
tersebut saling bertukar pakai dengan kata denizen. Kedua istilah tersebut
secara umum menunjuk warga atau penduduk kota sedang orang-orang yang berada
diluar disebutnya”subject”.
Dalam rasionalisme
Barat, Citizen amat dekat dengan gagasan tentang civility (kesopanan) dan
civilization (peradaban). Untuk bisa menjadi warga kota (citizen) orang luar
perlu melakukan proses civilization atau untuk menjadi urban perlu adanya
proses ”citinize”, hal ini berarti bahwa tidak semua orang adalah citizen.
I.
Konsep warganegara berdasar tinjauan historisnya :
Konsep warganegara berdasar tinjauan historisnya :
1.
Konsep
warga negara secara historis
Pertama kali mengacu
pada istilah polites dan polis di zaman Yunani Kuno. Ynani Kuno menerapkan
model pemerintahan demokrasi yang di tunjukkan melalui polis Athena ketika
Solon berkuasa pada abad-6 SM dan di teruskan dibawah kepemimpinanPericles 495
SM-429 SM. Berkenaan polites atau citizen, Aristoteles (384-322 SM), seorang
filsuf Yunani mengatakan “Warga negara adalah orang-oangyang mengambil peran
dalam kehidupan bernegara yaitu bisa memerintah dan di perintah.”
Pengertian warga juaga
ditemukan dalam peradaban Romawi sekitar tahun 150 SM. Republik Romawi memiliki
ciri-ciri yang sama dengan demokrasi Athena yaitui keduanya merupakan
masyarakat-masyarakat yang bersemuka (face to face) dengan tradisi lisan
(Kalidjernih, 2007). Pada masa Romawi, konsep warga berubah. Dalam istilah
civis atau civitas yang berarti “kehormatan” yang tercermin dalam ungkapan
Civis Ramanum Sum yang bermakna “Aku warganegara Romawi”.
Formulasi warga di
ajukan oleh juris Romawi Gaius Gracchus (159-121 SM) bahwa alam semesta
didefinisikan oleh yuris prudensi yang dapat dipecah-pecah kedalam manusia,
tindakan dan benda atau res. Warga tidak diperlakukan sebagai mahluk politis
tetapimahluk legal yang diatur oleh hukum. Formula warga di perkuat oleh St.
Paul, bahwa warga adalah seseorang yang bebas bertindak berdasarkan hukum.
Pengertian warganegara
selanjutnya berkembang pada aad pertengahan (Dark Age) di Eropa. Kejatuhan
Empirium Romawi pada abad -5 M menjadikan wilayah Eropa terpecah-pecah kedalam
berbagai kekuasaan monarki kecil seperti Perancis, Inggris, Jerman, dan
Spanyol. Munisipial pada dasarnya merupakan satuan-satuan wilayah yang terdiri
atas komunitas swakelolasebagai suatu bentuk pemerintahan lokal yang muncul di
Eropa pada abad ke 11 dan 12. Munisipial ini semacam distrik, wilayah, region,
kecil yang umumnya dipimpin oleh dewan kota. Kehidupan warga munisipial pada
masa itu amat dipengaruhioleh gereja dan kekuasaan feodal, penggunaa wilayah
dan para baron pemilik tanah.
Di awal abad ke-17
terjadi perang besar-besaran selama ± 30th antara suku-suku bangsa di Eropa.
Misalnya perang Perancis melawan Spanyol, Perancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, Spanyol melawan
Belanda, dan sebagainya. Untuk mengahiri perang ini, suku bangsa yang terlibat
sepakat untuk membuat perjanjian yang dikenal dengan Westphalia tahun 1648,
yang mengatur pembagian daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa. Pada masa
itu muncul gagasan tentang (nation state), meskipun negara bangsa baru lahir
pada abad ke 18 dan 19, negara bangsa adalah negara yang lahir karena semangat
nasionalisme. Konsep warga berubah dari warga suatu komunitas (munisipial)
berubah menjadi warga dari sebuah negara (nation state).
2.
Pengertian
terminologis warganegara
Diakui oleh Aristoteles 2300th lalu
bahwa “tidak ada pengertian umum siapakah yang dimaksud warganegara itu. Secara
khusus warganegara itu akan amat berbeda dari suatu konstitusi ke konstitusi.
