Senin, 21 Desember 2015

PROSTITUSI ONLINE SEBAGAI CYBER CRIME

A. PROSTITUSI ONLINE SEBAGAI CYBER CRIME
Prostitusi online sebagai kejahatan cyber crime merupakan kejahatan jual beli perdagangan manusia dalam kegiatan kasus  tawar menawar yang bersendikan pada pelayanan penikmat jasa yang pelancaran nya bersendikat pada dunia maya atau jejaring  internet sebagai media penyambung dalam meluruskan aksi kejahatan tersebut. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang Prostitusi diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.Dan sebagaimana telah diatur dalam Buku II KUH Pidana Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Buku III KUH Pidana Bab II tentang Pelanggaran Ketertiban Umum.
Berikut penjelasan mengenai Tindak Pidana tentang Prostitusi yang terdapat dalam KUHP:
Pasal 296 Buku II KUH Pidana tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, yang berbunyi : “Barang Siapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain di hukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak –banyaknya Rp15.000,-(KUHP 37,292,295s,298)”.
Pasal 506 Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang berbunyi:
“Barang siapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita (mucikari) dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.  
Kejahatan kasus prostitusi di indonesia masih  dapat dirasakan dan tidak dapat dihindari oleh publik sebagai salah satu faktor penyakit masyarakat yang tidak dapat terkendalikan lagi dari kehidupan lokalisasi masyarakat sosial dewasa ini,  segala usaha dan upaya dalam menanggulangi serta menangani kasus tindak asusila yang saat ini meramba di lingkungan masyarakat . Perhatian pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat tidak memberikan efek jera terhadapat pelaku dan korban prostitusi seperti dengan cara mengeluarkan suatu peraturan kebijakan pemerintahan dalam menangani kasus penyakit masyarakat tersebut.
Seperti  dengan adanya upaya kebijakan pemerintahan daerah dalam menangani kasus prostitusi di lingkungan masyarakat seperti di kota Bandung, namun kebijakan tersebut tidak memberikan efek jera terhadap pelaku dan korban dari prostitusi(pelacuran) yang saat ini meresahkan masyarakat kota bandung. Walaupun adanya kebijakan terhadap suatu pemberian perilaku perhatian khusus kepada pelaku dan korban prostitusi tersebut, tidak akan dapat membuat pelaku dan korban prostitusi menjadi sadar akan perbuatannya, sehingga masih terdapat beberapa penyelewengan atas  pelanggaran -pelanggaran peraturan akan sadar ketertiban umum di kalangan masyarakat sosial.
Adapun definisi tentang Prostitusi terhadap perdagangan manusia menurut gambaran Prostitusi di Indonesia yang dianggap sebagai kejahatan terhadap moral/kesusilaan dan kegiatan prostitusi ialah merupakan sebuah kegiatan yang ilegal dan bersifat melawan hukum. Dalam ratifikasi perundang-undangan RI Nomor 7 Tahun 1984, perdagangan perempuan dan prostitusi dimasukan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Kata prostitusi berasal dari kata latin 'prostitution (em)', kemudian diintrodusir ke bahasa Inggris menjadi 'prostitution', dan menjadi prostitusi dalam bahasa Indonesia.
Dalam 'Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris', oleh John M. Echols dan Hassan Shadili prostitusi diartikan 'pelacuran, persundalan, ketuna-susilaan', sedang dalam tulisan 'Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan Prostitusi di Indonesia', oleh Syamsudin, diartikan bahwa menurut isthlah prostitusi diartikan sebagai pekerja yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah sesuai apa yang diperjanjikan sebelumnya.
 Prostitusi atau Pelacuran adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau berhubungan seks. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur atau biasa disebut pekerja seks komersial (PSK). Kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut ditabukan karena secara moral di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan,Sedangkan Prostitusi online adalah perdagangan manusia lewat jejaring sosial atau internet.
Adapun pandangan yang menganggap bahwa prostitusi online itu tidak bisa di kaitkan dengan perundang- undangan, berikut transcrip kutipan pendapat Menurut Ketua Umum Indonesia Cyber Law Community (ICLC) Teguh Arifiyadi menuturkan bahwa prostitusi online tidak bisa dikenakan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), melainkan cukup menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketika mengomentari maraknya prostitusi online belakangan ini.
Teguh menilai bahwa prostitusi baik dilakukan secara online, maupun offline tidak jauh berbeda. Menurutnya, adanya perbedaan hanya kepada penggunaan internet sebagai sarana. Karenanya, ia berpendapat bahwa prostitusi online cukup diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait.“UU ITE tidak pernah mengatur khusus prostitusi online, karena pada prinsipnya prostitusi baik online maupun offline adalah tidak jauh berbeda, yang menjadi pembeda dengan hanya dari sisi pemanfaatan atau penggunaan internet sebagai sarana kejahatan atau pelanggaran.
Dengan demikian, sebagai delik konvensional, prostitusi online cukup diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait,” jelas Teguh kepada Hukumonline pada Senin (25/4).Teguh menambahkan bahwa belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai prostitusi online di Indonesia. Namun, menurutnya, pelaku prostitusi online dapat dikenakan Pasal 296 KUHP (delik Umum).
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa “Peraturan mengenai prostitusi online secara spesifik tidak ada, namun dalam menjerat pelaku prostitusi online bisa menggunakan pasal 296 KUHP (delik umum), dan dapat ditambahkan pemberatan dengan penggunaan UU Perlindungan Anak jika pelaku terindikasi mengeksploitasi anak, atau bahkan dapat menggunakan UU Tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jika terindikasi sebagai jaringan jual beli manusia (human traficking). Dan  ketentuan lain yang bisa digunakan juga adalah peraturan-peraturan daerah tempat dimana perbuatan atau sarana pelanggaran terjadi,”.
Menurut Teguh menilai peraturan perundang-undangan itu sudah cukup mengatur prostitusi online, sehingga Indonesia tidak perlu mengatur secara khusus hal tersebut. “Indonesia tidak perlu mengatur khusus prostitusi online, peraturan perundang-undangan yang ada cukup untuk mengakomodir kejahatan tersebut. Yang kurang hanya penegakan hukumnya karena keterbatasan perangkat dan SDM Aparat Penegak Hukum,” tambahnya.
Menurut Teguh, yang perlu dilakukan oleh pemerintah ialah melakukan Cyber Patrol secara komprehensif dan rutin. Dengan adanya cyber patrol tersebut bisa menghasilkan usulan pemblokiran konten yang tidak sesuai, juga bisa dikaitkan hingga ke tingkat penyidikan.“Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mencegah semakin banyaknya prostitusi online dengan cara melakukan cyber patrol komprehensif dan rutin terhadap konten yang melanggar ketentuan perundang-undangan (termasuk didalamnya konten prostitusi yang melanggar kesusilaan),” ujarnya.“Hasil cyber patrol bisa ditindaklanjuti dengan usulan pemblokiran konten, penertiban pelaku secara faktual, atau bahkan bisa dilanjutkan ke proses penyidikan jika dirasa unsur tindak pidanannya ditemukan,” tambahnya.
Untuk menyangkakan tersangka pelaku prostitusi dapat bakal dijerat dengan Pasal 2 UU RI No 21/2007 tentang perdagangan orang atau pasal 45 ayat 1 Junto 27 ayat 1 UU RI No 11/2008 tentang Informasi, Transaksi Elektronik, atau Pasal 296 KUHP.
Pasal 45 ayat (1) UU No11/Tahun2008 Tentang Informasi, Transaksi Elektronik
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Junto  Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2008
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Serta KHUP Pasal 296 yang berbunyikan: “Barang Siapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain di hukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak –banyaknya Rp15.000,-(KUHP 37,292,295s,298)”.
B.  Berikut Jenis-jenis Kejahatan Cybercrime
Jenis-jenis cyber crime berdasarkan motifnya dapat tebagi dalam beberapa hal :
1. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
2. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
3. Cybercrime yang menyerang individu
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
4. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
5.Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
          Dari ciri di atas terdapat bahwa prostitusi online bisa di katakan sebagai kejahatan cyber crime karena telah di jelaskan dan  tergambarkan tentang bagaimana cara kejahatan prostitusi online sebagai kejahatan cyber crime yang menyerang individu dalam kasus tindakan  kejahatan terhadap  perbuatan yang melanggar dari ketentuan –ketentuan umum di kalangan masyarakat hukum.
C. Berikut di sampaikan contoh kasus cyber crime sebagai kejahatan prostitusi online.
Berikut kami sampaikan  pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu contoh kasus cyber crime terhadap kejahatan prostitusi online sebagai kejahatan cyber crime. Dari kasus ini sebagai penyusun makalah ini kami mengambil contoh kasus yang menjerat artis AA dalam bisnis prostitusi online yang tergolong dalam jenis Cybercrime yang menyebarkan konten pornography  yaitu Cyber Pornography.
Berikut keterangan data kesaksian dari kasus yang di sangkakan terhadap artis AA dalam mengadakan kegiatan bisnis prostitusi online yang tergolong jenis cyber crime.
Kronologi Kasus Kasus Prostitusi Online Yang Menjerat Artis AA
Jakarta, tanggal (8/5) bertempat di hotel bintang lima, jakarta selatan, jumat malam Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Yulius Audie Sonny Latuheru meringkus aksi jejaring kegiatan yang di sangkakan kepada saudari AA selaku Mucikari dari kasus perdagangan manusia dan menetapkan AA sebagai tersangka dalam aksi prostitusi online.
"Saat penangkapan, kami melewati proses penyamaran sebagai pemesan PSK. Kami pertama bertemu di salah satu restoran kelas atas juga, lalu bayar uang muka atau down payment (DP) tiga puluh persen. RA ini tidak sembarangan untuk ketemu pelanggannya," ungkap Yulius saat jumpa pers di Polres Jakarta Selatan, Sabtu (9/5).(dikutip oleh Rudiansyah, sumber refrensi http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari)
Dalam aksi tersebut Dia mengatakan, pertemuan pertama terjadi setelah ada komunikasi kedua belah pihak lewat dunia maya. Komunikasi berlanjut melalui telepon genggam lewat aplikasi Whatsapp atau BlackBerry Messanger (BBM). RA kemudian menawarkan sejumlah PSK yang ternyata juga ada nama-nama artis dengan bayaran minimal Rp 80 juta hingga Rp 200 juta.
Dengan harga fantastis itu bukan untuk pesan satu hari penuh. RA memberi batas waktu tiga jam alias short time untuk PSK-PSK yang dia jajakan. Pertemuan pertama pun terjadi.
"Pertemuan pertama kami lakukan di salah satu restoran mewah, tempatnya rahasia. RA mau memastikan kalau pelanggannya itu berduit karena RA lihat penampilan untuk memastikan. Kalau enggak meyakinkan berduit, dia enggak bakal melanjutkan transaksi PSK itu," kata dia.(sumber refrensi http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari)
Alhasil, di pertemuan pertama, polisi yang menyamar juga berlaga sebagai orang kaya dan membawa uang cash untuk bayar DP tiga puluh persen dari harga yang dikasih RA. PSK yang diinginkan pun diminta.
"Ya, lalu pertemuan kedua tadi malam. Dia (RA) bawa PSK pesanan kami, lalu kami lakukan penangkapan. Sisa uang itu dibayar saat pertemuan kedua tersebut," jelas dia.
PSK yang dibawa RA tadi malam diduga artis muda berinisial AA. Yulius juga bicara kalau RA memasarkan 200 PSK dan jumlah tersebut terdiri dari banyak artis juga.
Adapun pro dan kontra yang menjadi sorotan media dalam tindakan prostitusi online yang dilakukan saudari RA sebagai Mami/Mucikari Artis  yang Bisa Dijerat UU ITE berikut pro kontra yang tersampaikan melalui media massa sebagai berikut.
Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai artis berinisial AA tidak bisa dipidana  Pasalnya belum ada instrumen hukum yang dapat menjerat para pelaku prostitusi sekalipun penjaja seks media online http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite.
"Kalau untuk perempuan yang melayani tidak bisa," jelas Chaerul kepada Okezone, Senin (11/5/2015).(http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite).
Namun, RA mucikari dari artis AA dapat dipidana lantaran menjadi penyelenggara terjadinya peristiwa yang melanggar kesusilaan. Terhadap pelaku germo, dapat disangkakan telah memudahkan seseorang untuk melakukan pelanggaran asusila.
"Sebenarnya yang dilarang adalah kegiatan kesusilaan, dalam hal ini mucikari dari PSK itu yang mempermudah atau penyelenggara, sehingga dia yang dipidana," imbuhnya.
Selain itu, adanya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (ITE) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Pornografi, dapat dijadikan bahan tambahan.
Chaerul menambahkan, saat ini para mucikari telah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menjajakan bisnis esek-esek.
"Kalau untuk mucikari bisa ditambahkan ITE dan pornografi," pungkasnya.
Jadi Seperti yang diketahui oleh Polres Jakarta Selatan yang berhasil membongkar sindikat prostitusi yang melibatkan artis.  Dan ditengarai, tarif short time layanan esek-esek para artis mencapai ratusan juta rupiah.
Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa prostitusi online yaitu merupakan kejahatan tindakan asusila yang melibatkan orang banyak dan dapat dijerat  dengan undang-undang perdagangan manusia (Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberangkat Tindakan Pidana Perdagangan), dan Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2008 tentang Informasi, Transaksi Elektronik, serta Pasal 296 KUHP dan pasal 506., dan korban prostitusi serta penikmat jasa korban prostitusi yang dapat di jerat dengan KUHP dari kegiatan transaksi kejahatan prostitusi online tersebut.


Sumber Refrensi:
http://news.detik.com/read/2015/05/09/130718/2910573/10/ditangkap-usai-layani-pria-artis-aa-bertarif-rp-80-juta-ditemani-mucikari http://news.okezone.com/read/2015/05/11/338/1147875/ra-mucikari-artis-aa-bisa-dijerat-uu-ite


Tidak ada komentar:

Posting Komentar