Selasa, 20 Desember 2016

Motivasi Strategi Belajar Mengajar

BAB I
PENDAHULUAN

A. latar belakang
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak(siswa), baik secara berpikir, bersikap,maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orang tua.
Ada beberapa alasan, mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu
      1.            siswa harus hadir di sekolah,
      2.            sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan “konsep dirinya”,
      3.            anak-anak banyak menghabiskan waktunya disekolah dari pada di tempat lain diluar rumah,
      4.            sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses,
      5.            dan sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik.
Menurut Havighurs (1961:5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogianya berupa untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa (yang berusia remaja ) untuk mencapai perkembangannya.
 Tugas-tugas perkembangan remaja itu menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial,kematangan personal,kematangan dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam bermain dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam upaya sekolah membantu siswa untuk mencapai suatu perkembangan potensi kepribadian anak dari segi belajar pembelajaran perlu adanya suatu pemberian pengajaran atau bimbingan tentang keterampilan –keterampilan sosial dan memberikan suatu kesempatan kepada siswa untuk aktif dan demokratis dalam berpola pikir kritis dan serta keterlibatan siswa dalam proses belajar pembelajaran. Seperti  kegiatan belajar pembelajaran dimana guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial.
Oleh sebab itu pendidikan strategi motivasi belajar di sekolah dalam melaksanakan kegiatan proses belajar pembelajaran sangat berpengaruh penting untuk kemajuan siswa dalam menerima materi belajar pembelajaran seperti peran guru dalam membentuk pola sistem belajar pembelajaran dengan menggunakan beberapa metode strategi belajar contohnya dengan cara menerapkan suatu metode strategi motivasi belajar pembelajaran terhadap siswa(peserta didik)  yang kurang percaya diri akan kemampuan potensi kepribadian yang dimiliki oleh siswa(peserta didik) tersebut. Dalam kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Dengan demikian metode strategi motivasi belajar pembelajaran merupakan dasar untuk mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Secara pengertian istilah motivasi digunakan untuk menjelaskan adanya daya atau kekuatan yang mendorong dan mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. .
Dari beberapa uraian di atas, nampak jelas bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak prilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara dan terutama memenuhi kebutuhan siswa.
B.      Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan terdiri dari:
1.      Apa yang dimaksud dengan Strategi Motivasi Belajar Mengajar ?
2.   Bagaimana cara Strategi Belajar Mengajar yang afektif dan efesien untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar pada peserta didik ?
3.      Apa saja kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran bermain peran (role playing)?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Sebagai salah satu materi penyambung dan pelengkap dari Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar.
2.      Sebagai tugas aktif mahasiswa dalam memenuhi syarat nilai -nilai tugas akademik.
3.      Semoga dengan makalah ini penulis berharap dapat membantu dan memberikan manfaat bagi calon pendidik untuk dapat mengembangkan dan cara bagaimana menerapkan suatu teori Strategi belajar Mengajar terhadap Motivasi belajar mengajar yang efektif dan efesian.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Motivasi
Motivasi berpangkal dari kata “motif”, yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan istilah kata motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Seperti istilah dari bahasa pengertian motivasi itu sendiri, motivasi adalah sebagai suatu daya atau  kekuatan yang mendorong dan mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. Untuk lebih jelas dapat  disimak dari berbagai pendapat para ahli sebagai berikut.
Menurut Teevan dan Smith (1967), motivasi adalah  suatu konstruksi yang mengaktifkan dan mengarahkan prilaku dengan cara memberi dorongan atau daya pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas.
Menurut Chauhan (1978), motivasi adalah suatu proses yang menyebabkan timbulnya aktivitas organisme sehingga terjadi suatu perilaku. Adapun menurut pendapat Petri (1981 & 1996), menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu konsep yang digunakan untuk menjelaskan adanya kekuatan di dalam organisme yang mendorong dan mengarahkan perilaku. Membahas tentang motivasi, maka yang tercakup di dalamnya adalah arah dan persistensi (Franken, 1982 & 2002).
Jadi, kesimpulannya adalah Motivasi merupakan penggerak dan pemberi arah dalam proses munculnya perilaku serta pemberdayaan terhadap perilaku yang ada, sehingga perilaku tersebut tetap persisten (berkesinambungan) sampai tujuan tercapai. Ataupun Motivasi sebagai pemberi arah, tentunya arah yang dimaksud tertuju pada objek yang berkaitan dengan tujuan perilaku tersebut. Atau sebaliknya, mengarahkan untuk menghindari objek yang dimaksud. Oleh karena itu motivasi dapat dikatakan pula sebagai kontrol terhadap perilaku (Buck, 1988). Di sini dapat dipahami bahwa dengan adanya motivasi maka akan muncul suatu proses yang mendorong dan mengarahkan organisme pada suatu tindakan tertentu dan berlangsung secara persisten sehingga tujuan tertentu tercapai dengan maksimal.
Adapun menurut Mc Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc Donald ini, maka terdapat tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi, yakni:motivasi mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang krena adanya tujuan (Sardiman,2004).
Namun pada  intinya dapat disederhanakan bahwa motivasi adalah kondisi psikologis yang  mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Contohnya Di Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang dapat menimbulkan dan menjamin kelangsungan serta memberikan suatu arah dalam  kegiatan belajar, sehingga dapat diharapkan tujuan tercapai suatu proses belajar. Jadi di dalam kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan, oleh sebab itu seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar atau kemauan dan keinginan untuk belajar tidak ada. Didalam motivasi sendiri ada dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berikut ciri-ciri bentuk motivasi yang terdapat dalam diri manusia atau individu.
1.      Motivasi intrinsik.
Motivasi intrinsik merupakan jenis motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Motivasi Intrinsik terbagi menjadi  dua,bagian yakni : 
      A. Determinasi Diri dan Pilihan Personal,
Determinasi diri dan pilihan personal yang merupakan pandangan salah satu motivasi intrinsic yang menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini manusia percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi internal dan minat internal dalam tugas sekolah naik apabila murud punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggungjawab personal atas pembelajaran mereka. Misalnya, dalam sebuah studi murid sains di SMA yang diajak untuk mengorganisir sendiri eksperimen mereka, akan lebih perhatian dan berminat terhadap praktik laboratorium ketimbang murid yang diharuskan mengikuti instruksi dan aturan guru yang ketat. (Rainey 1965).

