BAB I
PENDAHULUAN
A. PANDANGAN UMUM
Demokrasi berasal
dari dua kata, yang mengacu pada sistem pemerintahan zaman yunani-kuno yang
disebut “ demokratia” yaitu,”demos” dan “ kratos” atau “kratein”. Menurut
artinya secara harfiah yang dimaksud dengan demokrasi,yaitu demos berarti
rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintah, pemerinta yang
dijalankan oleh rakyat.
Pada zaman
Yunani-Kuno, kata demokrasi digunakan untuk menunjuk pada ‘government by the
many’ (pemerintahan oleh orang banyak), sebagai lawan dari ‘government
by the few’ (pemerintahan oleh sekelompok orang). Demokrasi adalah sistem
politik ideal dan ideologi yang berasal dari Barat.Demokrasi menyiratkan arti
kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat
dan untuk rakyat, warga masyarakat yang telah terkonsep sebagai warga negara.
Demokrasi ini
kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai suatu rangkaian institusi dan
praktek berpolitik yang telah sejak lama dilaksanakan untuk merespon
perkembangan budaya, dan berbagai tantangan sosial dan lingkungan di
masing-masing negara.
Ketika demokrasi
Barat mulai ditransplantasikan ke dalam negara-negara non-Barat dan beberapa
negara bekas jajahan yang memiliki sejarah dan budaya yang sangat berbeda,
demokrasi tersebut memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, dan
mengalami berbagai perubahan dalam penerapannya sesuai dengan lingkungan
barunya yang berbeda.
B. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi modern di era
komunikasi (ITE) yang berkembang terhadap transparansi.
2. Untuk mengetahui mengetahui transparasi demokrasi
modern.
3. Untuk mengetahui cara menciptakan demokrasi modern di
era komunikasi (ITE).
C. RUMUSAN MASALAH PENULISAN
1. Apa itu demokrasi modern di era komunikasi yang
berkembang saat ini?
2. Bagaimana menuju transparmasi demokrasi modern?
3. Bagaimana menciptakan demokrasi modern di era
komunikasi?
BAB II
PERMASALAHAN
A. Demokrasi modern
Pada permulaan pertumbuhan demokrasi mencakup beberapa
asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau yaitu gagasan
mengenai demokrasi dari kebudayaan yunani kuno dan gagasan mengenai kebebasan
beragama yang di hasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang
menyusulnya. Pada sistem demokrasi terdapat di negara kota (City State) atau
yunani kuno abad ke 6-abad ketiga SM) merupakan demokrasi langsung atau (direct
demokrasi) yaitu suatu bentuk pemerintahaan dimana hak untuk membuat keputusan
politik di jalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan
prosedur mayoritas.
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatan hilang dari
muka dunia baratwaktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan
Yunani di kalahkan oleh suku bangsa Eropa barat dan benua Eropa memasuki abad
pertengahan (600-1400) masyarakat abad pertengahan di cirikan oleh struktur
sosial yang fiodal (hubungan antara
vassal dan Lord ) “ yang kehidupan sosial serta spritualnya di kuasai oleh paus
dan pejabat-pejabat agama lainnya yang kehidupan politiknya di tandai oleh
perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Sebagaimana di lihat dari sudut perkembangan
demokrasi abad pertengahan yang menghasilkan suatu dokumen penting berupa magna
chrta ( piagam besar) ( 1215 ).
Magna charta merupakan semi kontrak antara beberapa
bangsawan dan raja Jhone dari Inggris dimana untuk pertama kali seorang raja
yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges
dari bawahnya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan orang dan
sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku
untuk rakyat jelata, namun di anggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan
demokrasi.
Sebelum abad pertengahan berakhir dan pada permulaan
abad ke 16 di Eropa barat muncul negara-negara nasional (National State) dalam
bentuk yang modern. Eropa barat mengalami perubahan sosial dan kultur yang
mempersiapkan jalan untuk memasuki jaman yang lebih modern dimana akal dapat
memerdekakan diri dari pembatasan- pembatasannya seperti dua kejadian yang
terjadi ialah peristiwa Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di
Eropa selatan seperti Italia dan peristiwa reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak
pengikutnya di Eropa utara seperti di Jerman dan Swiss.
Pada masa 1650 – 1800 menyelami masa aufklarung ( abad
pemikiran ) beserta rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan
pikiran manusia dari batas-batas yang di tentukan oleh gereja dan mendasarkan
pemikiran atas akal atau rasio semata-mata. Kebebasan berpikir membuka jalan
untuk meluaskan gagasan di bidang politik. Timbulah gagasan bahwa manusia
mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh di selewengkan oleh raja dan
mengakibatkan di lontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang menurut pola
yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas pada masa
1500-1700 telah muncul monarki-monarki absolute dan muncul setelah berakhirnya
abad pertengahan raja-raja absolute menganggap dirinya berhak atas tahtanya berdasarkan
konsep hak suci raja (divine raight of king).
Raja-raja yang terkenal dari Spanyol ialah Isabella
dan verdinan (1479-1568) di Prancis , raja-raja bourbon dan sebagainya
kecaman-kecaman yang di lontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat
dukungan kuat dari golongan menengah atau (middle class ) yang mulai
berpengaruh berkat majunya ekonomi serta mutu pendidikannya.
Pendobrakkan terhadap kedudukan raja-raja absolut di
dasarkan atas suatu teori rasionalistis umumnya dikenal sebagai sosial
kontrak(sosial kontak) salah satu dari asa kontrak sosial ialah bahwa dunia di
kuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengndung prinsip-prinsip keadilan
yang universal; artinya berlaku untuk
semua waktu serta semua manusia, apakah raja, bangsawan, atau rakyat jelata.
Hukum ini yang dinamakan hukum alam ( natural las, ius naturale).
Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada
masalah-masalah politik. teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara
raja dan rakyat disadari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya
mengikat kedua belah pihak. Kontrak untuk menyelenggarakan penertiban dan
menciptakan suasana dimana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya ( natural
Rights) dengan aman. Di pihak lain rakyat akan menaati pemerintahan raja asal
hak-hak alam itu terjamin.
Hakikatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha
untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik
rakyat. Seorang filsuf mencetuskan gagasan diantaranya John Locke dari Inggris
(1632-1704) dan Mountesquieu dari Prancis (1689-1755). Menurut John Locke
hak-hak politik mencangkup hak-hak atas hidup, hak atas kebebasan, mencoba
menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak –hak politik itu, yang kemudian
dikenal dengan istilah Trias Politika.
Ide –ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik
menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke 18, serta revolusi Amerika
melawan Inggris. Pada abad ke -19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud
yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini
semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan
individu,kesamaan hak(equal Rights),serta hak untuk semua warga negara
(universal suffrage).
