Selasa, 14 Maret 2017

Transparansi Demokrasi Modern Di Era Perkembangan Komunikasi ITE

BAB I
PENDAHULUAN
A.    PANDANGAN UMUM
Demokrasi berasal dari dua kata, yang mengacu pada sistem pemerintahan zaman yunani-kuno yang disebut “ demokratia” yaitu,”demos” dan “ kratos” atau “kratein”. Menurut artinya secara harfiah yang dimaksud dengan demokrasi,yaitu demos berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintah, pemerinta yang dijalankan oleh rakyat.
Pada zaman Yunani-Kuno, kata demokrasi digunakan untuk menunjuk pada ‘government by the many’ (pemerintahan oleh orang banyak), sebagai lawan dari ‘government by the few’ (pemerintahan oleh sekelompok orang). Demokrasi adalah sistem politik ideal dan ideologi yang berasal dari Barat.Demokrasi menyiratkan arti kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat, warga masyarakat yang telah terkonsep sebagai warga negara.
Demokrasi ini kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai suatu rangkaian institusi dan praktek berpolitik yang telah sejak lama dilaksanakan untuk merespon perkembangan budaya, dan berbagai tantangan sosial dan lingkungan di masing-masing negara.
Ketika demokrasi Barat mulai ditransplantasikan ke dalam negara-negara non-Barat dan beberapa negara bekas jajahan yang memiliki sejarah dan budaya yang sangat berbeda, demokrasi tersebut memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, dan mengalami berbagai perubahan dalam penerapannya sesuai dengan lingkungan barunya yang berbeda.


B.     MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian demokrasi modern di era komunikasi (IT) yang berkembang terhadap transparansi.
2.      Untuk mengetahui mengetahui transparasi demokrasi modern.
3.      Untuk mengetahui cara menciptakan demokrasi modern di era komunikasi (IT).
C.    RUMUSAN MASALAH PENULISAN
1.      Apa itu demokrasi modern di era komunikasi yang berkembang saat ini?
2.      Bagaimana menuju transparmasi demokrasi modern?
3.      Bagaimana menciptakan demokrasi modern di era komunikasi?











BAB II
PERMASALAHAN
A.    Demokrasi modern
Pada permulaan pertumbuhan demokrasi mencakup beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan yunano kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang di hasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Pada sistem demokrasi terdapat di negara kota (City State) atau yunani kuno abad ke 6-abad ketiga SM) merupakan demokrasi langsung atau (direct demokrasi) yaitu suatu bentuk pemerintahaan dimana hak untuk membuat keputusan politik di jalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatan hilang dari muka dunia baratwaktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan Yunani di kalahkan oleh suku bangsa Eropa barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400) masyarakat abad pertengahan di cirikan oleh struktur sosial yang fiodal  (hubungan antara vassal dan Lord ) “ yang kehidupan sosial serta spritualnya di kuasai oleh paus dan pejabat-pejabat agama lainnya yang kehidupan politiknya di tandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain.  Sebagaimana di lihat dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan yang menghasilkan suatu dokumen penting berupa magna chrta ( piagam besar) ( 1215 ).
Magna charta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan raja Jhone dari Inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahnya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan orang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun di anggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum abad pertengahan berakhir dan pada permulaan abad ke 16 di Eropa barat muncul negara-negara nasional (National State) dalam bentuk yang modern. Eropa barat mengalami perubahan sosial dan kultur yang mempersiapkan jalan untuk memasuki jaman yang lebih modern dimana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan- pembatasannya seperti dua kejadian yang terjadi ialah peristiwa Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di Eropa selatan seperti Italia dan peristiwa reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa utara seperti di Jerman dan Swiss.
Pada masa 1650 – 1800 menyelami masa aufklarung ( abad pemikiran ) beserta rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang di tentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal atau rasio semata-mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluaskan gagasan di bidang politik. Timbulah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh di selewengkan oleh raja dan mengakibatkan di lontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas pada masa 1500-1700 telah muncul monarki-monarki absolute dan muncul setelah berakhirnya abad pertengahan raja-raja absolute menganggap dirinya berhak atas tahtanya berdasarkan konsep hak suci raja (divine raight of king).
Raja-raja yang terkenal dari Spanyol ialah Isabella dan verdinan (1479-1568) di Prancis , raja-raja bourbon dan sebagainya kecaman-kecaman yang di lontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah atau (middle class ) yang mulai berpengaruh berkat majunya ekonomi serta mutu pendidikannya.
Pendobrakkan terhadap kedudukan raja-raja absolut di dasarkan atas suatu teori rasionalistis umumnya dikenal sebagai sosial kontrak(sosial kontak) salah satu dari asa kontrak sosial ialah bahwa dunia di kuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengndung prinsip-prinsip keadilan yang universal;  artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah raja, bangsawan, atau rakyat jelata. Hukum ini yang dinamakan hukum alam ( natural las, ius naturale).
Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat disadari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak. Kontrak untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana dimana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya ( natural Rights) dengan aman. Di pihak lain rakyat akan menaati pemerintahan raja asal hak-hak alam itu terjamin.
Hakikatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Seorang filsuf mencetuskan gagasan diantaranya John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Mountesquieu dari Prancis (1689-1755). Menurut John Locke hak-hak politik mencangkup hak-hak atas hidup, hak atas kebebasan, mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak –hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah Trias Politika.
Ide –ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke 18, serta revolusi Amerika melawan Inggris. Pada abad ke -19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan individu,kesamaan hak(equal Rights),serta hak untuk semua warga negara (universal suffrage).
Demokrasi konstitusional abad ke -19 pada sistem negara hukum klasik yang merupakan sebagai akibat dari keinginan untuk menyelenggarakan hak-hak politik itu secara efektif timbulah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekuasaan pemerintahan ialah dengan suatu konstitusi, apakah ia bersifat naskah(written constitution) atau bersifat naskah (unwritten constitution). Konstitusi menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif di imbangi oleh kekuasaan parlemen dan lembaga hukum.
 Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme (constitionalism), sedangkan negara yang menganut gagasan ini dinamakan constitutional State atau rechstate. Menurut Carl J.Friedrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan; Suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak risalah gunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah (a set of Activities organized and operated on behalf of The people baut subject to a series of restraints which attempt to ensure That The Power which is needed for such governmance is not abused Bay those who are called upon to do The governing).
Pembatasan yang dimaksud termaktub dalam undang-undang dasar. Dalam gagasan konstitusionalisme, konstitusi atau undang-undang dasar tidak merupakan suatu dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan diantara lembaga-lembaga kenegaraan( seperti antara eksekutif,legislatif, dan yudikatif) atau hanya merupakan suatu anatomy of a Power relationship, yang dapat diubah atau di ganti kalau Power relationship itu sudah berubah (pandangan ini antara lain di anut uni Soviet yang menolak gagasan konstitusionalisme).
 Tetapi dalam gagasan konstitusionalisme undang-undang dasar di pandang sebagai suatu lembaga yang mempunyai fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan di pihak lain menjamin hak- hak asasi warga negaranya. Undang- undang dasar dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah oleh manusia(goverment By las, not By Men).
Pada abad ke 19 dan permulaan abad ke-20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapat perumusan yuridis. Ahli- ahli hukum Eropa Barat memakai istilah Restcstaat, sedangkan ahli Anglo saxon seperti A.V. Discey memakai istilah rule of law.
Menurut stahl ada empat unsur rechtsstate dalam arti klasik, yaitu:
1.      Hak-hak manusia
2.      Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa kontinental biasanya disebut Trias Politica)
3.      Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur).
4.      Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur- unsur rule of law dalam arti klasik, seperti dikemukakan oleh A.V. Dicey dalam Introduction to The law of The constitution  mencangkup;
a.       Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of The law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary Power), dalam arti bahwa seorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b.      Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum(equality before of law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c.       Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang- undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan –keputusan pengadilan.
Rumusan –rumusan bersifat yuridis dan hanya menyangkut bidang hukum saja dan itu dalam batas-batas yang agak sempit tidaklah mengherankan.  Sebab kedua perumusan itu dirumuskan dalam suasana yang dikuasai oleh gagasan bahwa negara dan pemerintahan hendaknya tidak ikut campur tangan dalam urusan warga negaranya, kecuali dalam bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan negara.
Aliran ini disebut dengan aliran Liberalisme dan dirumuskan dalam dalil; pemerintahan yang paling sedikit adalah yang paling baik (The las governmant is The Best governmant) atau dengan istilah bahasa Belanda Staatsonthouding. Dalam pandangan negara ini dianggap sebagai negara penjaga malam (Nachtwachterstaat) yang sempit ruang geraknya, tidak hanya di bidang politik , terutama di faire, laissez passez yang berarti bahwa kalau manusia di biarkan mengurus kepentingannya masing-masing, maka dengan sendirinya keadaan ekonomi seluruh akan sehat. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yakni baru bertindak apabila hak-hak manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan umum terancam. Konsepsi negara hukum tersebut adalah sempit, maka dari itu sering disebut “negara hukum klasik”.
Pada abad ke 20 sesudah perang dunia ke dua, telah terjadi perubahan –perubahan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Mengapa? Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain banyaknya kecaman terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem kapitalis; tersebarnya Farhan sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis Eropa, seperti Swidia, dan Norwegia, dan pengaruh aliran ekonomi yang dipelapori ahli ekonomi Inggris John Maynard Keynes (1883-1946).
Gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi (staatsonsthouding dan laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.
Dewasa ini dianggap bahwa demokrasi harus mencangkup dimensi ekonomi dengan suatu sistem yang menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan yang berusaha memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama perbedaan –perbedaan yang timbul dari distribusi kekayaan yang tidak merata. Negara semacam ini dinamakan negara kesejahteraan (welfare State) atau negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat (Social Service State).
Pada dewasa  ini negara- negara modern mengatur soal-soal pajak, upah minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi, mencegah atau mengurangi pengangguraan dan kemelaratan serta timbulnya perusahan- perusahaan raksasa ( anti Trust), dan mengatur ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak diganggu oleh depresi dan krisis ekonomi. Oleh hal itulah pemerintah dewasa ini mempunyai kecenderungan untuk memperluas aktivitasnya.  
Sesuai dengan perubahan dalam jalan pikiran ini, perumusan yuridis mengenai negara hukum klasik seperti diajukan oleh A.V. Dicey dan Immanuel Kant pada abad ke 19 juga ditinjau kembali dan dirumuskan kembali sesuai dengan tuntutan abad ke -20, terutama sesudah perang dunia kedua, dirumuskan pada peristiwa konferensi Bangkok Tahun 1965 yang merupakan suatu organisasi ahli hukum International Communission of Jurisst yang memperluas konsep mengenai rule of law, dan menekankan apa yang dinamakannya dynamic aspects of The rule of law in The modern age.
Dianggap bahwa di samping hak-hak politik, hak-hak sosial, dan hak ekonomi juga harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa harus di bentuk standar-standar dasar sosial dan ekonomi. Penyelesaian soal kelaparan, kemiskinan, dan pengangguran merupakan syarat agar supaya rule of law dapat berjalan baik.
Sebagaimana bahwa syarat- syarat dasar penyelenggaraan pemerintah demokratis dibawah rule of law;
1.      Perlindungan konstitusional, bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak( Independent and impartial tribunals).