B. Pengalaman Optimal,
Menurut Csikzentmihalyi pengalaman optimal dalam motivasi intrinsik yaitu dalam metodenya menggunakan istilah Flow untuk mendeskripsikan pengalaman optimal dalam hidup. Dimana  dia menemukan bahwa pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika oramg merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Selain itu dia mengatakan bahwa pengalaman optimal terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Flow paling mungkin terjadi di area dimana manusia ditantang dan menganggap mereka diri mereka punya keahlian yang tinggi. ketika keahlian manusia tinggi, tetapi aktivitas yang dialaminya tidak menantang hasilnya adalah kejemuan. ketika level tantangan dan keahlian adalah rendah hasilnya adalah apati. dan ketika manusia menghadapi tugas sulit yang dirasa tidak bisa mereka tangani, mereka merasa cemas.

Pertanyaannya ?
BAGAIMANA CARA MENAIKKAN MOTIVASI INTRINSIK?
Pujian adalah salah satu hal yang dapat menaikkan motivasi seseorang khususnya anak. pertanyaan nya adalah apakah pujian tersebut menaikkan motivasi intrinsik atau justru menurunkan motivasi intrinsik. Berikut pujian dapat menaikkan motivasi intrinsik apabila pujian tersebut :
1.            Menyatakan bahwa anak sukses bukan karena talenta atau kemampuan alamiah anak tersebut tetapi karena usahanya.
2.            Tulus dan tidak menyatakan bahwa anak tersebut dikontrol oleh orangtuanya.
3.            Tidak membandingkan anak dengan anak yang lain.
4.            Menyatakan secara tidak langsung bahwa orangtua punya standar untuk perilaku anak dan meyakinkan bahwa anak tersebut mampu mencapai target tersebut dengan usaha.