Demokrasi konstitusional abad ke -19 pada sistem
negara hukum klasik yang merupakan sebagai akibat dari keinginan untuk
menyelenggarakan hak-hak politik itu secara efektif timbulah gagasan bahwa cara
yang terbaik untuk membatasi kekuasaan pemerintahan ialah dengan suatu
konstitusi, apakah ia bersifat naskah(written constitution) atau bersifat
naskah (unwritten constitution). Konstitusi menjamin hak-hak politik dan
menyelenggarakan pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan
eksekutif di imbangi oleh kekuasaan parlemen dan lembaga hukum.
Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme (constitionalism), sedangkan negara yang menganut
gagasan ini dinamakan constitutional State atau rechstate. Menurut Carl
J.Friedrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan; Suatu
kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk
kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak risalah gunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah (a set of
Activities organized and operated on behalf of The people baut subject to a
series of restraints which attempt to ensure That The Power which is needed for
such governmance is not abused Bay those who are called upon to do The
governing).
Pembatasan yang dimaksud termaktub dalam undang-undang
dasar. Dalam gagasan konstitusionalisme, konstitusi atau undang-undang dasar
tidak merupakan suatu dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan diantara
lembaga-lembaga kenegaraan( seperti antara eksekutif,legislatif, dan yudikatif)
atau hanya merupakan suatu anatomy of a Power relationship, yang dapat diubah
atau di ganti kalau Power relationship itu sudah berubah (pandangan ini antara
lain di anut uni Soviet yang menolak gagasan konstitusionalisme).
Tetapi dalam
gagasan konstitusionalisme undang-undang dasar di pandang sebagai suatu lembaga
yang mempunyai fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan
pemerintah di satu pihak, dan di pihak lain menjamin hak- hak asasi warga
negaranya. Undang- undang dasar dianggap sebagai perwujudan dari hukum
tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah oleh
manusia(goverment By las, not By Men).
Pada abad ke 19 dan permulaan abad ke-20 gagasan
mengenai perlunya pembatasan mendapat perumusan yuridis. Ahli- ahli hukum Eropa
Barat memakai istilah Restcstaat, sedangkan ahli Anglo saxon seperti A.V.
Discey memakai istilah rule of law.
Menurut stahl ada empat unsur
rechtsstate dalam arti klasik, yaitu:
1.
Hak-hak
manusia
2.
Pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa
kontinental biasanya disebut Trias Politica)
3.
Pemerintah
berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur).
4.
Peradilan
administrasi dalam perselisihan.
Unsur- unsur rule of law
dalam arti klasik, seperti dikemukakan oleh A.V. Dicey dalam Introduction to The law of The constitution mencangkup;
a.
Supremasi
aturan-aturan hukum (supremacy of The law); tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang (absence of arbitrary Power), dalam arti bahwa seorang hanya
boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b.
Kedudukan
yang sama dalam menghadapi hukum(equality before of law). Dalil ini berlaku
baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c.
Terjaminnya
hak-hak manusia oleh undang- undang (di negara lain oleh undang-undang dasar)
serta keputusan –keputusan pengadilan.
Rumusan –rumusan bersifat
yuridis dan hanya menyangkut bidang hukum saja dan itu dalam batas-batas yang
agak sempit tidaklah mengherankan. Sebab
kedua perumusan itu dirumuskan dalam suasana yang dikuasai oleh gagasan bahwa
negara dan pemerintahan hendaknya tidak ikut campur tangan dalam urusan warga
negaranya, kecuali dalam bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan
negara.
Aliran ini disebut dengan
aliran Liberalisme dan dirumuskan dalam dalil; pemerintahan yang paling sedikit
adalah yang paling baik (The las
governmant is The Best governmant) atau dengan istilah bahasa Belanda
Staatsonthouding. Dalam pandangan negara ini dianggap sebagai negara penjaga
malam (Nachtwachterstaat) yang sempit ruang geraknya, tidak hanya di bidang
politik , terutama di faire, laissez passez yang berarti bahwa kalau manusia di
biarkan mengurus kepentingannya masing-masing, maka dengan sendirinya keadaan
ekonomi seluruh akan sehat. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yakni baru
bertindak apabila hak-hak manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan umum
terancam. Konsepsi negara hukum tersebut adalah sempit, maka dari itu sering
disebut “negara hukum klasik”.
Pada abad ke 20 sesudah
perang dunia ke dua, telah terjadi perubahan –perubahan sosial dan ekonomi yang
sangat besar. Mengapa? Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain banyaknya kecaman terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem
kapitalis; tersebarnya Farhan sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan
secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis Eropa, seperti
Swidia, dan Norwegia, dan pengaruh aliran ekonomi yang dipelapori ahli ekonomi
Inggris John Maynard Keynes (1883-1946).
Gagasan bahwa pemerintah
dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun
di bidang ekonomi (staatsonsthouding dan laissez faire) lambat laun berubah
menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat
dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.
Dewasa ini dianggap bahwa
demokrasi harus mencangkup dimensi ekonomi dengan suatu sistem yang menguasai
kekuatan-kekuatan ekonomi dan yang berusaha memperkecil perbedaan sosial dan
ekonomi, terutama perbedaan –perbedaan yang timbul dari distribusi kekayaan
yang tidak merata. Negara semacam ini dinamakan negara kesejahteraan (welfare
State) atau negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat (Social Service
State).
Pada dewasa ini negara- negara modern mengatur soal-soal
pajak, upah minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi, mencegah atau
mengurangi pengangguraan dan kemelaratan serta timbulnya perusahan- perusahaan
raksasa ( anti Trust), dan mengatur ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak
diganggu oleh depresi dan krisis ekonomi. Oleh hal itulah pemerintah dewasa ini
mempunyai kecenderungan untuk memperluas aktivitasnya.
Sesuai dengan perubahan
dalam jalan pikiran ini, perumusan yuridis mengenai negara hukum klasik seperti
diajukan oleh A.V. Dicey dan Immanuel Kant pada abad ke 19 juga ditinjau
kembali dan dirumuskan kembali sesuai dengan tuntutan abad ke -20, terutama
sesudah perang dunia kedua, dirumuskan pada peristiwa konferensi Bangkok Tahun
1965 yang merupakan suatu organisasi ahli hukum International Communission of
Jurisst yang memperluas konsep mengenai rule of law, dan menekankan apa yang
dinamakannya dynamic aspects of The rule of law in The modern age.
Dianggap bahwa di samping
hak-hak politik, hak-hak sosial, dan hak ekonomi juga harus diakui dan
dipelihara, dalam arti bahwa harus di bentuk standar-standar dasar sosial dan
ekonomi. Penyelesaian soal kelaparan, kemiskinan, dan pengangguran merupakan
syarat agar supaya rule of law dapat berjalan baik.
Sebagaimana bahwa syarat-
syarat dasar penyelenggaraan pemerintah demokratis dibawah rule of law;
1.
Perlindungan
konstitusional, bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu, harus
menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin.
2.
Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak( Independent and impartial tribunals).
3.
Pemilihan
umum yang bebas.
4.
Kebebasan
menyatakan pendapat.
5.
Kebebasan
untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi.
6.