3.      Pemilihan umum yang bebas.
4.      Kebebasan menyatakan pendapat.
5.      Kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi.
6.      Pendidikan kewarganegaraan(civic Education).
Jelas bahwa konsep dinamis mengenai rule of law dibanding dengan perumusan abad ke-19 sudah jauh berbeda. Mengapa? Kecenderungan dari pihak eksekutif untuk menyelenggarakan tugas yang jauh lebih banyak dari intensif daripada dulu masa Nachtwachterstaat telah diakui keperluannya.
Disamping merumuskan gagasan rule of law dalam rangka perkembangan baru, timbul juga kecenderungan untuk memberi perumusan mengenai demokrasi sebagai sistem politik.
 Menurut International Commission of Jurists dalam konferensi di bangkok, perumusan paling umum mengenai sistem politik yang demokratis adalah “ suatu bentuk pemeritahan dimana hak untuk membuat keputusan –keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas”     ( a for govermant where The citizens exercise The Sam Rights (The Rights to Make political decisions), but throught representatives chosen By them and responsible to Them thourgh The process of Free Election). Demokrasi berdasarkan perwakilan” representatif democracy”.
Commission of Jurist disebut juga suatu variasi dari demokrasi berdasarkan perwakilan yang mengutamakan terjaminnya hak-hak asasi golongan minoritas terhadap mayoritas ini dinamakan dengan demokrasi dengan hak-hak asasi yang terlindung (democracy with entrenched fundamental Rights). Menurut Commission of Jurist dalam sistem kekuasaan di tangan mayoritas diselenggarakan di dalam suatu rangka legal pembatasan konstitusional yang dimaksud untuk menjamin bahwa asas dan hak fundamental tertentu tidak tergantung pada suatu mayoritas yang tidak tetap atau yang tidak wajar(Power in The Hans of The majority are exercised within a legal framework of constitutional restraints designed to Guarantee That certain basi principles and basi Rights are not at The mercy of a transient or erratic but simpel majority), dengan demikian hak-hak asasi golongan minoritas tetap terjamin.
Menurut Henry B.Mayo dalam buku introduction to democratic Theory yang memberikan definisi mengenai sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyatnya dalam pemilihan –pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik( A democratic political System is One in which public policies ari Ade on a majority basis, Bay representativies subject to effective populer Control at periodic Election which are conducted on The principle of political equality and under condition of political freedom).
Dari uraian –uraian diatas menonjolkan asas-asas demokrasi sebagai sistem politik. di samping itu dianggap bahwa demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintah , tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu yang karena itu juga mengandung unsur –unsur moral.
Adapun demokrasi yang didasari oleh beberapa nilai(value) dimana menurut Henry B mayo bahwa setiap masyarakat demokratis menganut semua nilai yang dirinci itu, tetapi tergantung pada perkembangan sejarah serta budaya politik masing- masing. Sebagaimana yang dirumuskan oleh Henry B Mayo yang merumuskan beberapa Nilai (Value) demokratis;
1.      Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalizedpeaceful Settlement of conflict). Seperti perselisihan pendapat serta kepetingan yang cara penyelesaiannya melaui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha upaya mencapai kompromi ,konsensus atau mufakat.
2.      Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful Changde in a changing society). Seperti terjadinya perubahan masyarakat dalam memodernisasikan diri dan disitu terjadinya perubahan sosial, yang disebabkan oleh faktor –faktor seperti misalnya majunya teknologi, perubahan-perubahan dalam pola –pola perdagangan,dan sebagainya. Oleh karena itu pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya dengan perubahaan –perubahaan, dan sedapat membinanya jangan sampai tidak terkendali lagi. Sebab kalau hal ini terjadi, ada kemungkinan sistem demokratis tidak dapat berjalan, sehingga timbul sistem diktator.
3.      Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur (orderly succession of rulers).
4.      Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum(minimum of coercion). Golongan-golongan minoritas yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi –diskusi yang terbuka dan kreatif; mereka akan didorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat,karena merasa bertanggung jawab.
5.      Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity), yaitu keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku. Perlunya suatu masyarakat terbuka (Open society) serta kebebasan –kebebasan politik(political liberties) yang memungkinkan fleksibilitas dan tersedianya alternatif dalam jumlah cukup banyak. Dalam hubungan demokrasi sering disebut suatu gaya hidup ( way of Life).
6.      Menjamin tegaknya keadilan. Adanya kemaksimalan keadilan yang relatif (relatife Justice).keadilan yang dapat dicapai barangkali lebih bersifat keadilan dalam jangka panjang.
Sehingga akhirnya dapat dibentangkan bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan oleh beberapa lembaga antara lain;
1.      Pemerintah yang bertanggung jawab.
2.      Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan –golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi. Dewan Perwakilan mengadakan pengawasan ( kontrol), memungkinkan penilaian terhadap kebijaksanaan pemerintahan secara kontinu.
3.      Suatu organisasi politik yang mencangkup satu atau lebih partai politik (sistem dwi –partai, Multi –partai). Partai-partai  menyelenggarakan hubungan yang kontinu antara masyarakat umumnya dan pemimpinnya.
4.      Pers dan media masa bebas untuk menyatakan pendapat.
5.      Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
Bentuk-bentuk Demokrasi Modern
Dipandang dari bagaimana keterkaitan antarbadan atau organisasi Negara dalam berhubungan , demokrasi dapat dibedakan dalam tiga bentuk ,yaitu:
a. Demokrasi dengan sistem referendum (pengawasan langsung oleh rakyat)
Dalam sistem referendum, tugas badan legeslatif (badar perwakilan rakyat ) selalu berada dalam pengawasan rakyat. Dalam hal ini, pengawasannya dilaksanakan dalam bentuk reperendum (pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan legeslatif).
Sistem referendum di bagi dalam dua kelompok ,yaitu reperendum obligatoire dan reperendum fakultatif.