Pada kenyataannya pujian yang berlawanan dengan pujian diatas dapat menurunkan motivasi intrinsik (Henderlong dan Lepper 2002). contohnya jika anak menulis sebuah puisi yang bagus untuk gurunya, menurut Henderlong dan Lepper pujian yang bisa menaikkan motivasi intrinsik anak tersebut adalah :
“saya suka sekali puisi ini. apalagi cara kamu membandingkan dedaunan dan lagu. itu pasti butuh banyak konsentrasi. “
Sementara itu pujian yang mengurangi motivasi intrinsik anak seperti :
” Ini luar biasa! lihat, aku sudah mengatakan bahwa kamu adalah satu-satunya murid yang jenius dikelas Mrs.Long. kalau kamu terus menulis dan menulis setiap malam seperti yang Ibu bilang kamu pasti semakin hebat. Universitas Harvard dan Yale pasti untukmu.”

2        MOTIVASI EKSTRINSIK
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Seperti contoh pada anak yang tidak suka tugas mata pelajaran yang diberikan oleh guru pembimbingnya, akan tetapi anak tersebut mengerjakan tugas sebagaimana kewajiban anak tersebut sebagai pelajar, oleh sebab itu peran guru sangat penting dalam memecahkan masalah tersebut dengan cara memberikan sesuatu hadiah atau pemberian nilai  yang diberikan oleh guru untuk anak yang bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik dan sempurna. Maka ia termotivasi secara ekstrinsik. Ia melakukan tugas itu bukan karena tertarik pada pelajaran tersebut tetapi karena ada hadiah yang ditawarkan.
Sama halnya dengan seseorang yang bekerja keras untuk jadi pegawai yang baik. Alasan utamanya adalah ingin dikagumi rekan-rekannya bukan karena ketertarikannya pada pekerjaan tersebut. Hal ini juga merupakan motivasi ekstrinsik. Orang yang termotivasi secara intrinsik cenderung bekerja lebih keras. meraka lebih menikmati pekerjaan mereka dan selalu tampil lebih kreatif dari pada orang yang dimotivasi secara ekstrinsik. motivasi intrinsik dibentuk oleh pengalaman belajar dalam diri individu. Seperti permasalahan yang paling signifikan dalam memperhatikan perbedaan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik seperti pertanyaan kapan penghargaan dari luar harus diberikan orangtua, guru dalam usaha untuk meningkatkan motivasi? Atau kapan saat yang tepat untuk memberikan atau menggunakan motivasi ekstrinsik dalam bentuk positive reinforcement untuk meningkatkan frekuensi beberapa perilaku?
Fakta menyatakan bahwa jika suatu perilaku jarang terjadi, dapat diasumsikan bahwa motivasi intrinsic tersebut rendah. Maka motivasi ekstrinsik baik digunakan dalam meningkatkan frekuensi terjadinya perilaku tersebut. Anak yang tidak suka matematika akan lebih sering menegerjakannya jika diberi tambahan uang jajan misalnya. Sementara itu jika individu tersebut sudah memiliki motivasi intrinsic untuk melakukan sesuatu aktivitas, menambahkan motivasi ekstrinsik justru dapat mengurangi motivasi intrinsiknya. Contohnya ada anak yang suka menggambar di sebuah sekolah. Apabila ia diberi sertfikat atau hadiah setiap kali ia menggambar dengan baik maka  mereka akhirnya jarang menggambar di banding anak yang tidak diberi hadiah. Banyak studi yang menyatakan bahwa kita harus berhati-hati untuk memberikan motivasi ekstrinsik yang tidak penting karena bisa menurunkan motivasi intrinsik.