Pendidikan
kewarganegaraan(civic Education).
Jelas bahwa konsep
dinamis mengenai rule of law dibanding dengan perumusan abad ke-19 sudah jauh
berbeda. Mengapa? Kecenderungan dari pihak eksekutif untuk menyelenggarakan
tugas yang jauh lebih banyak dari intensif daripada dulu masa Nachtwachterstaat
telah diakui keperluannya.
Disamping merumuskan
gagasan rule of law dalam rangka perkembangan baru, timbul juga kecenderungan
untuk memberi perumusan mengenai demokrasi sebagai sistem politik.
Menurut International Commission of Jurists
dalam konferensi di bangkok, perumusan paling umum mengenai sistem politik yang
demokratis adalah “ suatu bentuk pemeritahan dimana hak untuk membuat keputusan
–keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang
dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu
proses pemilihan yang bebas” ( a for govermant where The citizens exercise
The Sam Rights (The Rights to Make political decisions), but throught representatives
chosen By them and responsible to Them thourgh The process of Free Election). Demokrasi
berdasarkan perwakilan” representatif democracy”.
Commission of Jurist
disebut juga suatu variasi dari demokrasi berdasarkan perwakilan yang
mengutamakan terjaminnya hak-hak asasi golongan minoritas terhadap mayoritas
ini dinamakan dengan demokrasi dengan hak-hak asasi yang terlindung (democracy
with entrenched fundamental Rights). Menurut Commission of Jurist dalam sistem
kekuasaan di tangan mayoritas diselenggarakan di dalam suatu rangka legal
pembatasan konstitusional yang dimaksud untuk menjamin bahwa asas dan hak
fundamental tertentu tidak tergantung pada suatu mayoritas yang tidak tetap
atau yang tidak wajar(Power in The Hans
of The majority are exercised within a legal framework of constitutional
restraints designed to Guarantee That certain basi principles and basi Rights
are not at The mercy of a transient or erratic but simpel majority), dengan
demikian hak-hak asasi golongan minoritas tetap terjamin.
Menurut Henry B.Mayo
dalam buku introduction to democratic Theory yang memberikan definisi mengenai
sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyatnya
dalam pemilihan –pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik( A democratic political System is One in
which public policies ari Ade on a majority basis, Bay representativies subject
to effective populer Control at periodic Election which are conducted on The
principle of political equality and under condition of political freedom).
Dari uraian –uraian
diatas menonjolkan asas-asas demokrasi sebagai sistem politik. di samping itu
dianggap bahwa demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintah , tetapi
juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu yang karena itu juga
mengandung unsur –unsur moral.
Adapun demokrasi yang
didasari oleh beberapa nilai(value) dimana menurut Henry B mayo bahwa setiap
masyarakat demokratis menganut semua nilai yang dirinci itu, tetapi tergantung
pada perkembangan sejarah serta budaya politik masing- masing. Sebagaimana yang
dirumuskan oleh Henry B Mayo yang merumuskan beberapa Nilai (Value) demokratis;
1.
Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalizedpeaceful
Settlement of conflict). Seperti perselisihan pendapat serta kepetingan yang
cara penyelesaiannya melaui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha upaya
mencapai kompromi ,konsensus atau mufakat.
2.
Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah (peaceful Changde in a changing society). Seperti terjadinya perubahan
masyarakat dalam memodernisasikan diri dan disitu terjadinya perubahan sosial,
yang disebabkan oleh faktor –faktor seperti misalnya majunya teknologi,
perubahan-perubahan dalam pola –pola perdagangan,dan sebagainya. Oleh karena
itu pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya dengan perubahaan
–perubahaan, dan sedapat membinanya jangan sampai tidak terkendali lagi. Sebab
kalau hal ini terjadi, ada kemungkinan sistem demokratis tidak dapat berjalan,
sehingga timbul sistem diktator.
3.
Menyelenggarakan
pergantian pemimpin secara teratur (orderly succession of rulers).
4.
Membatasi
pemakaian kekerasan sampai minimum(minimum of coercion). Golongan-golongan
minoritas yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau
diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi –diskusi yang terbuka dan
kreatif; mereka akan didorong untuk memberikan dukungan sekalipun
bersyarat,karena merasa bertanggung jawab.
5.
Mengakui
serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity), yaitu keanekaragaman
pendapat, kepentingan serta tingkah laku. Perlunya suatu masyarakat terbuka
(Open society) serta kebebasan –kebebasan politik(political liberties) yang
memungkinkan fleksibilitas dan tersedianya alternatif dalam jumlah cukup
banyak. Dalam hubungan demokrasi sering disebut suatu gaya hidup ( way of Life).
6.
Menjamin
tegaknya keadilan. Adanya kemaksimalan keadilan yang relatif (relatife
Justice).keadilan yang dapat dicapai barangkali lebih bersifat keadilan dalam
jangka panjang.
Sehingga akhirnya dapat dibentangkan
bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan oleh
beberapa lembaga antara lain;
1.
Pemerintah
yang bertanggung jawab.
2.
Suatu
dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan –golongan dan kepentingan-kepentingan
dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia
dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi. Dewan
Perwakilan mengadakan pengawasan ( kontrol), memungkinkan penilaian terhadap
kebijaksanaan pemerintahan secara kontinu.
3.
Suatu
organisasi politik yang mencangkup satu atau lebih partai politik (sistem dwi
–partai, Multi –partai). Partai-partai menyelenggarakan
hubungan yang kontinu antara masyarakat umumnya dan pemimpinnya.
4.
Pers
dan media masa bebas untuk menyatakan pendapat.
5.
Sistem
peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
Bentuk-bentuk Demokrasi Modern
Dipandang dari bagaimana
keterkaitan antarbadan atau organisasi Negara dalam berhubungan , demokrasi
dapat dibedakan dalam tiga bentuk ,yaitu:
a. Demokrasi dengan sistem referendum
(pengawasan langsung oleh rakyat)
Dalam sistem referendum,
tugas badan legeslatif (badar perwakilan rakyat ) selalu berada dalam
pengawasan rakyat. Dalam hal ini, pengawasannya dilaksanakan dalam bentuk
reperendum (pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan
legeslatif).
Sistem referendum di bagi
dalam dua kelompok ,yaitu reperendum obligatoire dan reperendum fakultatif.
1.
Reperendum
obligatoire (reperendum yang wajib) adalah reperendum yang menentukan
berlakunya suatu undang-undang atau suatu pelaturan . artinya ,suatu
undang-undang baru dapat berlaku apabila mendapat persetujuan rakyat melalui
referendum (pemungutan suara langsung oleh rakayat tanpa melalui badan perwakilan
rakayat)
2.