1.      Reperendum obligatoire (reperendum yang wajib) adalah reperendum yang menentukan berlakunya suatu undang-undang atau suatu pelaturan . artinya ,suatu undang-undang baru dapat berlaku apabila mendapat persetujuan rakyat melalui referendum (pemungutan suara langsung oleh rakayat tanpa melalui badan perwakilan rakayat)
2.      Reperendum fakultatif (reperendum yang tida wajib) adalah reperendum yang menentukan apakah suatu undang-undang yang sedang berlaku dapat terus di pergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya perubahan-perubahan .kelebihan sistem reperendum adalah rakyat di batalkan penuh dalam pembuatan undang-undang . Adapun Negara yang menganut paham demokrasi dengan sistem referendum adalah Negara Swiss.
b. Demokrasi dengan sistem parlemen kekuasaan
Dalam sistem parlemen kekuasaan , hubungan antara badan eksekutif dengan badan legislatif dapat di katakan tida ada .pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan legislatif (badan perwakilan rakyat) ini mengingatkan kita pada ajaran dari Montesquieu , yang di kenal dengan ajaran Trias politika. Menurut ajaran Trias politika,kekuasaan Negara di bagi menjadi tiga kekusan yang satu sama lain terpisah dengan tegas .
Ketiga kekuasaan tersebut meliputi kekuasaan berikut ini
1)          Kekusaan legisatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang
2)          Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang .
3)          Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili
Dalam sistem pemisahan kekuasaan, badan eksekutif(pemerintah)terdiri dari presiden sebagai kepala pemerintahan dan dibantu dengan para mentri . mentri-mentri tersebut yang memimpin departemen-departemen pemerintahan , diangkat oleh presiden dan hanya bertanggung jawab kepada presiden. Sistem seperti ini sering disebut sistem presidensial. contoh Negara yang menggunakan demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan ini yaitu amerika serikat.
Kelebihan sistem presidensial adalah ada kestabilan pemerintahan , karena mereka tidak dapat dijatuhkan atau di bubarkan oleh badan perwakilan rakyat(parlemen), sehingga pemerintahan dapat melaksanakan program-programnya dengan baik. Sedangkan kelemahan sistem presidensial adalah dapat mendorong timbulnya pemusatan timbulnya kekuasaan di tangan presiden , serta lemahnya pengawasan dari rakyat.
c. Demokrasi dengan sistem parlementer
Menurut sistem parlementer ada hubungan yang erat antara badan eksekutif(pemerintah) dengan badan legeslatif (badan perwakilan rakyat). Dimana tugas atau kekuasaan eksekutif disedrahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet atau dewan mentri.
Mentri-mentri baik secara perorangan maupun secara bersama-sama sebagai cabinet (dewan mentri), mempertanggung jawabkan segala kebijakansanaan pemerintahannya kepada parlemen (badan perwakilan rakyat).
Apabila pertanggung jawaban mentri atau dewan mentri diterima oeh parlemen, maka kebijaksanaan tersebut bisa terus dilaksanakan dan dewan mentri tetap melaksanakan tugasnya sebagai mentri.akan tetapi, apabila pertanggung jawaban mentri atau dewan mentri tersebut ditolak parlemen , maka parlemen dapat mengeluarkan satu keputusan yang menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) kepada menteri yang bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika itu terjadi, maka menteri tersebut atau para menteri tersebut harus mengundurkan diri. Kejadian ini sering disebut krisis cabinet.
Kelebihan sistem parlementer adalah rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasan dan peranannya dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sedangkan kelemahan sistem parlementer adalah kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam adanya penghentian di tengah jalan karena adanya mosi tidak percaya dari badan perwakilan rakyat. Sehingga terjadi krisis cabinet. Akibatnya, pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-program yang telah di susunnya.
Perkembangan Demokrasi Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut.  Mengapa, selama 71 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta Nation Building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator, apakah diktator ini bersifat perorangan ,partai, ataupun militer.
Melihat sejarah perkembangan demokrasi di negara Republik Indonesia, dilihat dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dalam empat masa, yaitu:
1.             Masa Republik Indonesia I (1945-1959) atau masa orde lama dimana masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan demokrasi Parlementer.
Sistem parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam undang-undang dasar 1949 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia meskipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa negara di Asia lain. Persatuan yang dapat digalang untuk menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai.
Undang- undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai kepala negara konstitusional (konstitusional haed )dan menteri –menterinya mempunyai tanggung jawab politik. fragmentasi partai-partai politik, setiap kabinet berdasarkan koalisi tidak segan –segan untuk menarik dukungannya sewaktu –waktu, sehingga kabinet sering kali jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri.
Dengan demikian ditimbulkan kesan bahwa partai-partai dalam koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Partai –partai oposisi tidak mampu berperan sebagai oposisi konstruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari umumnya dalam masa pra pemilihan umum yang diadakan pada tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik karena pemerintah tidak mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan programnya. Pada pemilihan umum tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, bahkan tidak dapat menghindarkan perpecahan yang paling gawat antara pemerintah pusat dan beberapa daerah.
Ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting ,yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai rubberstamp (presiden capnya belaka) dan suatu tentara yang karena lahir revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan –persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Faktor- faktor semacam ini, ditambah dengan tidak adanya anggota partai-partai yang bergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang- undang dasar baru , mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli yang menentukan berlakunya kembali undang-undang dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem demokrasi parlementer berakhir.
2.             Masa Republik Indonesia II (1959-1965) atau masa orde baru, yaitu demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Ciri –ciri dalam periode ini ialah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial –politik.
Dekrit presiden 5 juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun.
Akan tetapi ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur Hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini(Undang-Undang Dasar memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh undang-undang dasar. Selain itu, banyak lagi tinndakan yang menyimpang dari atau menyelewengkan terhadap ketentuan –ketentuan Undang-Undang Dasar. Misalnya dalam Tahun 1960 ir.soekarno sebagai presiden membubarkan Dewan perwakilan rakyat hasil dari pemilihan umum, padahal penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat  demikian. Dewan perwakilan rakyat gotong- oyong yang mengganti dewan perwakilan rakyat pilihan rakyat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol ditiadakan, bahkan pimpinan dewan mereka sebagai pembantu presiden ,disamping fungsi sebagai wakil rakyat. 
Dalam rangka ini dilihat beberapa ketentuan lain yang memberi wewenang kepada presiden sebagai badan eksekutif, misalnya presiden diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif berdasarkan Undang-Undang No 19/1964 dan di bidang legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 /1960 dalam hal anggota dewan perwakilan rakyat tidak mencapai mufakat.
Selain itu terjadinya penyelewengan di bidang undang- undang dimana pelbagai tindakan pemerintah dilaksankan melalui penetapan presiden pula (PenPres) yang memakai Dekrit Presiden 5 juli sebagai sumber hukum. Tambahan ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan tekstil komunisme International yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai persiapan karah terbentuknya demokrasi rakyat. 
Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan, dan dibredel, sedangkan politik mercu suar dibidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram , G30S/PKI mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya demokrasi Pancasila.
3.             Masa Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Landasan formal dari periode ini ialah Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 serta TAP MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin, telah diadakan sejumlah tindakan korektif. Ketetapan MPRS No.III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir.soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi selektif setiap lima tahun.
Ketetapan MPRS NoXIX/1966 telah menentukan ditinjaukan kembali produk –produk legislatif dari masa demokrasi terpimpin dan atas dasar itu undang-undang no 14 tahun 1970 menetapkan kembali ke asas kebebasan badan-badan pengadilan. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol di samping tetap mempunyai status menteri. Begitu pula tata tertib dewan perwakilan rakyat gotong oyong yang baru telah meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat mencapai mufakat antara anggota badan legislatif. Golongan karya, dimana anggota ABRI memainkan peran penting, diberi landasan konstitusional yang lebih formal. Selain itu beberapa hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan lebih penuh dengan memberi lebih luas kepada pers untuk menyatakan pendapat dan kepada partai –partai politik untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum tahun 1971.
Dengan demikian diharapkan terbinanya partisipasi golongan –golongan dalam masyarakat disamping di adakan pembangunan ekonomi secara teratur serta terencana.Perkembangan lebih lanjut pada masa Republik Indonesia III (yang disebut orde baru  yang menggantikan orde lama ) menunjukkan peranan presiden yang semakin besar. Secara lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan di tangan presiden karena presiden Soeharto telah menjelma sebagai tokoh yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia, tidak saja karena jabatanya sebagai presiden dalam pemerintahan presidensial, tetapi juga pengaruh karena pengaruhnya yang dominan dalam elit politik Indonesia. Keberhasilan memimpin penumpasan G 30 S/PKI dan kemudian membubarkan PKI dengan surat perintah 11 maret (Super semar) memberikan peluang yang besar kepada Jenderal Soeharto untuk tampil sebagai tokoh yang berpengaruh di Indonesia. Status ini membuka peluang bagi jenderal Soeharto untuk menjadi presiden berikutnya sebagai pengganti presiden Soekarno.
Perlunya menjaga kestabilan politik, pembangunan nasional ,dan integritas nasional telah digunakan sebagai alat kebenaran bagi pemerintahan untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk yang bertentangan dengan demokrasi. Contohnya prinsip monoloyalitas pegawai negeri sipil (PNS). Semula prinsip itu diperlukan untuk melindungi orde baru dari gangguan –gangguan yang mungkin timbul dari musuh-musuh orde baru dengan mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam setiap pemilihan umum(pemilu).kemudian setelah orde baru menjadi kuat, ternyata prinsip monoloyalitas tersebut masih tetap digunakan untuk mencegah partai politik lain keluar sebagai pemenang dalam pemilu sehingga Golkar dan Orde baru dapat terus berkuasa.
Masa Republik Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu. Pemilu diadakan secara teratur dan berkesinambungan sehingga selama periode tersebut berhasil diadakan enam kali pemilu masing-masing pada tahun 1971,1977,1982,1987,1992,dan 1997. Dari awal orde baru memang menginginkan adanya pemilu. Ini terlihat dari dikeluarkannya Undang-Undang Pemilu tahun1969 ,hanya setahun setelah presiden Soeharto dilantik sebagai presiden oleh MPRS pada tahun 1968 atau dua tahun setelah dilantik sebagai pejabat presiden tahun 1967. Hal ini sesuai dengan slogan orde baru pada awalnya,yaitu  melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun ternyata nilai- nilai demokrasi tidak diberlakukan dalam pemilu-pemilu tersebut karena tidak ada kebebasan memilih bagi para pemilih dan tidak ada kesempatan yang sama bagi ketiga organisasi peserta pemilu (OPP) untuk memenangkan pemilu. Sebelum fusi partai politik tahun 1973, semua dari pemilih ,antara lain karena adanya asas monoloyalitas yang sudah disebutkan sebelumnya. Setelah difusi 1973 yang menghasilkan dua partai politik disamping Golkar, tidak ada perubahan dalam pemilu karena Golkar tetap dapat dipastikan memenangkan setiap pemilu. Hal ini disebabkan karena OPP ini mendapatkan dukungan dan fasilitas dari pemerintah sedangkan dua partai lainnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia(PDI) menghadapi banyak kendala dalam memperoleh dukungan dari  para pemilih. Terlepas dari semua itu, pelaksanaan pemilu sebanyak 6 kali tersebut telah memberikan pendidikan politik yang penting bagi rakyat Indonesia sehingga rakyat telah terbiasamemberikan suara dan menentukan pilihan dalam pemilu.
Keberhasilan pemerintahan presiden Soeharto untuk menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-ann dan pembangunan ekonomi pada masa –masa setelah itu ternyata tidak diikuti dengan kemampuan untuk memberantas korupsi. Korupsi ,kolusi dan Nepotisme (KKN) berkembang dengan pesat seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi malah dianggap sebagai peluang untuk melakukan KKN yang dilakukan oleh para anggota keluarga dan kroni para penguasa, baik dipusat maupun daerah.
Dibidang politik, dominasi presiden Soeharto telah membuat presiden menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu instansi / lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya melakukan penyelewengan kekuasaan (Abuse of Power). Menjelang berakhirnya orde baru, elite politik semakin tidak peduli dengan aspirasi rakyat dan semakin banyak membuat kebijakan –kebijakan yang menguntungkan para kroni dan merugikan negara dan rakyat banyak.
Akibatnya dari semua ini adalah semakin menguatnya kelompok –kelompok yang menentang presiden Soeharto dan orde baru, yang menjadi pelopor para penentang ini adalah para mahasiswa dan pemuda. Gerakan mahasiswa yang berhasil menduduki gedung MPR /DPR di semaya pada bulan Mei 1998 merupakan langkah awal kejatuhan presiden Soeharto dan tumbangnya orde baru. Kekuatan mahasiswa yang besar menyebabkan sulitnya mereka diusir dari gedung tersebut dan semakin kuatya dukungan para mahasiswa dan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia terhadap gerakan tersebut berhasil memaksa elite politik untuk berubah sikap terhadap  presiden Soeharto. Pimpinan DPR secara terbuka meminta presiden Soeharto yang berusaha untuk memenuhi tuntutan mahasiswa. Melihat perkembangan politik seperti ini, presiden Soeharto yakin bahwa ia sendiri, sehingga ia kemudian memutuskan untuk mundur sebagai presiden RI pada 20 Mei 1998. Mundurnya Soeharto dari kursi presiden menjadi pertanda dari berakhirnya masa Republik Indonesia III yang disusul oleh munculnya Republik Indonesia IV.  
4.             Masa Republik Indonesia IV (1998-1959) yaitu masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktisi-praktik politik yang terjadi pada masa republik Indonesia III.
Tumbangannya orde baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman orde baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu bangsa Indonesia bersepat untuk sekali lagi demokratisasi, yakini proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan lembaga eksklusif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat( DPR).
Presiden Habiebie yang dilantik sebagai presiden untuk menggantikan presiden Soeharto dapat dianggap sebagai presiden yang akan memualai langkah-langkah demokratisasi dalam orde reformasi. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintah habiehabie adalah mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. Untuk politik yang meliputi UU partai politik, UU Pemilu dan UU susunan Keduduikan MPR, DPR, dan DPRD yang baru disyahkan pada awal 1999. UU politik jauh lebih demokratis dibanding dengan UU politik sebelumnya sehingga pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis tang diakui oleh dunia International. Pada masa pemerintahan habiehabie juga terjadi demokratisasi yang tidak kalah pentingannya yaitu penghapusan Dwi fungsi ABRI sehingga fungsi sosial -politik  ABRI (sekarang TNI atau Tentara Nasional Indonesia ) dihilangkan. Fungsi pertahanan menjadi fungsi satu-satunya yang dimiliki oleh TNI semenjak reformasi internal TNI.
Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002) beberapa perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peran DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam Pemilu Pengawasan terhadap Presiden lebih di perketat dan Hak-Hak Asasi Manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat. Amandemen UUD1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung (Pilpres). Pilpres pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif.
Langkah demokratisasi berikutnya adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung (pilkada ) yang diatur dalam UU No32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. UU ini mengharuskan semua kepala daerah seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan 2005. Semenjak itu kepala daerah yang telah habis masa jabatannya harus dipilih melalui pilkada.  Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah untuk lebih demokratis dengan diberikan hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah. Hal ini tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh DPRD.
Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presiden yang didahului oleh terpilihnya anggota –anggota DPR,DPD(dewan perwakilan Daerah) dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi dibidang –bidang lembang-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujud secara tuntas namun adanya perubahan-perubahan tadi, demokrasi telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.


B.     Transparansi Demokrasi
keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka atau transparan yang berarti suatu keadaan yang tidak tertutupi, tidak ditutupi, keadaan yang tidak ada rahasia sehingga semua orang memiliki hak untuk mengetahui. Istilah transparansi berasal dari kata bahasa Inggris transparent yang berarti jernih, tumbuh cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak ada kekeliruan, tidak ada kesangsian atau keragu-raguan.
Keterbukaan atau transparansi menunjuk pada tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berhubungan dengan informasi berita, pernyataan, dan kebijakan publik. Keterbukaan diartikan sebagai keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapatkan oleh masyarakat luas. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain.
Keterbukaan penyelenggaraan negara diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan, dan sudah sewajarnya mengetahui hal-hal yang akan diperuntukkan baginya. Masyarakat yang terbuka akan mudah menerima perubahan dan memungkinkan kemajuan. Mereka dapat belajar dari masyarakat lain, dan menerima hal-hal baru yang berguna bagi masyarakat. Sebaliknya suatu masyarakat yang tertutup akan sulit berkembang dan menyesuaikan diri dengan kemajuan .Contoh keterbukaan sebagai warga negara adalah sebagai berikut.
1.       Menyatakan pendapat secara terbuka dan jujur.
2.       Mengemukakan tuntutan dan keinginannya tanpa rasa takut atau tertekan.
3.       Kesediaan memberi informasi publik kepada sesama warga negara.
Selain pada warga negara, keterbukaan juga perlu ada pada penyelenggaraan negara. Contoh keterbukaaan sebagai penyelenggara negara adalah sebagai berikut.
1.       Pejabat negara bersedia bertatap muka dan berbicara dengan rakyat.
2.       Pejabat negara bersedia memberitahukan harta kekayaannya ke publik.
3.       Pejabat negara bersedia memberitahukan kebijakan publik yang dikeluarkan.
Berbagai negara demokratis berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Menurut United Nations Economic and Social Commissions for Asia and the Pacific (UNESCAP) terdapat delapan prinsip good governance, yaitu akuntabilitas (accountability), efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), kewajaran dan inkluvisitas (equity and inclusiveness), berorientasi pada konsensus (consensus oriented), kepedulian (responsiveness), keterbukaan (transparency), supremasi hukum (rule of law), dan partisipasi (participation). Adapun menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) prinsip-prinsip good governance meliputi hal-hal berikut.
1.      Visi strategis, yaitu bahwa para pemimpin dan masyarakat haruslah memiliki sikap-sikap berikut. a) Perspektif yang luas dan jauh ke depan mengenai tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia. b) Pemahaman atas kompleksitas kesejahteraan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. c) Kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.
2.      Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan bertanggung jawab kepada masyarakat dan lembaga-lembaga yang berkepentingan.
3.      Efektivitas dan efisien, yaitu bahwa proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga mampu menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin untuk memperoleh hasil yang sesuai kebutuhan warga masyarakat.
4.      Kesetaraan, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
5.      Berorientasi pada konsensus, yaitu bahwa pemimpin berusaha seoptimal mungkin menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh mengenai apa yang baik bagi kelompok-kelompok masyarakat.
6.      Peduli pada stakeholder, yaitu bahwa lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.
7.      Keterbukaan, yaitu bahwa seluruh informasi mengenai proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.
8.      Tegaknya supremasi hukum, yaitu bahwa hukum yang termasuk di dalamnya hukum yang menyangkut HAM bersifat adil dan diberlakukan kepada setiap orang tanpa pandang bulu.
9.      Partisipasi masyarakat, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan.
Prinsip keterbukaan menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan, yaitu bahwa berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus jelas, tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, tetapi segala sesuatunya baik perencanaan dan pertanggungjawabannya dapat diketahui oleh publik.Ada tiga alasan mengenai pentingnya keterbukaan dengan penjelasannya sebagai berikut.
1.      Keterbukaan memungkinkan adanya akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Hal ini dapat menjadikan warga negara memiliki pemahaman yang jernih mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pada gilirannya warga negara mampu berpartisipasi aktif dalam memengaruhi agenda publik. Keterbukaan adalah prasyarat mutlak bagi adanya partisipasi yang konstruktif dan rasional.
2.      Dasar penyelenggaraan pemerintahan di negara demokratis adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Keberadaan pemerintah di negara demokratis dipahami sebagai pihak yang dipilih oleh rakyat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Berbagai aturan hukum di negara demokratis semaksimal mungkin diupayakan untuk keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk menjamin bahwa jalannya pemerintahan senantiasa berada di jalur yang benar, yakni untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
3.      Kekuasaan pada dasarnya cenderung diselewengkan. Pada umumnya penyelewengan kekuasaan terjadi dan semakin merajalela apabila tidak ada keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, negaranegara demokratis sangat menekankan pentingnya keterbukaan atau transparansi agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dan tata pemerintahan yang tidak baik.
Menurut Robert A. Dahl demokrasi sangat memerlukan adanya keterbukaan, terutama akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Ada empat unsur utama pemerintahan demokrasi, yaitu
1.      pemilihan umum yang bebas dan adil,
2.      pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab,
3.      jaminan hak-hak politik dan sipil, dan
4.      adanya suatu masyarakat demokrasi atau berkeadaban.
Keempat unsur utama demokrasi biasa disebut sebagai Piramida Demokrasi Negara yang serius menjadikan diri sebagai negara demokrasi tidak cukup apabila hanya terdapat pemilu yang bebas dan adil, jaminan atas hak-hak sipil dan politik, adanya masyarakat yang demokratis, tetapi harus ada pula penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, keterbukaan merupakan keharusan agar terwujud pemerintahan yang baik.


BAB III
UPAYA YANG DILAKUKAN

Pandangan Negara Hukum terhadap Demokrasi Modern di Indonesia
Indonesia merupakan negara kesatuan dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan kedudukan konstitusional negara republik Indonesia berdasarkan pada konstitusi negara hukum. Prinsip –prinsip demokrasi Indonesia yang merupakan nilai-nilai dari sila Pancasila yang di implementasikan melalui penerapan hirarki tata aturan peraturan yang meliputi berbagai segi sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara untuk menyelenggarakan dan melaksanakan organisasi negara sesuai dengan cara hidup dalam negara republik Indonesia.
Bentuk dari penyelenggaraan dan pelaksanaan organisasi negara tersebut di susunlah dalam suatu rumusan kebijakan yang kemudian dijadikan sebagai supremasi hukum yang mengatur terhadap kepentingan-kepentingan negara dan bangsa dalam menjalankan dan melaksanakan roda organisasi pemerintahan.
Kebijakan publik pada dasarnya adalah kebijakan yang dinyatakan, dikeluarkan, dilakukan ataupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah yang memuat program dan kegiatan yang dijalankan. Kebijakan publik mencakup hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan dan pelaksanaan yang dibuat oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum dan badan-badan pembuat keputusan publik.
Kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah memiliki manfaat dan tujuan yang mulia dalam masyarakat. Tujuan pembuatan kebijakan publik pada dasarnya untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat, melindungi hak-hak masyarakat, mewujudkan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat, dan pada akhirnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.


Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik atau public policy memiliki beragam arti dan makna. Menurut Thomas R. Dye (1992) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah sebagai berikut: “Public policy is whatever governments choose to do or not to do” (Kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Sedangkan menurut James E. Anderson (1970): “Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials” (Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).
Menurut Kartasasmita, kebijakan publik adalah merupakan upaya memahami dan mengartikan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai satu masalah, apa penyebabnya dan apa pengaruhnya. Sedangkan menurut Anderson: Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah.
Menurut Chief J.O. Udoji: “Public policy is an sanctioned couse of action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large"   (Kebijakan publik adalah suatu tindakan yang memiliki sanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat). Menurut Irfan Islamy bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
Sedangkan menurut Aminullah dalam Muhammadi (2001 : 371-372) bahwa kebijakan merupakan upaya/tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya/tindakan tersebut bersifat strategis, berjangka panjang, dan menyeluruh. Terakhir menurut Said Zainal Abidin (2004 : 23), kebijakan publik itu tidaklah bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan strategis. Oleh karenanya kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum kebijakan dan keputusan khusus di bawahnya.
Manfaat dan Tujuan Kebijakan Publik
Peran Strategis Kebijakan Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang perorang atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki.
Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa - dan seringkali terjadi - diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat yang sangat penting.
Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk menyusun kebijakan adalah cerminan betapa pentingnya sebuah kebijakan dan sekaligus cerminan akan perlakuan berlebihan
Berdasarkan uraian di atas, manfaat dari keikutsertaan masyarakat dalam merumuskan kebijakan publik.
Ada beberapa manfaatnya, yaitu :
  1. Dapat membentuk perilaku atau budaya demokrasi
  2. Dapat membentuk masyarakat hukum
  3. Dapat membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlak mulia
  4. Dapat membentuk masyarakat madani
Masyarakat madani memiliki ciri – ciri sebagai beriklut :
  1. Kesukarelaan, masyarakat madani terbentuk bukan karena paksaan. Mereka secara sukarela membentuk kehidupan bersama karena punya cita-cita yang sama.
  2. Ke swasembadaan, artinya setiap individu mandiri atau tidak menggantungkan dari orang lain.
  3. Kemandirian yang tinggi terhadap negara. Anggota dari sebuah masyarakat madani tidak mau bergantung pada negara, suatu lembaga atau organisasi.
  4. Keterikatan pada nilai-nilai yang disepakati bersama. Masyarakat madani berdiri di atas hukum yang disepakati bersama.
Tujuan pembuatan kebijakan publik pada dasarnya untuk :
  1. Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat
  2. Melindungi hak–hak masyarakat
  3. Mewujudkan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat
  4. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan Kebijakan Publik
Menurut Sahya Anggara (2014:39), pelaksanaan kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Pada sisi masyarakat, dirasa penting adanya standar pelayanan publik yang menjabarkan kepada masyarakat tentang pelayanan yang menjadi haknya, cara memperolehnya, persyaratannya, dan bentuk layanan yang diberikan. Konsekuensi hal ini akan mengikat pemerintah/negara sebagai pihak pemberi layanan dan masyarakat sebagai pihak penerima layanan.
Menurut Said Zainal Abidin (2004) kebijakan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut :
  1. Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan, baik bersifat positif maupun negatif, mencakup keseluruhan wilayah maupun suatu instansi.
  2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, berupa peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan suatu undang-undang.
  3. Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada di level bawah kebijakan pelaksanaan.



Mengenai tingkatan kebijakan publik secara teknis, Lembaga Administrasi Negara (1997) dalam Sahya Anggara (2014:41) menyampaikan sebagai berikut :
a.             Lingkup Nasional
  1. Kebijakan Nasional
Kebijakan Nasional adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden adalah pihak-pihak yang berwenang menetapkan kebijakan nasional. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berbentuk Undang-Undang Dasar (UUD), Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
  1. Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk mencapai tujuan nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan umum. Kebijakan umum yang tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres). 
  1. Kebijakan Pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan adalah penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu. Dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan yang berwenang adalah menteri/pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND.  Kebijakan pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk peraturan, keputusan, atau instruksi pejabat.
b. Lingkup Wilayah Daerah
  1. Kebijakan Umum
Kebijakan umum di lingkup daerah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah. Dalam menetapkan kebijakan umum di daerah provinsi, yang berwenang adalah Gubernur dan DPRD Provinsi. Di daerah  Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Kebijakan umum di tingkat daerah dapat berupa Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2.       Kebijakan Pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan di lingkup wilayah/daerah ada 3 (tiga) macam, yaitu :
    1. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan peraturan daerah;
    2. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan realisasi pelaksanaan kebijakan nasional di daerah; dan
    3. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan merupakan pelaksanaan tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Prinsip-prinsip dan Jenis-Jenis Kebijakan Publik
Dalam tataran pelaksanaan ketatanegaraan dan pemerintahan, kebijakan publik menurut Ryant D. Nugroho (2004) dibagi dalam 3 (tiga) prinsip berikut :
  1. Cara merumuskan kebijakan publik (fomulasi kebijakan);
  2. Cara kebijakan publik diimplementasikan; dan
  3. Cara kebijakan publik dievaluasi.
James E. Arderson (1970) dalam Sahya Anggara dengan bukunya “Kebijakan Publik” (2014:55) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut :
a. Substantive and Procedural Policies
Substantive policy adalah kebijakan ditinjau dari substansi masalah yang dihadapi pemerintah. Contoh : kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi.
Procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).
b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies
Distributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu, kelompok, atau perusahaan. Contoh, kebijakan tentang tax haliday.
Redistributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh, kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
Regulatory policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/pelarangan terhadap perbuatan/tindakan. Contoh, kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.
c. Material Policy
Material policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya. Contoh, kebijakan pembuatan rumah sederhana.
d. Public Goods and Private Goods Policies
Public goods policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Contoh, kebijakan tentang perlindungan keamanan dan penyediaan jalan umum.
Private goods policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pihak swasta untuk kepentingan individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan biaya tertentu. Contoh, tempat hiburan, hotel.








Daftar Referensi
Budiardjo,Prof Mariam.Dasar-Dasar Ilmu Politik.cetakan pertama edisi revisi.PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2008



1 komentar: