A.
PROSTITUSI ONLINE SEBAGAI CYBER CRIME
Prostitusi
online sebagai kejahatan cyber crime merupakan kejahatan jual beli perdagangan
manusia dalam kegiatan kasus tawar
menawar yang bersendikan pada pelayanan penikmat jasa yang pelancaran nya
bersendikat pada dunia maya atau jejaring internet sebagai media penyambung dalam
meluruskan aksi kejahatan tersebut. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang
Prostitusi diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.Dan sebagaimana telah diatur
dalam Buku II KUH Pidana Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Buku
III KUH Pidana Bab II tentang Pelanggaran Ketertiban Umum.
Berikut
penjelasan mengenai Tindak Pidana tentang Prostitusi yang terdapat dalam KUHP:
Pasal
296 Buku II KUH Pidana tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, yang berbunyi : “Barang Siapa yang pencahariannya atau
kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul
dengan orang lain di hukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau
denda sebanyak –banyaknya Rp15.000,-(KUHP 37,292,295s,298)”.
Pasal
506 Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang berbunyi:
“Barang siapa mengambil keuntungan
dari perbuatan cabul seorang wanita (mucikari) dan menjadikannya sebagai mata
pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.
Kejahatan
kasus prostitusi di indonesia masih dapat
dirasakan dan tidak dapat dihindari oleh publik sebagai salah satu faktor
penyakit masyarakat yang tidak dapat terkendalikan lagi dari kehidupan lokalisasi
masyarakat sosial dewasa ini, segala usaha
dan upaya dalam menanggulangi serta menangani kasus tindak asusila yang saat
ini meramba di lingkungan masyarakat . Perhatian pemerintah daerah maupun
pemerintahan pusat tidak memberikan efek jera terhadapat pelaku dan korban
prostitusi seperti dengan cara mengeluarkan suatu peraturan kebijakan
pemerintahan dalam menangani kasus penyakit masyarakat tersebut.
Seperti
dengan adanya upaya kebijakan
pemerintahan daerah dalam menangani kasus prostitusi di lingkungan masyarakat
seperti di kota Bandung, namun kebijakan tersebut tidak memberikan efek jera terhadap
pelaku dan korban dari prostitusi(pelacuran) yang saat ini meresahkan
masyarakat kota bandung. Walaupun adanya kebijakan terhadap suatu pemberian
perilaku perhatian khusus kepada pelaku dan korban prostitusi tersebut, tidak akan
dapat membuat pelaku dan korban prostitusi menjadi sadar akan perbuatannya, sehingga
masih terdapat beberapa penyelewengan atas
pelanggaran -pelanggaran peraturan akan sadar ketertiban umum di kalangan
masyarakat sosial.
Adapun
definisi tentang Prostitusi terhadap perdagangan manusia menurut gambaran
Prostitusi di Indonesia yang dianggap sebagai kejahatan terhadap
moral/kesusilaan dan kegiatan prostitusi ialah merupakan sebuah kegiatan yang
ilegal dan bersifat melawan hukum. Dalam ratifikasi perundang-undangan RI Nomor
7 Tahun 1984, perdagangan perempuan dan prostitusi dimasukan sebagai bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
Kata
prostitusi berasal dari kata latin 'prostitution (em)', kemudian diintrodusir
ke bahasa Inggris menjadi 'prostitution', dan menjadi prostitusi dalam bahasa
Indonesia.
Dalam
'Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris', oleh John M. Echols dan Hassan
Shadili prostitusi diartikan 'pelacuran, persundalan, ketuna-susilaan', sedang
dalam tulisan 'Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di
Indonesia', oleh Syamsudin, diartikan bahwa menurut isthlah prostitusi
diartikan sebagai pekerja yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa
kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah
sesuai apa yang diperjanjikan sebelumnya.
Prostitusi atau Pelacuran adalah penjualan
jasa seksual, seperti seks oral atau berhubungan seks. Seseorang yang menjual
jasa seksual disebut pelacur atau biasa disebut pekerja seks komersial (PSK).
Kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut ditabukan karena secara
moral di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan,Sedangkan
Prostitusi online adalah perdagangan manusia lewat jejaring sosial atau
internet.
Adapun
pandangan yang menganggap bahwa prostitusi online itu tidak bisa di kaitkan
dengan perundang- undangan, berikut transcrip kutipan pendapat Menurut Ketua
Umum Indonesia Cyber Law
Community (ICLC)
Teguh Arifiyadi menuturkan bahwa prostitusi online tidak bisa dikenakan oleh
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), melainkan cukup
menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketika mengomentari
maraknya prostitusi online belakangan ini.
Teguh menilai bahwa prostitusi baik dilakukan secara online, maupun
offline tidak jauh berbeda. Menurutnya, adanya perbedaan hanya kepada
penggunaan internet sebagai sarana. Karenanya, ia berpendapat bahwa prostitusi
online cukup diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait.“UU
ITE tidak pernah mengatur khusus prostitusi online, karena pada prinsipnya
prostitusi baik online maupun offline adalah tidak jauh berbeda, yang menjadi
pembeda dengan hanya dari sisi pemanfaatan atau penggunaan internet sebagai
sarana kejahatan atau pelanggaran.
Dengan demikian, sebagai delik konvensional, prostitusi online cukup
diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait,” jelas Teguh
kepada Hukumonline pada Senin (25/4).Teguh menambahkan bahwa belum ada
peraturan khusus yang mengatur mengenai prostitusi online di Indonesia. Namun,
menurutnya, pelaku prostitusi online dapat dikenakan Pasal 296 KUHP (delik
Umum).
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa “Peraturan mengenai prostitusi
online secara spesifik tidak ada, namun dalam menjerat pelaku prostitusi online
bisa menggunakan pasal 296 KUHP (delik umum), dan dapat ditambahkan pemberatan
dengan penggunaan UU Perlindungan Anak jika pelaku terindikasi mengeksploitasi
anak, atau bahkan dapat menggunakan UU Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang jika terindikasi sebagai jaringan jual beli manusia
(human traficking). Dan ketentuan lain
yang bisa digunakan juga adalah peraturan-peraturan daerah tempat dimana
perbuatan atau sarana pelanggaran terjadi,”.
Menurut Teguh menilai peraturan perundang-undangan itu sudah cukup
mengatur prostitusi online, sehingga Indonesia tidak perlu mengatur secara
khusus hal tersebut. “Indonesia tidak perlu mengatur khusus prostitusi online,
peraturan perundang-undangan yang ada cukup untuk mengakomodir kejahatan
tersebut. Yang kurang hanya penegakan hukumnya karena keterbatasan perangkat
dan SDM Aparat Penegak Hukum,” tambahnya.
Menurut Teguh, yang perlu dilakukan oleh pemerintah ialah melakukan Cyber
Patrol secara komprehensif dan rutin. Dengan adanya cyber patrol tersebut bisa
menghasilkan usulan pemblokiran konten yang tidak sesuai, juga bisa dikaitkan
hingga ke tingkat penyidikan.“Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencegah
semakin banyaknya prostitusi online dengan cara melakukan cyber patrol
komprehensif dan rutin terhadap konten yang melanggar ketentuan
perundang-undangan (termasuk didalamnya konten prostitusi yang melanggar
kesusilaan),” ujarnya.“Hasil cyber patrol bisa ditindaklanjuti dengan usulan
pemblokiran konten, penertiban pelaku secara faktual, atau bahkan bisa
dilanjutkan ke proses penyidikan jika dirasa unsur tindak pidanannya
ditemukan,” tambahnya.
Untuk
menyangkakan tersangka pelaku prostitusi dapat bakal dijerat dengan Pasal 2 UU
RI No 21/2007 tentang perdagangan orang atau pasal 45 ayat 1 Junto 27 ayat 1 UU
RI No 11/2008 tentang Informasi, Transaksi Elektronik, atau Pasal 296 KUHP.
Pasal 45 ayat
(1) UU No11/Tahun2008 Tentang Informasi, Transaksi
Elektronik
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”
Junto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia No 11 Tahun 2008
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.”
Serta
KHUP Pasal 296 yang berbunyikan: “Barang
Siapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan
atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain di hukum penjara
selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak –banyaknya
Rp15.000,-(KUHP 37,292,295s,298)”.
B. Berikut Jenis-jenis Kejahatan Cybercrime
Jenis-jenis
cyber crime berdasarkan motifnya dapat tebagi dalam beberapa hal :
1. Cybercrime sebagai
tindakan kejahatan murni
Dimana
orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang
tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian,
tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
2. Cybercrime sebagai
tindakan kejahatan abu-abu
Dimana
kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia
melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan
anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
3. Cybercrime yang
menyerang individu
Kejahatan
yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang
bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk
mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
4. Cybercrime yang
menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan
yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan,
memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi
materi/nonmateri.
5.Cybercrime yang
menyerang pemerintah :
Kejahatan
yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror,
membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk
mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
Dari ciri di atas terdapat bahwa
prostitusi online bisa di katakan sebagai kejahatan cyber crime karena telah di
jelaskan dan tergambarkan tentang
bagaimana cara kejahatan prostitusi online sebagai kejahatan cyber crime yang
menyerang individu dalam kasus tindakan kejahatan
terhadap perbuatan yang melanggar dari
ketentuan –ketentuan umum di kalangan masyarakat hukum.
C. Berikut di sampaikan contoh
kasus cyber crime sebagai kejahatan prostitusi online.
Berikut
kami sampaikan pokok pembahasan dalam
makalah ini yaitu contoh kasus cyber crime terhadap kejahatan prostitusi online
sebagai kejahatan cyber crime. Dari kasus ini sebagai penyusun makalah ini kami
mengambil contoh kasus yang menjerat artis AA dalam bisnis prostitusi online
yang tergolong dalam jenis Cybercrime yang menyebarkan konten pornography yaitu Cyber Pornography.
Berikut
keterangan data kesaksian dari kasus yang di sangkakan terhadap artis AA dalam
mengadakan kegiatan bisnis prostitusi online yang tergolong jenis cyber crime.
Kronologi
Kasus Kasus Prostitusi Online Yang Menjerat Artis AA
Jakarta,
tanggal (8/5) bertempat di hotel bintang lima, jakarta selatan, jumat malam
Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Yulius Audie Sonny Latuheru meringkus
aksi jejaring kegiatan yang di sangkakan kepada saudari AA selaku Mucikari dari
kasus perdagangan manusia dan menetapkan AA sebagai tersangka dalam aksi
prostitusi online.
"Saat
penangkapan, kami melewati proses penyamaran sebagai pemesan PSK. Kami pertama
bertemu di salah satu restoran kelas atas juga, lalu bayar uang muka atau down
payment (DP) tiga puluh persen. RA ini tidak sembarangan untuk ketemu
pelanggannya," ungkap Yulius saat jumpa pers di Polres Jakarta Selatan,
Sabtu (9/5).(dikutip oleh Rudiansyah, sumber refrensi
http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari)
Dalam
aksi tersebut Dia mengatakan, pertemuan pertama terjadi setelah ada komunikasi
kedua belah pihak lewat dunia maya. Komunikasi berlanjut melalui telepon
genggam lewat aplikasi Whatsapp atau BlackBerry Messanger (BBM). RA kemudian
menawarkan sejumlah PSK yang ternyata juga ada nama-nama artis dengan bayaran
minimal Rp 80 juta hingga Rp 200 juta.
Dengan
harga fantastis itu bukan untuk pesan satu hari penuh. RA memberi batas waktu
tiga jam alias short time untuk PSK-PSK yang dia jajakan. Pertemuan pertama pun
terjadi.
"Pertemuan
pertama kami lakukan di salah satu restoran mewah, tempatnya rahasia. RA mau memastikan
kalau pelanggannya itu berduit karena RA lihat penampilan untuk memastikan.
Kalau enggak meyakinkan berduit, dia enggak bakal melanjutkan transaksi PSK
itu," kata dia.(sumber refrensi
http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari)
Alhasil,
di pertemuan pertama, polisi yang menyamar juga berlaga sebagai orang kaya dan
membawa uang cash untuk bayar DP tiga puluh persen dari harga yang dikasih RA.
PSK yang diinginkan pun diminta.
"Ya,
lalu pertemuan kedua tadi malam. Dia (RA) bawa PSK pesanan kami, lalu kami
lakukan penangkapan. Sisa uang itu dibayar saat pertemuan kedua tersebut,"
jelas dia.
PSK
yang dibawa RA tadi malam diduga artis muda berinisial AA. Yulius juga bicara
kalau RA memasarkan 200 PSK dan jumlah tersebut terdiri dari banyak artis juga.
Adapun
pro dan kontra yang menjadi sorotan media dalam tindakan prostitusi online yang
dilakukan saudari RA sebagai Mami/Mucikari Artis yang Bisa Dijerat UU ITE berikut pro kontra
yang tersampaikan melalui media massa sebagai berikut.
Jakarta
- Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda
menilai artis berinisial AA tidak bisa dipidana
Pasalnya belum ada instrumen hukum yang dapat menjerat para pelaku
prostitusi sekalipun penjaja seks media online http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite.
"Kalau
untuk perempuan yang melayani tidak bisa," jelas Chaerul kepada Okezone,
Senin (11/5/2015).(http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite).
Namun,
RA mucikari dari artis AA dapat dipidana lantaran menjadi penyelenggara
terjadinya peristiwa yang melanggar kesusilaan. Terhadap pelaku germo, dapat
disangkakan telah memudahkan seseorang untuk melakukan pelanggaran asusila.
"Sebenarnya
yang dilarang adalah kegiatan kesusilaan, dalam hal ini mucikari dari PSK itu
yang mempermudah atau penyelenggara, sehingga dia yang dipidana,"
imbuhnya.
Selain
itu, adanya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elekronik (ITE) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Pornografi,
dapat dijadikan bahan tambahan.
Chaerul
menambahkan, saat ini para mucikari telah memanfaatkan kecanggihan teknologi
untuk menjajakan bisnis esek-esek.
"Kalau
untuk mucikari bisa ditambahkan ITE dan pornografi," pungkasnya.
Jadi
Seperti yang diketahui oleh Polres Jakarta Selatan yang berhasil membongkar
sindikat prostitusi yang melibatkan artis. Dan ditengarai, tarif short time layanan
esek-esek para artis mencapai ratusan juta rupiah.
Jadi
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa prostitusi online yaitu merupakan
kejahatan tindakan asusila yang melibatkan orang banyak dan dapat dijerat dengan undang-undang perdagangan manusia (Undang-Undang
No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberangkat Tindakan Pidana Perdagangan), dan Undang-Undang
Republik Indonesia No 11 Tahun 2008 tentang Informasi, Transaksi Elektronik,
serta Pasal 296 KUHP dan pasal 506., dan korban prostitusi serta penikmat jasa
korban prostitusi yang dapat di jerat dengan KUHP dari kegiatan transaksi
kejahatan prostitusi online tersebut.
Sumber
Refrensi:
http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari
http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt554613f24a645/prostitusi-online-tidak-bisa-dikenakan-uu-ite
Tidak ada komentar:
Posting Komentar