Seseorang yang dikatakan warganegara di negara demokrasi bisa jadi bukan yang
ada di sistem oligarki. Jadi menurut Aristoteles, definisi siapa yang dimaksud
warganegara amat tergantung pada konstistusi negara yang menyatakannya dan hal
it akan berbeda-beda pada tiap negara.
Berbeda dengan tradisi Yunani,
orang-orang Romawi yang muncul belakangan mewariskan tradisi hukum bagi dunia.
Mereka berpandangan bahwa negara (republik Romawi) adalah suatu bentuk
masyarakat yang diciptakan oleh hukum,merupakan suatu bentuk perjanjianbukan
suatu bentuk kenyataan sosiologis dan tidak pula berlandaskan pada etika.
Cicero (106-43 SM) orang Romawi yang pemikirannya sering menjadi contoh
pemikiran Romawimenyatakan bahwa hubungan manusia berdasar atas hukum. Warga
Romawi semasanya adalah sewarga bukan diikat oleh sedaerah atau seketurunan
tetapi karena terikat hukum yang satu yaitu hukum Romawi yang disebut ius
civile, sedang bagi orang-orang luar diatur melalui ius gentium. (Deliar Noer,
1999).
Dari kedua pandangan klasik diatas,
dapat disimpulakan bahwa warganegara atau lebih tepat disebut dengan istilah
“warga (citizen)” menunjuk pada seseorang sebagai dari anggota dari masyarakat
yang dipandang sebagai komunitas politik dan atau komunitas hukum. Penafsiran
diatas tidak terlalu salah dengan analisis bahwa yang dimaksud warga adalah
anggota (member) dari suatu komunitas, sebagaimana telah dinyatakan oleh Bryn
S. Turner dalam (Sapriya, 2006).
Demikian pengertian etimologis
berdasar tinjauan historis maupun pengertian terminologis dari beberapa ahli.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas perlu dicatat bahwa konsep “citizen”
sesungguhnya sulit untuk di terjemahkan dengan kata “warganegara” saja. Sebab
citizen memiliki makna yang lebih dari sekedar anggota dari negara. Tetapi juga
memuat hak-hak dan karakteristik yang melekat padanya. Sementara itu, ada yang
membuat terjemahan citizen dan citizenship sebagai “warga” dan “kewargaan”.
Antara citizen dan cityzenship nantinya merupakan term yang saling berkaitan.
B.
Karakteristik Warga Negara
Warganegara adalah orang yang mampu
menjalankan dirinya dalam berperan di kehidupan politik, (Aristoteles).
Ucapannya yang terkenal adalah “man as political animal”. Warganegara
diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Warganegara yang menguasai atau
memerintah (the ruling).
2. Warganegara yang dikuasai atau di
perintah (the ruled).
Karakteristik
warganegara yang baik menurut Aristoteles adalah adanya “civil virtue” (keutamaan
sipil) dalam dirinya. Menurutnya, ada 4 komponen civic virtue yaitu:
1. Temperance (kesederhanaan) termasuk
self-control dan advoidance of extrimes.
2. Justice (keadilan).
3. Courage (keberanian atau keteguhan)
termasuk patriotism.
4. Wisdom or prudance (kebijaksaan atau
kesopanan) termasuk the capacity for jugtment.
Cicero
(106-43 SM) menyatakan bahwa merupakan tugas warga Romawi untuk hormat dan
mempertahankan ikatan bersama dan persaudaraan dengan menggantikan semua konsep
yang membedakan anggota-anggota ras manusia. (Kalidjernih, 2007). Kewajiban
khusus warganegara ideal adalah menempatkancivic virtue, pada masa Republik
Romawi civic virtue diartikan sebagai kemauan untuk mendahulukan kepentingan
publik.
Pemikiran-pemikiran
abad 17 dan 18 seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan juga JJ Rousseau membawa
perubahan kearahpaham individualism liberal. Kebanyakan pemikir ini menganggap
manusia sebagai individu-individu dan masyarakat sebagai koleksi individu yang
independen dan mengejar tujuan-tujuan pribadi (Kalidjernih, 2007).
Hobbes
(1588-1679) berpendapat warganegara menunjuk manusia pada sifat politik yang
fantastis, penuh nafsu, kepentingan. John Locke (1632-1704) berpendapat bahwa
manusia di bekali dengan hak-hak alamiah (natural rights) sedangkan negara merupakan
hasil persetujuan dari yang di perintah. Sedangkan JJ Rousseau (1712-1778)
mengidealkan sebuahmasyarakat dimana tiap individu dapat mengembangkan
kebebasannya dan pada saat bersamaan dapat berperilaku sebagai anggota
komunitas yang besaar dan loyal, pemikiran ini pada sisi lain telah
mengembangkan pemikiran kewarganegaraan republikan klasik.
Menurut
Margaret Stimmann Branson dalam salah satu tulisannya ia mengembangkan adanya 6
pilar karakter bagi kewarganegaraan demokratis yaitu:
1.
Rasa percaya (trustworthiness).
2.
Rasa hormat (respect).
3.
Tanggung jawab (respnsibility).
4.
Kejujuran (fairness).
5.
Kepedulian (caring).
6.
Kewarganegaraan (cityzenship).
Cogan
& Derricott (1998) mengidentifikasikan perlunya warganegara memiliki 8
karakteristik yang dipandang sebagai cerminan warganegara ideal abad 21.
Kedelapan karakteristik tersebut adalah:
1.
Kemampuan untuk melihat dan mendekati
masalah sebagai anggota masyarakat global.
2. Kemampuan bekerjasama dengan yang lain
dengan cara yang kooperatif dan menerima tanggung jawab atas peran/ tugasnya di
dalam masyarakat.
3. Kemampuan memahami, menerima, menghargai
dan dapat menerima perbedaan-perbedaan budaya.
4.
Kapasitas berfikir dengan cara yang
kritis dan sistematis.
5.
Keinginan untuk menyelesaikan konflik
dengan cara tanpa kekerasan.
6. Keinginan untuk mengubah gaya hidup dan
kebiasaan konsumtifnya untuk melindungi lingkungan.
7. Kemampuan bersikap sensitif dan
melindung hak asasi manusia misalnya, hak wanita, hak etnis minoritas, dll.
8. Keinginan dan kemampuan untuk ikut serta
dalam politik pada tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Louis
Douglas dalam Global Citizenship (2002) memandang warganegara global sebagai
orang/ masyarakat yang:
1. Menyadari dunia secara luas dan
mempunyai perasaan sendiri sebagai warganegara dunia.
2. Pengakuan terhadap nilai-nilai
keberagaman.
3. Memiliki satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural teknologi, dan lingkungan.
3. Memiliki satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis, politis, sosial, kultural teknologi, dan lingkungan.
4.
Menolak ketidakadilan sosial
5.
Berpartisipasi dan berperan luas dalam
masyarakat mulai tingkat lokal sampai global.
6.
Memiliki kemauan untuk bertindak dan
membuat dunia sebagai suatu tempat yang patut.
7.
Bertanggung jawab terhadap
tindakan-tindakan mereka.
Berdasarakan
ringkasan pemikiran diatas, dapatlah diketahui bagaimana perihal dan kreteria
dari warganegara indonesia dengan cara melihat rumusanya dalam konstitusi
negara Indonesia UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Dalam pembukaan UUD 1945 dicitakan terwujudnya
bangsa (manusia dan masyarakat) Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur. Salah satu tugas nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa atau
dengan kata lain ingin mewujudkan bangsa yang cerdas.
UU
No 20 th 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 37, “ ...manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Dalam ketetapan MPR NO
VII/MPR/2001 yang dinyatakan masih berlaku terdapat visi Indonesia masa depan,
yang di idealkan adalah terwujudnya bangsa yang religius, manusiawi, adil,
bersatu, demokratis, adil dan sejahtera, maju, mandiri, baik dan bersih dalam
penyelenggaraan negara. Bangsa atau masyarakat yang demikian yang merupakan
ciri dari masyarakat madani di Indonesia (Hamdan Mansoer, 2005).
C.
Konsep Hak dan Kewajiban Warganegara
Salah satu kepemilikan
yang melekat dalam diri identitas seorang warga adalah hak dan kewajiban secara
resiprokalitas. Artinya ia memiliki hubungn timbal balik dengan komunitasnya
yaitu hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.