Reperendum
fakultatif (reperendum yang tida wajib) adalah reperendum yang menentukan
apakah suatu undang-undang yang sedang berlaku dapat terus di pergunakan atau
tidak, atau perlu ada tidaknya perubahan-perubahan .kelebihan sistem reperendum
adalah rakyat di batalkan penuh dalam pembuatan undang-undang . Adapun Negara
yang menganut paham demokrasi dengan sistem referendum adalah Negara Swiss.
b. Demokrasi dengan sistem parlemen
kekuasaan
Dalam sistem parlemen
kekuasaan , hubungan antara badan eksekutif dengan badan legislatif dapat di
katakan tida ada .pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif (pemerintah)
dan legislatif (badan perwakilan rakyat) ini mengingatkan kita pada ajaran dari
Montesquieu , yang di kenal dengan ajaran Trias politika. Menurut ajaran Trias
politika,kekuasaan Negara di bagi menjadi tiga kekusan yang satu sama lain
terpisah dengan tegas .
Ketiga kekuasaan tersebut
meliputi kekuasaan berikut ini
1)
Kekusaan
legisatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang
2)
Kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang .
3)
Kekuasaan
yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili
Dalam sistem pemisahan
kekuasaan, badan eksekutif(pemerintah)terdiri dari presiden sebagai kepala
pemerintahan dan dibantu dengan para mentri . mentri-mentri tersebut yang
memimpin departemen-departemen pemerintahan , diangkat oleh presiden dan hanya
bertanggung jawab kepada presiden. Sistem seperti ini sering disebut sistem
presidensial. contoh Negara yang menggunakan demokrasi dengan sistem pemisahan
kekuasaan ini yaitu amerika serikat.
Kelebihan sistem
presidensial adalah ada kestabilan pemerintahan , karena mereka tidak dapat
dijatuhkan atau di bubarkan oleh badan perwakilan rakyat(parlemen), sehingga
pemerintahan dapat melaksanakan program-programnya dengan baik. Sedangkan
kelemahan sistem presidensial adalah dapat mendorong timbulnya pemusatan
timbulnya kekuasaan di tangan presiden , serta lemahnya pengawasan dari rakyat.
c. Demokrasi dengan sistem
parlementer
Menurut sistem
parlementer ada hubungan yang erat antara badan eksekutif(pemerintah) dengan
badan legeslatif (badan perwakilan rakyat). Dimana tugas atau kekuasaan
eksekutif disedrahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet atau dewan
mentri.
Mentri-mentri baik secara perorangan
maupun secara bersama-sama sebagai cabinet (dewan mentri), mempertanggung
jawabkan segala kebijakansanaan pemerintahannya kepada parlemen (badan
perwakilan rakyat).
Apabila pertanggung
jawaban mentri atau dewan mentri diterima oeh parlemen, maka kebijaksanaan tersebut
bisa terus dilaksanakan dan dewan mentri tetap melaksanakan tugasnya sebagai
mentri.akan tetapi, apabila pertanggung jawaban mentri atau dewan mentri
tersebut ditolak parlemen , maka parlemen dapat mengeluarkan satu keputusan
yang menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) kepada menteri yang
bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika itu terjadi, maka menteri
tersebut atau para menteri tersebut harus mengundurkan diri. Kejadian ini
sering disebut krisis cabinet.
Kelebihan sistem
parlementer adalah rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasan dan peranannya
dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sedangkan kelemahan sistem
parlementer adalah kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam
adanya penghentian di tengah jalan karena adanya mosi tidak percaya dari badan
perwakilan rakyat. Sehingga terjadi krisis cabinet. Akibatnya, pemerintah tidak
dapat menyelesaikan program-program yang telah di susunnya.
Perkembangan Demokrasi Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami
pasang surut. Mengapa, selama 71 tahun
berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang dihadapi ialah
bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi
tinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan sosial dan
politik yang demokratis. Pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu
sistem politik dimana kemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan
ekonomi serta Nation Building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan
timbulnya diktator, apakah diktator ini bersifat perorangan ,partai, ataupun
militer.
Melihat sejarah perkembangan demokrasi di negara
Republik Indonesia, dilihat dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia
dalam empat masa, yaitu:
1.
Masa Republik Indonesia I (1945-1959) atau masa orde lama dimana masa
demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta
partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan demokrasi Parlementer.
Sistem parlementer mulai berlaku
sebulan sesudah kemerdekaan proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam
undang-undang dasar 1949 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia
meskipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa negara di Asia lain.
Persatuan yang dapat digalang untuk menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan
tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan
tercapai.
Undang- undang dasar 1950 menetapkan
berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif yang terdiri atas presiden
sebagai kepala negara konstitusional (konstitusional haed )dan menteri
–menterinya mempunyai tanggung jawab politik. fragmentasi partai-partai
politik, setiap kabinet berdasarkan koalisi tidak segan –segan untuk menarik
dukungannya sewaktu –waktu, sehingga kabinet sering kali jatuh karena keretakan
dalam koalisi sendiri.
Dengan demikian ditimbulkan kesan
bahwa partai-partai dalam koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab
mengenai permasalahan pemerintahan. Partai –partai oposisi tidak mampu berperan
sebagai oposisi konstruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi
hanya menonjolkan segi-segi negatif dari umumnya dalam masa pra pemilihan umum
yang diadakan pada tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata
delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik karena
pemerintah tidak mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan programnya. Pada
pemilihan umum tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, bahkan
tidak dapat menghindarkan perpecahan yang paling gawat antara pemerintah pusat
dan beberapa daerah.
Ternyata ada beberapa kekuatan sosial
dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam
konstelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting ,yaitu
seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai rubberstamp (presiden capnya
belaka) dan suatu tentara yang karena lahir revolusi merasa bertanggung jawab
untuk turut menyelesaikan persoalan –persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Faktor- faktor semacam ini, ditambah
dengan tidak adanya anggota partai-partai yang bergabung dalam konstituante
untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang- undang dasar baru
, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit presiden 5
juli yang menentukan berlakunya kembali undang-undang dasar 1945. Dengan
demikian masa demokrasi berdasarkan sistem demokrasi parlementer berakhir.
2.
Masa Republik Indonesia II
(1959-1965) atau masa orde baru, yaitu demokrasi
terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi
konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan
beberapa aspek demokrasi rakyat.
Ciri –ciri dalam periode ini ialah
dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya
pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial –politik.
Dekrit presiden 5 juli dapat
dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik
melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka
kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima
tahun.
Akan tetapi ketetapan MPRS
No.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur Hidup telah
membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini(Undang-Undang Dasar memungkinkan
seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh undang-undang
dasar. Selain itu, banyak lagi tinndakan yang menyimpang dari atau
menyelewengkan terhadap ketentuan –ketentuan Undang-Undang Dasar. Misalnya
dalam Tahun 1960 ir.soekarno sebagai presiden membubarkan Dewan perwakilan
rakyat hasil dari pemilihan umum, padahal penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk
berbuat demikian. Dewan perwakilan
rakyat gotong- oyong yang mengganti dewan perwakilan rakyat pilihan rakyat
ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol
ditiadakan, bahkan pimpinan dewan mereka sebagai pembantu presiden ,disamping
fungsi sebagai wakil rakyat.