B.     Bentuk Metode Yang Dapat Dikembangkan Dalam Metode Strategi Motivasi Belajar

A.    Metode Role Playing
a.      Pengertian Bermain Peran (Role Play)
Bermain peran adalah salah satu bentuk strategi belajar pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu sarana untuk belajar. Dengan melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya. Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu:
1.      Merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.
2.      Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu atas kemauannya sendiri.
3.      Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4.      Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun mental.
5.      Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampian berbahasa, kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam kondisi sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira.
Dengan bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (inter personal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian. Melalui bermain peran peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi :
1.      menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
2.      memilih peran;
3.      menyusun tahap-tahap peran;
4.      menyiapkan pengamat;
5.      menyiapkan pengamat;
6.      tahap pemeranan;
7.      diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I (satu);
8.      pemeranan ulang; dan
9.      diskusi dan evaluasi tahap II(dua);
10.  dan membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
Bermain peran (role playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan  tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian. Menurut Oktaviani (2008) menyatakan ada lima pengertian bermain di antaranya:
1.      Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
2.      Bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3.      Bersifat spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak.
4.      Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.
5.      Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti misalnya: kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial, dan sebagainya.
Menurut Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan yang menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat mengenali karakter tokoh seperti apa yang siswa peragakan tersebut atau yang menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian peran seperti apa.
Santrock juga menyatakan bermain peran memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya.
Van Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh seorang konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai penampilan yang optimal di sekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara sistematis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan anak, mengembangkan pola perilaku adaptif, mengendalikan diri siswa yang agresifnya tinggi, meningkatkan kemampuan berempati, dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, memiliki interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan bijaksana.
Corsini (1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat digunakan sebagai media pengajaran melalui proses modeling anggota kelompok dapat belajar lebih efektif keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan interpersonal, dengan mengamati berbagai macam cara dalam memecahkan masalah.
Kenneth (Sumber Lead Sabda) menyatakan bahwa teknik bermain peran (role playing) merupakan teknik psikoterapi tahun 1930-an. Role playing yang dapat membawa perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik dan terarah.
Mulyasa (2004; dalam Asriyanti 2011) menyatakan empat asumsi yang mendasari teknik bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang baik dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.Keempat asumsi tersebut sebagai antara lain:
A.    Bermain peran dilaksanakan berdasarkan pengalaman siswa dan isi dari pelaksanaan teknik ini yaitu pada situasi “disini pada saat ini”.
B.     Bermain peran memungkinkan siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaannya untuk mengurangi beban emosional.
C.     Teknik bermain peran ini berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para siswa dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, siswa belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara lebih optimal lagi.
D.    Teknik bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, siswa dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Dalam pelaksanaannya dan kaitannya dengan kebutuhan bimbingan dan konseling termasuk ke dalam kategori di mana individu memerankan situasi yang imaginatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, menganalisis perilaku atau menunjukkan pada orang lain bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang harus bertingkah laku.
Role playing dalam penelitian ini pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku untuk mengembangkan konsep diri siswa menjadi positif dan meningkatkan stabilitas emosional siswa. Dengan dramatisasi, siswa berkesempatan melakukan, menafsirkan dan memerankan suatu peranan tertentu. Melalui role playing, siswa diharapkan memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh pikiran dan minatnya dan juga perilakunya yang negatif menjadi positif, emosinya yang meledak-ledak menjadi halus dan tidak emosian, siswa yang tidak dapat berempati menjadi dapat bersikap empati, yang kurang bertanggung jawab menjadi bisa lebih bertanggung jawab, siswa yang kendali dirinya lemah dapat menjadi terkendali, siswa yang interpersonal skill nya rendah bisa menjadi bagus.
Dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan teknik bermain peran (role playing), konselor sangat memegang peranan penting dan dapat menentukan masalah, topik untuk siswa dapat membawakan situasi role playing yang disesuaikan dari hasil need assessment siswa sehingga dapat disusun skenario bermain peran (role playing), setelah itu baru dapat mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman yang dirasakan oleh siswa setelah melakukan bermain peran (role playing).
Konselor harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, konselor yang bijaksana akan memberikan pengarahan kepada siswa yang akan dipilih berdasarkan hasil need assessment yang sudah dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini konselor menjelaskan kepada siswa bahwa siswa harus bersedia dan mau menyadari dan membuang rasa tidak percaya diri yang ada di dalam dirinya untuk mau tampil di depan umum dan menyadari bahwa dia memiliki kemampuan untuk berperan, dalam permainan peran ini dilakukannya tidak perlu kaku melainkan harus santai dan dapat menghayati peran yang dia terima sehingga tidak salah dalam memeragakan/mendramatisasikan di depan umum dan juga dalam bermain peran ini sistemnya spontan dan tidak menghafal naskah sebelumnya, selain itu juga pemeran bebas memperagakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut.
B.     Metode Pembelajaran Inkuiri
Metode Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu :
1.      aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi;
2.      berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya;
3.      penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Menurut Wina sanjaya (2012 : 196) ciri-ciri strategi pembelajaran inkuiri sebagai berikut :
1.      Strategi pembelajaran menenkankan kepada aktifitas siswa secara maksima untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2.      Seluruh aktifitas yang dilakukan siswa diserahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktifitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
I.            Tujuan  penggunaan strategi pembelajaran inkuiri
mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berfikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Menurut Wina Sanjaya strategi pembelajaran inkuiri akan efektif apabila :
1.      Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi pembelajaran inkuiri penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
2.      Jika bahan pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
3.      Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berfikir. Strategi inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemamapuan untuk berfikir.
4.      Jika jumlah siswa yang belajar tidak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
5.      Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

II.            Model Latihan Inkuiri (Inquiry Training Model)
Seperti model pengolahan informasi yaitu Model Latihan Inkuiri atau dikenal dikalangan akademis dengan sebutan "Inquiry Training Model". Rechard Suchman tokoh model Latihan Inkuiri ini mengemukakan bahwa tujuan daripada Latihan Inkuiri ialah mengembangkan keterampilan kognitif dalam melacak dan mengolah data-data.
Di samping itu untuk meningkatkan kemampuan melihat konsep-konsep logis serta hubungan kausalitas dalam mengolah sendiri informasi secara produktif. Hal tersebut akan mernbawa pebelajar-pebelajar kepada suatu pendekatan baru dalam belajar dimana mereka membangun konsep-konsep melalui analisis episode-episode nyata dan menemukan sendiri hubungan-hubungan antara berbagai variabel.
a)      Asumsi Model Latihan Inkuiri
Model ini bertolak dari asumsi bahwa enquiri (pelacakan) adalah persuit of meaning. Suchman yakin bahwa orang terdorong untuk meningkatkan kompleksitas struktur intelektualnya dan mencari hal-hal yang lebih bermakna. Sesuatu bermakna secara intelektual bila aspek-aspek yang terpisah-pisah dalam  kesadaran kita dapat dihubungkan satu sama lain. Oleh sebab itu, pelacakan (inquiry), makna (meaning), dan ekspansi (expansion) intelek berkaitan erat satu sama lain.
Strategi belajar-mengajar ini dikembangkan Suchman ke dalam format sebagai berikut:
a.       Pertama bahan-bahan yang akan dilacak dikernbangkan dan disajikan kepada pebelajar,
b.      Kemudian pebelajar dibimbing melacak ke dalam situasi menduga-duga,
c.       Akhimya pebelajar menguji/menilai secara tepat proses inkuiri yang telah dilakukan
Secara ringkas model Inkuiri tersebut dapat kita lukiskan sebagai berikut:
1.      Sintaks
1.      Fase I - Mengemukakan masalah
2.      Fase II - Melacak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik verbal maupun experementasi aktual
3.      Fase III - Analisis proses inkuiri
2.      Prinsip Reaksi
1.      Prinsip reaksi Model Latihan Inkuiri ini adalah sebagai berikut:
a.       Pertanyaan yang diajukan pebelajar memungkinkan pembelajar menjawab: Ya atau Tidak,
b.      Kegiatan-kegiatan yang menimbulkan suasana kebebasan intelektual,
c.       Respon-respon atas pebelajar dengan memfokuskan kembali pertanyaan-pertanyaan mereka atau dengan meningkatkan pelacakan.
2.      Sistem Sosial
a.       Pembelajar adalah pengendali interaksi dan jalannya proses inkuiri, tetapi kaidah-kaidah inkuiri seperti kerjasama, kebebasan intelektual dan kesamaan tetap dipelihara.
3.        Sistem Pendukung
Dukungan yang optimal bagi strategi latihan inkuiri ini ialah kondisi material yang dipersiapkan dan telah terlatih memahami proses dan strategi inkuiri. Penggunaan model Latihan Inkuiri akan memberi efek-efek pencapaian instructional dan nurturant effects.