1. Perkembangan konsep
hak dan kewajiban warganegara
Man is political animal
yang muncul dari tradisi Yunani Kuno lebih menekankan bahwa warganegara
memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, sedangkan kewajiban tidak
banyak di ungkap.
Pada zaman Romawi ada
perubahan dari zoon politiconmenuju legalis homo, dari manusia dalam status sosio
politik menjadi warganegara dalam status hukum. Kemudian Romawi memunculkan
ajaran Kristiani yang mendominasi Eropa pada abad pertengahan. Thomas
Aquinas(1229-1274) salah seorang tokoh Kristiani abad pertengahan menyatakan
bahwa tujuan bernegara adalah agar manusia mencapai kebahagiaan abadi. Adalah
menjadi kewajiban setiap orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Pemikiran
kewarganegaraan yang berkembang setelah abad pertengahan adalah kewarganegaraan
yang berbasis pada hak yaitu dengan munculnya paham individualisme liberalisme.
Istilahnatural rights yang dikemukakan John Locke ini berkembang menjadi human
rights istilah ini dikemukakan oleh Eleanor Roosevelt atau hak asasi manusia
smapai saat ini. Dengan demikian perkembangan hak kewarganegaraan tidak bisa
dipisahkan dari sejarah perkembangan hak asasi manusia.
Kewarganegaraan yang
berbasis hak diperkuat oleh TH Marshall dalam buku Citizenship and Social Class
(1950) yang mengkonseptualisasi kewarganegaraan atas dasar tiga hak yaitu hak
sipil, hak politik, dan hak sosial. Hak sipil mencangkup perlindungan individu
untuk bebas yaitu kebebasan berbicara, berkeyakinan, berhak atas keadilan. Hak
politik mencakup hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Hak sosial adalah hak
atas pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.
Kategori
kewarganegaraan berbasis hak model Marshall dikemaskan sebagai berikut:
1.
Periode Rights Institutions
2.
17-18th centuries
3.
18-19th centuries
4.
19-20th centurie Civil rights
5.
Political rigts
6.
Social rights Jury system
7.
Parliaments
8.
Welfare state
Dimensi hak kewarganegaraan
Marshall selanjutnya direvisi dan dikembangkan oleh Bryan S Turner yaitu
munculnya hak kultural dan hak ekonomi (Kalidjernih, 2007). Turner mengajukan
revisi mengenai model kewarganegaraan secara historis. Hak legal (revisi atas
hak sipil pada model TH Marshall) muncul pada negara kota yang warganya disebut
denizen. Perkembangan berikut adalah munculnya negara bangsa (nation state)
dimana warga negara (citizen) berbasis pada hak politik. Bentuk berikutnya
adalah negara kesejahteraan yang berbasis pada hak-hak sosial.
Secara skematis
kategori kewarganegaraan berbasis hak hasil revisi Turner tersebut sebagai
berikut:
- Periode Person Rights
- City-state
- Nation-state
- Welfare-state
- Global-capitalism
- Denizen
- Citizen
- Social citizen
- Human being
- Legal rights
- Political rights
- Social rights
- Human rights
Pertumbuhan hak asasi
manusia sendiri sampai saat ini, menjadi tahap-tahap sebagai berikut dan bisa
dibedakan menjadi tiga generasi yaitu:
1. Generasi pertama adalah Hak Sipil dan
Politik yang bermula di dunia Barat (Eropa), contohnya; hak atas hidup, hak
atas kebebasan dan keamanan, hak atas kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan
berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak berkumpul dan hak untuk berserikat.
2.
Generasi kedua adalah Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya yang diperjuangkan oleh negara Sosialis di Eropa Timur,
misalnya; hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak membentuk
serikat pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas perumahan, pendidikan dan
hak atas jaminan sosial.
3. Generasi ketiga adalah Hak Perdamaian
dan Pembangunan yang di perjuangkan oleh negara-negara berkembang
(Asia-Afrika), misalkan; hak bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk
merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain dan hak mendapat kedamaian.
Perkembangan berikutnya
adalah munculnya generasi keempat hak asasi manusia (Tim ICCE UIN, 2003). Hak
asasi manusia generasi keempat ini mengkritik peranan negara yang sangat
dominan dalam proses pembangunan yang berfokus pembangunan ekonomi sehingga
menimbulkan dampak negatif bagi keadilan rakyat. Hak asasi manusia generasi
keempat di pelopori oleh negara-negara Asia pada tahun 1983 yang melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang di sebut Declaration df The Basic Duties of
Asia People and Goverment.