Dalam rangka ini dilihat beberapa
ketentuan lain yang memberi wewenang kepada presiden sebagai badan eksekutif,
misalnya presiden diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif
berdasarkan Undang-Undang No 19/1964 dan di bidang legislatif berdasarkan
Peraturan Presiden No.14 /1960 dalam hal anggota dewan perwakilan rakyat tidak
mencapai mufakat.
Selain itu terjadinya penyelewengan
di bidang undang- undang dimana pelbagai tindakan pemerintah dilaksankan
melalui penetapan presiden pula (PenPres) yang memakai Dekrit Presiden 5 juli
sebagai sumber hukum. Tambahan ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai
arena kegiatan, sesuai dengan tekstil komunisme International yang menggariskan
pembentukan Front Nasional sebagai persiapan karah terbentuknya demokrasi
rakyat.
Partai politik dan pers yang dianggap
menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan, dan dibredel, sedangkan
politik mercu suar dibidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah
menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram , G30S/PKI mengakhiri
periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya demokrasi Pancasila.
3.
Masa Republik Indonesia III
(1965-1998) yaitu
masa demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Landasan formal dari periode ini
ialah Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 serta TAP MPRS. Dalam usaha untuk
meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar yang telah
terjadi dalam masa demokrasi terpimpin, telah diadakan sejumlah tindakan
korektif. Ketetapan MPRS No.III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup
untuk Ir.soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi
selektif setiap lima tahun.
Ketetapan MPRS NoXIX/1966 telah
menentukan ditinjaukan kembali produk –produk legislatif dari masa demokrasi
terpimpin dan atas dasar itu undang-undang no 14 tahun 1970 menetapkan kembali
ke asas kebebasan badan-badan pengadilan. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
diberi beberapa hak kontrol di samping tetap mempunyai status menteri. Begitu
pula tata tertib dewan perwakilan rakyat gotong oyong yang baru telah
meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan
permasalahan yang tidak dapat mencapai mufakat antara anggota badan legislatif.
Golongan karya, dimana anggota ABRI memainkan peran penting, diberi landasan
konstitusional yang lebih formal. Selain itu beberapa hak asasi diusahakan
supaya diselenggarakan lebih penuh dengan memberi lebih luas kepada pers untuk
menyatakan pendapat dan kepada partai –partai politik untuk bergerak dan
menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum tahun 1971.
Dengan demikian diharapkan terbinanya
partisipasi golongan –golongan dalam masyarakat disamping di adakan pembangunan
ekonomi secara teratur serta terencana.Perkembangan lebih lanjut pada masa
Republik Indonesia III (yang disebut orde baru
yang menggantikan orde lama ) menunjukkan peranan presiden yang semakin
besar. Secara lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan di tangan presiden
karena presiden Soeharto telah menjelma sebagai tokoh yang paling dominan dalam
sistem politik Indonesia, tidak saja karena jabatanya sebagai presiden dalam
pemerintahan presidensial, tetapi juga pengaruh karena pengaruhnya yang dominan
dalam elit politik Indonesia. Keberhasilan memimpin penumpasan G 30 S/PKI dan
kemudian membubarkan PKI dengan surat perintah 11 maret (Super semar)
memberikan peluang yang besar kepada Jenderal Soeharto untuk tampil sebagai
tokoh yang berpengaruh di Indonesia. Status ini membuka peluang bagi jenderal
Soeharto untuk menjadi presiden berikutnya sebagai pengganti presiden Soekarno.
Perlunya menjaga kestabilan politik,
pembangunan nasional ,dan integritas nasional telah digunakan sebagai alat
kebenaran bagi pemerintahan untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk
yang bertentangan dengan demokrasi. Contohnya prinsip monoloyalitas pegawai
negeri sipil (PNS). Semula prinsip itu diperlukan untuk melindungi orde baru
dari gangguan –gangguan yang mungkin timbul dari musuh-musuh orde baru dengan
mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam setiap pemilihan umum(pemilu).kemudian
setelah orde baru menjadi kuat, ternyata prinsip monoloyalitas tersebut masih
tetap digunakan untuk mencegah partai politik lain keluar sebagai pemenang
dalam pemilu sehingga Golkar dan Orde baru dapat terus berkuasa.
Masa Republik Indonesia III
menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu. Pemilu diadakan secara
teratur dan berkesinambungan sehingga selama periode tersebut berhasil diadakan
enam kali pemilu masing-masing pada tahun 1971,1977,1982,1987,1992,dan 1997.
Dari awal orde baru memang menginginkan adanya pemilu. Ini terlihat dari
dikeluarkannya Undang-Undang Pemilu
tahun1969 ,hanya setahun setelah presiden Soeharto dilantik sebagai
presiden oleh MPRS pada tahun 1968 atau dua tahun setelah dilantik sebagai
pejabat presiden tahun 1967. Hal ini sesuai dengan slogan orde baru pada
awalnya,yaitu melaksanakan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Namun ternyata nilai- nilai demokrasi
tidak diberlakukan dalam pemilu-pemilu tersebut karena tidak ada kebebasan
memilih bagi para pemilih dan tidak ada kesempatan yang sama bagi ketiga
organisasi peserta pemilu (OPP) untuk memenangkan pemilu. Sebelum fusi partai
politik tahun 1973, semua dari pemilih ,antara lain karena adanya asas
monoloyalitas yang sudah disebutkan sebelumnya. Setelah difusi 1973 yang
menghasilkan dua partai politik disamping Golkar, tidak ada perubahan dalam
pemilu karena Golkar tetap dapat dipastikan memenangkan setiap pemilu. Hal ini
disebabkan karena OPP ini mendapatkan dukungan dan fasilitas dari pemerintah
sedangkan dua partai lainnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP) dan
Partai Demokrasi Indonesia(PDI) menghadapi banyak kendala dalam memperoleh
dukungan dari para pemilih. Terlepas
dari semua itu, pelaksanaan pemilu sebanyak 6 kali tersebut telah memberikan
pendidikan politik yang penting bagi rakyat Indonesia sehingga rakyat telah
terbiasamemberikan suara dan menentukan pilihan dalam pemilu.
Keberhasilan pemerintahan presiden
Soeharto untuk menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa
1980-ann dan pembangunan ekonomi pada masa –masa setelah itu ternyata tidak
diikuti dengan kemampuan untuk memberantas korupsi. Korupsi ,kolusi dan
Nepotisme (KKN) berkembang dengan pesat seiring dengan keberhasilan pembangunan
ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi malah dianggap sebagai peluang untuk
melakukan KKN yang dilakukan oleh para anggota keluarga dan kroni para
penguasa, baik dipusat maupun daerah.
Dibidang politik, dominasi presiden
Soeharto telah membuat presiden menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu
instansi / lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya
melakukan penyelewengan kekuasaan (Abuse of Power). Menjelang berakhirnya orde
baru, elite politik semakin tidak peduli dengan aspirasi rakyat dan semakin
banyak membuat kebijakan –kebijakan yang menguntungkan para kroni dan merugikan
negara dan rakyat banyak.
Akibatnya dari semua ini adalah
semakin menguatnya kelompok –kelompok yang menentang presiden Soeharto dan orde
baru, yang menjadi pelopor para penentang ini adalah para mahasiswa dan pemuda.
Gerakan mahasiswa yang berhasil menduduki gedung MPR /DPR di semaya pada bulan
Mei 1998 merupakan langkah awal kejatuhan presiden Soeharto dan tumbangnya orde
baru. Kekuatan mahasiswa yang besar menyebabkan sulitnya mereka diusir dari
gedung tersebut dan semakin kuatya dukungan para mahasiswa dan masyarakat dari
berbagai daerah di Indonesia terhadap gerakan tersebut berhasil memaksa elite
politik untuk berubah sikap terhadap
presiden Soeharto. Pimpinan DPR secara terbuka meminta presiden Soeharto
yang berusaha untuk memenuhi tuntutan mahasiswa. Melihat perkembangan politik
seperti ini, presiden Soeharto yakin bahwa ia sendiri, sehingga ia kemudian
memutuskan untuk mundur sebagai presiden RI pada 20 Mei 1998. Mundurnya
Soeharto dari kursi presiden menjadi pertanda dari berakhirnya masa Republik
Indonesia III yang disusul oleh munculnya Republik Indonesia IV.
4.
Masa Republik Indonesia IV
(1998-1959) yaitu masa reformasi yang menginginkan
tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktisi-praktik
politik yang terjadi pada masa republik Indonesia III.
Tumbangannya orde baru membuka
peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman
orde baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap
demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena
itu bangsa Indonesia bersepat untuk sekali lagi demokratisasi, yakini proses
pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk,
kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan lembaga eksklusif dapat
dilakukan oleh lembaga wakil rakyat( DPR).
Presiden Habiebie yang dilantik
sebagai presiden untuk menggantikan presiden Soeharto dapat dianggap sebagai
presiden yang akan memualai langkah-langkah demokratisasi dalam orde reformasi.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintah habiehabie adalah
mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam
demokratisasi. Untuk politik yang meliputi UU partai politik, UU Pemilu dan UU
susunan Keduduikan MPR, DPR, dan DPRD yang baru disyahkan pada awal 1999. UU
politik jauh lebih demokratis dibanding dengan UU politik sebelumnya sehingga
pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis tang diakui oleh dunia
International. Pada masa pemerintahan habiehabie juga terjadi demokratisasi
yang tidak kalah pentingannya yaitu penghapusan Dwi fungsi ABRI sehingga fungsi
sosial -politik ABRI (sekarang TNI atau
Tentara Nasional Indonesia ) dihilangkan. Fungsi pertahanan menjadi fungsi
satu-satunya yang dimiliki oleh TNI semenjak reformasi internal TNI.
Langkah terobosan yang dilakukan
dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR
hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002) beberapa
perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan
pemerintahan yang demokratis. Peran DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat,
semua anggota DPR dipilih dalam Pemilu Pengawasan terhadap Presiden lebih di
perketat dan Hak-Hak Asasi Manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Amandemen UUD1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan
wakil presiden secara langsung (Pilpres). Pilpres pertama dilakukan pada tahun
2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif.
Langkah demokratisasi berikutnya
adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung (pilkada )
yang diatur dalam UU No32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. UU ini
mengharuskan semua kepala daerah seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada
mulai pertengahan 2005. Semenjak itu kepala daerah yang telah habis masa
jabatannya harus dipilih melalui pilkada.
Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah untuk lebih
demokratis dengan diberikan hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah. Hal
ini tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat
tidak langsung karena dipilih oleh DPRD.
Pelaksanaan pemilu legislatif dan
pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting
dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil
presiden yang didahului oleh terpilihnya anggota –anggota DPR,DPD(dewan
perwakilan Daerah) dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi dibidang –bidang
lembang-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatan bahwa demokratisasi telah
berhasil membentuk pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai
demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan
perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa demokratisasi adalah proses
tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujud
secara tuntas namun adanya perubahan-perubahan tadi, demokrasi telah mempunyai
dasar yang kuat untuk berkembang.
B. Transparansi Demokrasi
keterbukaan atau
transparansi berasal dari kata dasar terbuka atau transparan yang berarti suatu
keadaan yang tidak tertutupi, tidak ditutupi, keadaan yang tidak ada rahasia
sehingga semua orang memiliki hak untuk mengetahui. Istilah transparansi
berasal dari kata bahasa Inggris transparent yang berarti jernih, tumbuh
cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak ada kekeliruan, tidak ada
kesangsian atau keragu-raguan.
Keterbukaan atau
transparansi menunjuk pada tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi
jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Keterbukaan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berhubungan dengan informasi berita,
pernyataan, dan kebijakan publik. Keterbukaan diartikan sebagai keadaan yang
memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapatkan oleh
masyarakat luas. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan
sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain.
Keterbukaan
penyelenggaraan negara diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan, dukungan, dan
partisipasi masyarakat. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan, dan sudah
sewajarnya mengetahui hal-hal yang akan diperuntukkan baginya. Masyarakat yang
terbuka akan mudah menerima perubahan dan memungkinkan kemajuan. Mereka dapat
belajar dari masyarakat lain, dan menerima hal-hal baru yang berguna bagi
masyarakat. Sebaliknya suatu masyarakat yang tertutup akan sulit berkembang dan
menyesuaikan diri dengan kemajuan .Contoh keterbukaan sebagai warga negara
adalah sebagai berikut.
1.
Menyatakan
pendapat secara terbuka dan jujur.
2.
Mengemukakan
tuntutan dan keinginannya tanpa rasa takut atau tertekan.
3.
Kesediaan
memberi informasi publik kepada sesama warga negara.
Selain pada warga negara,
keterbukaan juga perlu ada pada penyelenggaraan negara. Contoh keterbukaaan
sebagai penyelenggara negara adalah sebagai berikut.
1.
Pejabat
negara bersedia bertatap muka dan berbicara dengan rakyat.
2.
Pejabat
negara bersedia memberitahukan harta kekayaannya ke publik.
3.
Pejabat
negara bersedia memberitahukan kebijakan publik yang dikeluarkan.
Berbagai negara
demokratis berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik
berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Menurut United Nations Economic
and Social Commissions for Asia and the Pacific (UNESCAP) terdapat delapan
prinsip good governance, yaitu akuntabilitas (accountability), efektivitas dan
efisiensi (effectiveness and efficiency), kewajaran dan inkluvisitas (equity
and inclusiveness), berorientasi pada konsensus (consensus oriented),
kepedulian (responsiveness), keterbukaan (transparency), supremasi hukum (rule
of law), dan partisipasi (participation). Adapun menurut Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI) prinsip-prinsip good governance meliputi hal-hal
berikut.
1.
Visi
strategis, yaitu bahwa para pemimpin dan masyarakat haruslah memiliki
sikap-sikap berikut. a) Perspektif yang luas dan jauh ke depan mengenai tata
pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia. b) Pemahaman atas kompleksitas
kesejahteraan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
c) Kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut.
2.
Akuntabilitas,
yaitu bahwa para pengambil keputusan bertanggung jawab kepada masyarakat dan
lembaga-lembaga yang berkepentingan.
3.
Efektivitas
dan efisien, yaitu bahwa proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga mampu
menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin untuk memperoleh hasil yang
sesuai kebutuhan warga masyarakat.
4.
Kesetaraan,
yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
5.
Berorientasi
pada konsensus, yaitu bahwa pemimpin berusaha seoptimal mungkin menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus
menyeluruh mengenai apa yang baik bagi kelompok-kelompok masyarakat.
6.
Peduli
pada stakeholder, yaitu bahwa lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan
harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.
7.
Keterbukaan,
yaitu bahwa seluruh informasi mengenai proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.
8.
Tegaknya
supremasi hukum, yaitu bahwa hukum yang termasuk di dalamnya hukum yang
menyangkut HAM bersifat adil dan diberlakukan kepada setiap orang tanpa pandang
bulu.
9.
Partisipasi
masyarakat, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai hak suara dalam
pengambilan keputusan.
Prinsip keterbukaan menghendaki agar
penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan, yaitu
bahwa berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus jelas, tidak
dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, tetapi segala sesuatunya baik
perencanaan dan pertanggungjawabannya dapat diketahui oleh publik.Ada tiga
alasan mengenai pentingnya keterbukaan dengan penjelasannya sebagai berikut.
1.
Keterbukaan
memungkinkan adanya akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber
informasi. Hal ini dapat menjadikan warga negara memiliki pemahaman yang jernih
mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
pada gilirannya warga negara mampu berpartisipasi aktif dalam memengaruhi
agenda publik. Keterbukaan adalah prasyarat mutlak bagi adanya partisipasi yang
konstruktif dan rasional.
2.
Dasar
penyelenggaraan pemerintahan di negara demokratis adalah dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Keberadaan pemerintah di negara demokratis dipahami
sebagai pihak yang dipilih oleh rakyat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Berbagai aturan hukum di negara demokratis semaksimal mungkin diupayakan untuk
keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk menjamin bahwa jalannya
pemerintahan senantiasa berada di jalur yang benar, yakni untuk menciptakan
kesejahteraan rakyat.
3.
Kekuasaan
pada dasarnya cenderung diselewengkan. Pada umumnya penyelewengan kekuasaan
terjadi dan semakin merajalela apabila tidak ada keterbukaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, negaranegara demokratis sangat
menekankan pentingnya keterbukaan atau transparansi agar tidak terjadi
penyelewengan kekuasaan dan tata pemerintahan yang tidak baik.
Menurut Robert A. Dahl
demokrasi sangat memerlukan adanya keterbukaan, terutama akses bebas setiap
warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Ada empat unsur utama
pemerintahan demokrasi, yaitu
1.
pemilihan
umum yang bebas dan adil,
2.
pemerintahan
yang terbuka dan bertanggung jawab,
3.
jaminan
hak-hak politik dan sipil, dan
4.
adanya
suatu masyarakat demokrasi atau berkeadaban.
Keempat unsur utama
demokrasi biasa disebut sebagai Piramida Demokrasi Negara yang serius
menjadikan diri sebagai negara demokrasi tidak cukup apabila hanya terdapat pemilu yang bebas dan adil, jaminan atas hak-hak sipil dan
politik, adanya masyarakat yang demokratis, tetapi harus ada pula
penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab. Oleh sebab
itu, keterbukaan merupakan keharusan agar terwujud pemerintahan yang baik.
BAB III
UPAYA YANG DILAKUKAN
Pandangan Negara Hukum terhadap Demokrasi
Modern di Indonesia
Indonesia merupakan negara kesatuan dan kedaulatan berada di tangan
rakyat dan kedudukan konstitusional negara republik Indonesia berdasarkan pada
konstitusi negara hukum. Prinsip –prinsip demokrasi Indonesia yang merupakan
nilai-nilai dari sila Pancasila yang di implementasikan melalui penerapan
hirarki tata aturan peraturan yang meliputi berbagai segi sendi-sendi kehidupan
bangsa dan negara untuk menyelenggarakan dan melaksanakan organisasi negara
sesuai dengan cara hidup dalam negara republik Indonesia.
Bentuk dari penyelenggaraan dan pelaksanaan organisasi negara tersebut di
susunlah dalam suatu rumusan kebijakan yang kemudian dijadikan sebagai
supremasi hukum yang mengatur terhadap kepentingan-kepentingan negara dan
bangsa dalam menjalankan dan melaksanakan roda organisasi pemerintahan.
Kebijakan publik pada dasarnya adalah kebijakan yang dinyatakan,
dikeluarkan, dilakukan ataupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah yang memuat
program dan kegiatan yang dijalankan. Kebijakan publik mencakup hukum,
peraturan perundang-undangan, keputusan dan pelaksanaan yang dibuat oleh
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, birokrasi pemerintahan, aparat
penegak hukum dan badan-badan pembuat keputusan publik.
Kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah memiliki manfaat dan
tujuan yang mulia dalam masyarakat. Tujuan pembuatan kebijakan publik pada
dasarnya untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat, melindungi hak-hak
masyarakat, mewujudkan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat, dan pada
akhirnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik
atau public policy memiliki beragam arti dan makna. Menurut
Thomas R. Dye (1992) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah sebagai
berikut: “Public policy is whatever governments choose to do or not to do”
(Kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau untuk tidak dilakukan). Sedangkan menurut James E. Anderson (1970): “Public
policies are those policies developed by governmental bodies and officials”
(Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan
dan pejabat-pejabat pemerintah).
Menurut Kartasasmita,
kebijakan publik adalah merupakan upaya memahami dan mengartikan apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai satu masalah, apa
penyebabnya dan apa pengaruhnya. Sedangkan menurut Anderson: Serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah.
Menurut Chief J.O. Udoji:
“Public policy is an sanctioned couse of action addressed to a particular
problem or group of related problems that affect society at large"
(Kebijakan publik adalah suatu tindakan yang memiliki sanksi yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah
tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat).
Menurut Irfan Islamy bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat.
Sedangkan menurut Aminullah
dalam Muhammadi (2001 : 371-372) bahwa kebijakan merupakan upaya/tindakan untuk
mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya/tindakan tersebut
bersifat strategis, berjangka panjang, dan menyeluruh. Terakhir menurut Said
Zainal Abidin (2004 : 23), kebijakan publik itu tidaklah bersifat spesifik dan
sempit, tetapi luas dan strategis. Oleh karenanya kebijakan publik berfungsi
sebagai pedoman umum kebijakan dan keputusan khusus di bawahnya.
Manfaat dan Tujuan Kebijakan Publik
Peran Strategis Kebijakan Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai
tujuan publik, bukan tujuan orang perorang atau golongan dan kelompok. Meskipun
sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan publik sangat penting dan sekaligus
krusial. Penting karena keberadaannya sangat menentukan tercapainya sebuah
tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus
dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang dikehendaki.
Krusial karena sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui
proses yang baik dan isinya juga berkualitas, namun tidak otomatis bisa
dilaksanakan kemudian menghasilkan sesuai yang selaras dengan apa yang
dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah kebijakan bisa - dan
seringkali terjadi - diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan
tujuan yang hendak dicapai, padahal ia hanyalah sekedar alat, meskipun alat
yang sangat penting.
Tidak jarang, bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan
ditempatkan sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik
menarik dalam perjuangan menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting
dari upaya lain yaitu bagaimana mencari cara yang lebih efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan. Biaya besar yang dikeluarkan untuk menyusun kebijakan
adalah cerminan betapa pentingnya sebuah kebijakan dan sekaligus cerminan akan
perlakuan berlebihan
Berdasarkan uraian di atas, manfaat
dari keikutsertaan masyarakat dalam merumuskan kebijakan publik.
Ada beberapa manfaatnya, yaitu :
- Dapat
membentuk perilaku atau budaya demokrasi
- Dapat
membentuk masyarakat hukum
- Dapat
membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlak mulia
- Dapat
membentuk masyarakat madani
Masyarakat madani memiliki ciri –
ciri sebagai beriklut :
- Kesukarelaan,
masyarakat madani terbentuk bukan karena paksaan. Mereka secara sukarela
membentuk kehidupan bersama karena punya cita-cita yang sama.
- Ke swasembadaan,
artinya setiap individu mandiri atau tidak menggantungkan dari orang lain.
- Kemandirian
yang tinggi terhadap negara. Anggota dari sebuah masyarakat madani tidak
mau bergantung pada negara, suatu lembaga atau organisasi.
- Keterikatan
pada nilai-nilai yang disepakati bersama. Masyarakat madani berdiri di
atas hukum yang disepakati bersama.
Tujuan pembuatan kebijakan publik
pada dasarnya untuk :
- Mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat
- Melindungi
hak–hak masyarakat
- Mewujudkan
ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat
- Mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan Kebijakan Publik
Menurut Sahya Anggara (2014:39),
pelaksanaan kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Pada
sisi masyarakat, dirasa penting adanya standar pelayanan publik yang
menjabarkan kepada masyarakat tentang pelayanan yang menjadi haknya, cara
memperolehnya, persyaratannya, dan bentuk layanan yang diberikan. Konsekuensi
hal ini akan mengikat pemerintah/negara sebagai pihak pemberi layanan dan
masyarakat sebagai pihak penerima layanan.
Menurut Said Zainal Abidin (2004)
kebijakan dapat dibedakan dalam 3 (tiga) tingkatan sebagai berikut :
- Kebijakan
umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan, baik
bersifat positif maupun negatif, mencakup keseluruhan wilayah maupun suatu
instansi.
- Kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk
tingkat pusat, berupa peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan suatu
undang-undang.
- Kebijakan
teknis adalah kebijakan operasional yang berada di level bawah kebijakan
pelaksanaan.
Mengenai tingkatan kebijakan publik secara
teknis, Lembaga Administrasi Negara (1997) dalam Sahya Anggara (2014:41)
menyampaikan sebagai berikut :
a.
Lingkup Nasional
- Kebijakan
Nasional
Kebijakan Nasional adalah
kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian
tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden
adalah pihak-pihak yang berwenang menetapkan kebijakan nasional. Kebijakan
nasional yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dapat berbentuk
Undang-Undang Dasar (UUD), Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR),
Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
- Kebijakan
Umum
Kebijakan umum adalah
kebijakan Presiden sebagai pelaksanaan UUD, TAP MPR, UU untuk mencapai tujuan
nasional. Presiden berwenang menetapkan kebijakan umum. Kebijakan umum yang
tertulis dapat berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden
(Keppres), dan Instruksi Presiden (Inpres).
- Kebijakan
Pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan
adalah penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di
bidang tertentu. Dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan yang berwenang adalah
menteri/pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND. Kebijakan
pelaksanaan yang tertulis dapat berbentuk peraturan, keputusan, atau instruksi
pejabat.
b. Lingkup Wilayah Daerah
- Kebijakan
Umum
Kebijakan umum di lingkup
daerah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan asas
desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah. Dalam
menetapkan kebijakan umum di daerah provinsi, yang berwenang adalah Gubernur
dan DPRD Provinsi. Di daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Kebijakan umum di tingkat daerah dapat
berupa Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
2.
Kebijakan
Pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan di lingkup
wilayah/daerah ada 3 (tiga) macam, yaitu :
- Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan
peraturan daerah;
- Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan realisasi pelaksanaan
kebijakan nasional di daerah; dan
- Kebijakan
pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan merupakan pelaksanaan tugas
pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Prinsip-prinsip dan Jenis-Jenis
Kebijakan Publik
Dalam tataran pelaksanaan
ketatanegaraan dan pemerintahan, kebijakan publik menurut Ryant D. Nugroho
(2004) dibagi dalam 3 (tiga) prinsip berikut :
- Cara
merumuskan kebijakan publik (fomulasi kebijakan);
- Cara
kebijakan publik diimplementasikan; dan
- Cara
kebijakan publik dievaluasi.
James E. Arderson (1970) dalam Sahya
Anggara dengan bukunya “Kebijakan Publik” (2014:55) mengelompokkan jenis-jenis
kebijakan publik sebagai berikut :
a. Substantive and Procedural Policies
Substantive
policy adalah
kebijakan ditinjau dari substansi masalah yang dihadapi pemerintah. Contoh :
kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi.
Procedural
policy adalah
kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy
stakeholders).
b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies
Distributive
policy adalah
kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu,
kelompok, atau perusahaan. Contoh, kebijakan tentang tax haliday.
Redistributive
policy adalah
kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau
hak-hak. Contoh, kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
Regulatory
policy adalah
kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/pelarangan terhadap
perbuatan/tindakan. Contoh, kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan
senjata api.
c. Material Policy
Material policy adalah kebijakan yang mengatur
tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi
penerimanya. Contoh, kebijakan pembuatan rumah sederhana.
d. Public Goods and Private Goods Policies
Public goods
policy adalah
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan oleh
pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Contoh, kebijakan tentang
perlindungan keamanan dan penyediaan jalan umum.
Private goods
policy adalah
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pihak
swasta untuk kepentingan individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan
biaya tertentu. Contoh, tempat hiburan, hotel.
(Disusun dan ditulis oleh :Rudiansyah Mahasiswa FKIP Unpas Bandung Jawa-Barat)
Daftar Referensi
Budiardjo,Prof Mariam.Dasar-Dasar Ilmu Politik.cetakan pertama edisi
revisi.PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2008