III.            Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Berikut langkah-langkah penggunaan SPI menurut Wina Sajaya (2012: 201) adalah :
       a)      Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Berbeda pada tahapan prepation dalam strategi pembelajran ekspositori (SPE) sebagai langkah untuk mengkondisikan agar siswa siap menerima pelajaran, pada langkah orientasi dalam SPI, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan SPI sangat tergantung pada kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajran akan berjalan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah :
1.      Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2.      Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
3.      Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar.
b)     Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.
Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berfikir.
Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Ini penting dalam pembelajaran inkuiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah, diantaranya :
1.      Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran, guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebaiknya diserahkan kepada siswa.
2.      Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti.
3.      Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. Jangan harapkan siswa dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya, manakala ia belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan masalah.
     c)      Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berfikir pada dasarnya sudah dimiliki  sejak individu itu lahir. Potensi berfikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang bisa mendorong untuk berfikir lebih lanjut.
Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampauan menebak pada setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji, perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berfikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
 Kemampuan berfikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimliki serta keluasan pengalaman.
Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
      d)     Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan menggunakan potensi berfikirnya.
Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berfikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiasif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiasif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidak bergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala ketidak semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berfikir.
     e)      Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berfikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung-jawabkan.
    f)       Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Menurumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak berfokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan.

IV.            Kesulitan dan Keunggulan Serta Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI).
A.    Kesulitan-Kesulitan Penerapan SPI
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu terletak pada  proses belajar dan hasil belajar.Dengan demikian budaya belajar siswa yang sebagian besar beranggapan bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama.
Hal ini membuat hubungan belajar dengan sistem pendidikan selalu dianggap tidak konsisten. Karena terdapat suatu kekurangan dan kelebihan dalam proses pencapaian tujuan hasil belajar. Seperti Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) yang dapat kita ketahui dewasa ini. Walaupun Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) memiliki langkah-langkah yang efektif dan efisien dalam pembelajarannya tetapi masih terdapat juga suatu beberapa prinsip-prinsip pembelajaran dalam model inkuiri yang masih memiliki kelemahan dan keunggulan terhadap proses penerapannya.
 Oleh karena itu, pendidik (guru) harus bisa melihat dan mengetahui sesuatu model strategi pembelajaran terhadap seputar keunggulan dan kelemahan sesuatu strategi pembelajaran seperti strategi pembelejaran inkuiri.
B.     Keunggulan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI).
Adapun keunggulan dan kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) menurut Wina Sanjaya (2012: 208) adalah sebagai berikut:
1.      SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2.      SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3.      SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
C.    Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
1.      Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengotrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2.      Strategi ini sulit merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3.      Kadang-kadang dalam mengimplemetasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4.      Dan Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Secara umum motivasi adalah dorongan sebagai suatu daya atau  kekuatan yang mendorong dan mengarahkan organisme untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi itu sendiri terbagi menjadi dua bagian, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Adapun motivasi dalam belajar yaitu sebagai daya penggerak bagi peserta didik untuk melakukan suatu yang dapat menimbulkan dan menjamin kelangsungan belajar bagi peserta didik serta memberikan suatu arah dalam  kegiatan belajar, sehingga diharapkan tercapai suatu proses belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar atau kemauan belajar  atau keinginan untuk belajar tidak ada.
Metode merupakan bagaimana cara seorang pendidik untuk memberikan suatu teori bahan pengajaran kepada peserta pendidik untuk mencapai suatu tujuan hasil dari belajar pembelajar. Dengan menggunakan metode,  pendidik lebih mudah menyampaikan suatu  teori bahan ajar kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana metode belajar yang dapat digunakan pendidik untuk mencapai suatu tujuan belajar pembelajran dalam proses belajar mengajar,seperti menggunakan metode role playing dan metode inkuiri. Namun didalam mengalokasikan metode tersebut, pendidik harus bisa menyesuaikan diri dalam suasana penerapan dari metode tersebut dan pendidik harus dapat mensiasati kekurangan dan kelemahan dari metode baik metode yang telah dipaparkan dalam makalah ini atau metode-metode lainnya.




DAFTAR PUSTAKA