2. Hak asasi manusia
dan hak warganegara
Perjuangan dan
pengakuan hak asasi manusia mencapai puncaknya ketika pada tanggal 10 Desember
1948 Universal Declaration of Human Rights, atau pernyataan sedunia tentang
hak-hak asasi manusia, diterima sebagai piagam bersama PBB.Universal
Declaration of Human Rights menyatakan bahwa semua orang dilahirkan merdeka dan
mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Deklarasi PBB tahun
1966 menhasilkan dua macam hak asasi manusia yaitu hak sipil dan hak politik
yang tertuang dalamInternational Convenant on Civil and Political Rights dan
hak ekonomi, sosial dan budaya yang tenang dalam International Convenant on
Economic, Social and Cultural Rights.
Yang termasuk hak-hak
sipil dan politikpolitik adalah:
a.
Hak atas hidup,
b.
Hak atas kebebasan dan keamanan dirinya,
c.
Hak atas keamanan di muka badan-badan
peradilan,
d.
Hak atas kebebasan berpikir, mempunyai
keyakinan (conscience), beragama,
e.
Hak untuk mempunyai pendapat tanpa
adanya gangguan,
f.
Hak atas kebebasan berkumpul secara
damai, dan
g.
Hak untuk berserikat.
Sedangkan hak asasi
ekonomi, sosial dan budaya meliputi:
a.
Hak atas pekerjaan,
b.
Hak untuk membentuk serikat kerja,
c.
Hak atas pensiun,
d. Hak atas tingkat kehidupan yang layak
bagi dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakain, perumahan, dan
e.
Hak atas pendidikan.
Center of Civic
Education (CCE) USA dalam Res Publica: An International Framework For Education
In Democtracy, Revised 2006. Secara umum mengklasifikasikan adanya tiga
kategori hak asasi manusia, yaitu:
1.
Personal, civil, and political rights.
Katagori ini mencakup hak-hak esensial bagi kebebasan dan pemerintahan sendiri,
meliputi hak individu untuk bebas berkeyakinan, bepikir, berbicara, dan
mengekspresikan.
2.
Economic and social rights. Kategori ini
mencakup hak-hak esensial bagi kehidupan dan kehormatan manusia, meliputi hak
atas kekayaan, kepemilikan, persamaan sosial dan standar hidup layak, sehat,
dan aman.
3.
Cultural and solidarity rights. Kategori
ini mencakup hak-hak esensial bagi penghargaan atas nilai-nilai tradisi
kelompok dari orang-orang diseluruh dunia.
Di Indonesia, hak asasi
manusia dicantumkan pada pasal 28 A-28 I
UUD 1945. Hak warganegara Indonesia diatur pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, dan 34 UUD 1945. Secara rinci hak asasi manusia dan hak warganegara dalam
konstitusi warga negara indonesia meliputi:
1.
Pasal 27 ayat 1: hak atas kesamaan dalam
hukum dan pemerintahan.
2.
Pasal 27 ayat 2: hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak.
3.
Pasal 27 ayat 3: hak untuk membela negara.
4.
Pasal 28: kemerdekaan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pikiran.
5.
Pasal 28 A sampai 28 J: hak asasi
manusia.
6.
Pasal 29 ayat 1: kemerdekaan beragama
dan beribadah.
7.
Pasal 30: hak atas usaha pertahanan dan
keaman negara.
8.
Pasal 31: hak mendapatkan pendidikan.
9.
Pasal 32: hak mengembangkan dan
memelihara budaya.
10.
Pasal 33: hak atas kehidupan ekonomi.
11.
Pasal 34: hak atas jaminan sosial.
Derek Heater dalam buku
What is Citizenship (1999) mencatat ada empat varian yaitu:
1.
Rights effectively denied (hak-hak yang
secara efektif diabaikan), misalnmya hak suara bagi kaum perempuan pada masa
abad tengah.
2.
Rights not defined but mainly avaliable
(hak-hak yang tidak ditentukan tetapi dijalankan), ini dicontohkanpada masa
kerajaan Inggris dahulu.
3.
Rights defined in distroted form
(hak-hak yang ditentukan tetapi disimpangkan), contohnya hak-hak yang
ditentukan dalam konstitusi soviet, tetapi makna menyimpng karena telah di
sesuaikan dengan pada ideologi negara.
4.
Rights defined but difficutis in
practice (hak-hak yang didefinisikan tetapi sulit dalam praktiknya).
3.
Kewajiban warganegara
Kebebasan dan tanggung
jawab adalah dua haal yang bertolak belakang tetapi juga bersifat saling
ketergantungan. Tanggung jawab atau pertanggungjawaban sebagai suatu kualitas
moral merupakan wujud pengendalian yang
bersifat alamiah dan sukarela atas kebebasan. (Asshiddiqie, 2006). Ideologi
liberalisme menekankan pada kebebasan dan hak asasi manusia, sednagkan ideologi
sosialisme komunisme menekankan prinsip-prinsip kolektivisme.
Konsep tentang
kewajiban, tanggung jawab dan tugas warganegara muncul dalam sejarah Yunani
Kuno dan semakin menguat pada masa Republik Romawi yang menekankan padarule of
law and civic virtue.
1. Tugas warganegara pada masa Yunani
adalah menjalani perang atas nama raja maupun negara.
2. Pada sistem demokrasi athena tugas warga
adalah menjadi politisi atau legislator di dewan atau menjadi anggota juri di
pengadilan.
3. Pada masa Romawi warga didudukkan pada
status legal yang berhubungan dengan negara sebagai hukum.
4.
Warga negara memiliki kewajiban taat
pada hukum, misalnya membayar pajak.
5.
Berpartisipasi dalam tugas militer
sebagai pelindung dan penyeimbang negara.
Di negara demokrasi,
tanggung jawab dan hak secara inheren berdifat resiprokal. Waraga negara adalah
pemilik dari negara, dengan demikian sudah seharusnya ia mengisi kepemilikan
itu dengan bertanggung jawab demi kelangsungan sistem politik negara termasuk
kelangsungan masa depan generasinya. Beberapa contoh tanggung jawab warganegara
dalam sistem politik demokrasi adalah menaati hukum, menghargai hak orang lain,
taat pada norma yang ada, menjadi juri (hakim), membayar pajak, tugas militer,
dan memberikan suara.
Dalam UU 1945 sebagai
konstitusi negara indonesia, rumusan mengenai kewajiban ini di tempatkan secara
bersanding dengan pasal-pasal baikmengenai hak asasi manusia maupun hak
warganegara. Pasal 28 J UUD 1945 menyatakan sebagai berikut:
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia antara lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratif.
Pasal ini berisi
tentang kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah menghormati hak
orang lain, tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Dengan
demikian bangsa Indonesia berpandangan bahwa selain hak asai manusia, manusia
juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan
terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
1.
Kewajiban warganegara Indonesia misalnya
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1 UUD 1945),
2.
Wajib ikut serta dalam upaya dalam
pembelaan negara (pasal 27 ayat 3 UUD 1945),
3. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1 UUD 1945),
4.
Dan wajib mengikuti pendidikan dasar
(pasal 31 ayat 2 UUD 1945).
BAB
III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Setiap bangsa memiliki
sejarah dalam keabadian suatu kisah merebut pengalihan kekuasan dalam
menjalankan literatur roda pemerintahan negara dan bangsa. Kedaulatan dan hak
politik menjadi suatu objek dan subjek didalam menggunakan kewenangan kekuasan
dalam pemerintahan untuk menjalankan dan melaksanakan kepentingan berbangsa dan
bernegara untuk memberikan pelayanan layanan terhadap warga negara didalam
menciptakan warga negara yang baik sesuai dengan cita-cita negara itu sendiri.
Dengan demikian untuk memperoleh status kewarganegaraan warga negara harus
memiliki suatu kekuatan dalam legalitas dalam kecakapan hukum untuk menjadi
seorang warga negara yang baik, ataupun penggunaan hak dan kewajiban warga
negara sudah merupakan hak dan kewajiban warga negara itu sendiri untuk
menjalankan fungsi dan tugas serta tujuan untuk menjadi warga negara yang baik
dalam bernegara dan berbangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar